blank
Lionel Messi. Foto: l'equipe

blankOleh: Amir Machmud NS

// takkan terbantahkan/ cukuplah sudah menilai Messi/ aksi dan trofi bukankah itu bukti/ kalaupun ada cerita berbeda/ biarkan menjadi hak/ para seniman lain/ mereka yang berkategori dewa…//
(Sajak “Kelengkapan Messi”, 2023)

MASIH ada lagikah yang meragukan Lionel Messi sebagai The Greatest of All Times (GOAT), jika berpijak pada parameter raihan Ballon d’Or?

Delapan trofi! O, sefantastis itu dia catat sejarah…

Bandingkan dengan urutan kedua rekor pengoleksi trofi, Cristiano Ronaldo yang lima kali meraihnya. Atau peraih yang mendapatkan tiga kali, dua kali, dan hanya satu kali.

Jujur saja, capaian Messi relatif sulit disamai. Dan, itu adalah rentang konsistensi pencapaian puncak yang pasti takkan mudah dicapai oleh pemain mana pun.

Hanya, ketika bicara tentang Piala Dunia atau Coppa del Mundo, Messi jelas di bawah “rajanya”, Edson Arantes Do Nascimento alias Pele.

Tiga Piala Dunia! Siapa mampu menyamai?

Ya, sedahsyat itu Pele. Ironisnya, dia tidak menikmati sekalipun anugerah Ballon d’Or. Pele menjalani karier gemilang pada masa ketika kandidat pemenang Ballon d’Or masih memiliki restriksi; hanya pesepak bola dari Eropa yang bisa meraih. Restriksi berlangsung dari awal penyelenggaraan pada 1956 hingga 1995. Praktis sejumlah pesepakbola legendaris di luar Eropa tak punya kesempatan meraihnya.

Pada 2016, dalam perayaan 60 Tahun Ballon d’Or, majalah France Football selaku penyelenggara melakukan “evaluasi ulang internasional”, untuk menghitung siapa saja pemenang 1956-1995 andaikata ajang ini digelar global.

Otak-atik itu tidak mengubah pemenang resmi, namun yang menarik, Pele dikalkulasikan layak meraih 7 trofi. France Football bahkan sempat merilis sampul khusus untuk majalahnya. Ada gambar Pele dengan 7 trofi Ballon d’Or hasil “evaluasi ulang”. Untuk menghormati pencapaiannya yang luar biasa, pada 2014 Pele dianugerahi Ballon d’Or kehormatan dalam seremoni 2014.

Sama seerti Pele, Diego Armando Maradona, mahabintang yang tak kalah fenomenal dan meraih Piala Dunia 1986, juga tidak pernah membendaharakan Ballon d’Or.

Barulah sejak 1995, pemain non-Eropa disertakan dalam kontestasi. George Oppung Weah menjadi pemain Afrika pertama — dan hingga kini satu-satunya — yang mendapatkan.

Show of Magician
Apa yang dipertontonkan Leo Messi di Piala Dunia Qatar 2022 adalah pengukuhan kebesaran dalam nuansa “menjemput takdir”, bahwa pada akhirnya dia meraih apa yang selama ini dipandang sebagai titik kekuranglengkapannya.

Performa mendekati perfeksionis di Qatar itu diperkuat dengan “show of magician” bersama Inter Miami di Liga Amerika Serikat. Dia genapkan ketakjuban dunia dengan aksi-aksi epik free kick-nya. Juga eksepsionalitas olah bola yang tetap menggoda di usia yang sudah tidak lagi muda, 36 tahun.

Nah, pada saat-saat Messi istikamah unjuk kelebihan di Miami, saya mencoba intens melihat pembanding kemampuannya dengan menyimak melalui video aksi-aksi Pele, Best, Rivelino, Cruyff, Cantona, Maradona, Jay Jay Okocha, Weah, Baggio, Ronaldinho, Zidane, Ronaldo Nazario, termasuk Keegan.

Serangkaian video itu memaparkan betapa kaya dunia sepak bola dengan aksi-aksi langka anak manusia seperti yang sekarang melekat dalam kemampuan Messi.

Tak keliru menobatkan La Pulga sebagai “The Real GOAT”, namun kita juga tidak sepatutnya melupakan — misalnya — kemampuan langka Zidane di luar area bintang.

Dari Zidane, Anda simaklah kembali aksi-aksi screening ball, gerakan roulette, teknik-teknik nutmeg, kekuatan fisik, hingga seni mencetak gol. Jelas sekali salah satu pemain terbesar Prancis yang meraih Ballon d’Or 1998 itu adalah seniman langka sepak bola yang pernah dilahirkan. Sejumlah teknik yang ada padanya rasanya tidak dimiliki oleh Pele, Maradona, atau Messi.

Kesenimanan Zidane setara dengan aksi-aksi sirkus Ronaldinho, sebagai “artis Samba” yang memiliki banyak keunggulan “keterampilan panggung” dibandingkan dengan para pesepak bola Brazil lainnya.

Makin banyak menyimak rekaman para seniman dunia itu, makin menjadi terang betapa Lionel Messi memiliki “maqam” pengakuan yang sepantasnya. Dunia takkan berhenti merindukannya.

Ya. Delapan trofi Ballon d’Or, siapa bisa menjajari?

Amir Machmud NS, wartawan suarabaru.id dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah