Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam PMII menggelar aksi di Alun-Alun Wonosobo. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Sejumlah puluhan mahasiswa yang tergabung dalam PC PMII Wonosobo menggelar “Seruan Aksi Panggung Rakyat” di selatan Alun-alun Wonosobo, Selasa (26/9/2023).

Aksi ini bertepatan dengan Hari Tani Nasional ke-63 yang jatuh pada tanggal 24 September 2023 kemarin. Para mahasiswa tampak membawa sejumlah poster yang berisi dukungan terhadap kesejahteraan petani.

Koordinator Umum (Kordum) Aksi PMII Wonosobo Akri Falah, Rabu (27/9), menyampaikan, aksi ini mengajak semua pihak ikut memperhatikan kesejahteraan petani. Karena selama ini nasib petani terpinggirkan dan kesejahteraannya kurang diperhatikan pemerintah.

Selain itu, lanjut dia, aksi tersebut juga sebagai bentuk keprihatinan dab solidaritas atas kasus Pulau Rempang yang kini masih terus bergulir. Petani setempat terancam tergusur oleh kebijakan pemerintah dengan program Eco City. Warga di sana masih menolak untuk pindah dari kampung asalnya.

“Sementara itu, permasalahan petani di Wonosobo, sebagai daerah yang mayoritas petani tapi hari ini mereka kesulitan untuk nendapatkan pupuk bersubsidi. Lahan perhatian di daerah ini juga cukup sempit. Harga produk pertanian di pasaran tidak stabil,” serunya.

Wakil Ketua 2 Bidang Eksternal PC PMII Wonosobo Hamdan Abroe menambahkan, hingga saat ini masih banyak petani yang belum mendapat hak-haknya. Seperti sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi, mengurus kartu tani, dan ancaman perebutan lahan yang masih cukup sering terjadi.

Berpihak Investor

Mahasiswa yang tergabung dalam PMII menggelar aksi untuk menuntut kesejahteraan petani. Foto : SB/Muharno Zarka

Termasuk di Wonosobo, Hamdan menyebut masih banyak petani yang belum memiliki lahan. Sebagian besar warga menjadi buruh tani dengan upah yang rendah. Karena itu, pemerintah harus berupaya menciptakan kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan petani.

“Struktur petani kita ada feodal yang memiliki lahan banyak, petani biasa, petani gurem, buruh tani. Di bawah masih ada tukang gores yang mengambil sisa hasil pertanian. Ini jadi titik refleksi apakah petani itu sudah maju atau belum,” tegasnya.

Melalui aksi ini, Hamdan menegaskan ke mana keberpihakan pemerintah sebenarnya apakah kepada rakyat atau kepada investor. Jika di telusuri lebih jauh, pemerintah cenderung lebih berpihak pada investor dan merugikan petani. Kondisi tersebut tidak boleh terus menerus terjadi.

Lebih lanjut Hamdan mengatakan, sejak Wonosobo diklaim menjadi salah satu pengelola food estate terbaik dan jadi tempat studi banding, bersama rekan lainnya akan mengkaji bagaimana kondisi di lapangan.

“Ini jadi kegiatan pembuka untuk kita melakukan riset pengawalan aksi-aksi lanjutan serupa di bidang pertanian. Perlu dievaluasi apakah program food estate yang sudah berjalan telah berdampak pada kesejahteraan petani setempat,” pekiknya.

Muharno Zarka