Isnajib, nelayan Karimunjawa

JEPARA (SUARABARU.ID) – Isnajib (40), seorang nelayan penduduk Dukuh Alang-Alang, Desa Karimunjawa yang sejak sepuluh tahun lebih menekuni usaha karamba mengeluh. Sebab kini usaha yang ditekuni dengan beberapa nelayan lain sedang terancam. Dugaannya karena perairan Karimunjawa tercemar limbah.

“Saat habis Covid-19 dan semenjak tambak mulai membesar, kasus kematian ikan sering terjadi. Bahkan pernah 6.000 ekor ikan kerapu hasil budidaya dan penangkapan di karamba saya mati tak bersisa. Terus saya berhenti. Tidak berani mengisi ikan budidaya sampai sekarang,” ujarnya

Isnajib juga menjelaskan, setelah kasus kematian masal itu, ia kemudian membeli hasil tangkapan. Tetapi ternyata banyak yang mati juga. Akhirnya tinggal sedikit-sedikit di karamba saya.

Ikan di Karamba yang Rabu lalu mati

“Kemarin yang mati banyak lagi di karamba teman saya berdekatan dengan karamba H. Afif di Karimunjawa. Ikan sunuk 30 ekor dan kerapu 40 ekor yang kondisinya mulus mati tak bersisa” terangnya

Isnajib menduga banyaknya kematian ikan di karamba kawasan ini karena perairan Karimunjawa sudah tercemar limbah. “Karena itu saya tidak berani lagi melakukan budidaya ikan kerapu. Padahal dulu sebelum ada pencemaran perairan Karimunjawa, sangat menguntungkan,” ujar Isnajib yang memiliki 28 karamba ukuran 3×3 m, 3×2 m, 3x 2,5 m dan 2X4 m. Jarak dari daratan sekitar 200 m dan dari areal tambak 1000 m

Ia menjelaskan, budidaya ikan kerapu sangat potensial dikembangkan diperairan dengan kedalaman 1,5 m. “Bibit saya dapatkan dari Situbondo dengan harga Rp. 1000 / cm. Biasanya saat tebar saya gunakan ukuran 9 cm dan dapat berkembang cepat, karena perairan bagus,” terangnya. Kalaupun ada kematian akibat pancaroba baik baratan maupun timuran, hasil panen masih lumayan

Pencemaran perairan membuat Karamba di Karimunjawa terancam

Menurut Isnajib, yang terancam bukan hanya nelayan karamba tetapi juga nelayan yang menangkap ikan dengan bubu. “Sebab karang-karang pada mati, kemudian tidak ada lagi ikan yang berhasil di tangkap,” tuturnya.

Harapannya kepada pemerintah, segera menyelesaikan persoalan ini. Jujur kami menunggu kapan tambak-tambak itu ditutup pemerintah. “Sebaiknya Karimunjawa tetap dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata yang bisa lebih menghidupi masyarakat pribumi atau masyarakat asli. Kalau tambak, yang menikmati hanya pemilik dan beberapa pekerjanya,” papar Isnajib.

Ia menjelaskan, jika kerusakan alam terus dibiarkan, maka masa depan warga pribumi Karimunjawa akan terancam dan mungkin akan kembali ke kondisi 20 tahun lalu. “Sebab daya tarik wisata Karimunjawa itu terletak pada keindahan alam, utamanya yang berada di laut,” terangnya.

Kami menunggu komitmen pemerintah dan aparat untuk menjaga lingkungan Karimunjawa. “Harusnya pemerintah yang mengajak kami untuk menjaga dan merawat kelestarian alam Karimunjawa, bukan orang-orang kecil dan bodoh seperti kami,” tegasnya.

Hadepe