JAKARTA (SUARABARU.ID) – Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) menagih janji pemerintah untuk segera menerbitkan keputusan terkait Harga Pokok Pembelian (HPP) gula tani tahun 2023. Pasalnya, ketentuan HPP tersebut sangat ditunggu petani tebu serta stakeholder yang didalamnya termasuk pabrik gula dan pedagang sebagai acuan penjualan gula tani tahun ini.
Penegasan tersebut sebagaimana disampaikan Ketua umum DPN APTRI, Soemitro Samadikoen menyusul pertemuan DPN APTRI dengan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arif prasetyo Adi dan Menko Perekomian Airlangga Hartarto. Pertemuan tersebut sebagai tindaklanjut usulan HPP gula tani oleh DPN APTRI. Dalam pertemuan yang digelar secara terpisah Rabu (14/6/2023), Soemitro yang didampingi Sekjen DPN APTRI, M Nur Khabsyin secara langsung meminta kepada Kepala Bapanas dan Menko Perekonomian untuk segera menerbitkan keputusan tentang HPP gula.
Pertemuan di kantor Bapanas dihadiri Kepala Bapanas Arif prasetyo Adi, Deputi Bapanas I ketut, Ketua umum DPN APTRI Soemitro Samadkoen dan Sekjen Aptri M.Nur Khabsyin, Direktur eksekutif AGI (asosiasi gula Indonesia Budi Hidayat dan pengurus AGI. Sedangkan pertemuan di kantor menko perekonomian dihadiri Menko perekonomian Airlangga Hartarto, menperin Agus gumiwang kartasasmita, Deputi menko bidang pangan dan pertanian musdalifah, ketua umum DPN Aptri soemitro samadikoen, staf ahli menko yusuf hamka.
Menurut Soemitro, surat terkait usulan HPP gula tani sebenarnya sudah dilayangkan DPN APTRI pada bulan lalu. Namun, sampai saat ini belum ada tindaklanjut dari usulan tersebut.
“Karena sampai saat ini belum ada keputusan mengenai HPP, dampaknya pedagang masih membeli gula tani jauh di bawah usulan HPP yang kami ajukan,”kata Soemitro, Kamis (15/6/2023).
Lebih lanjut, Soemitro menambahkan, DPN APTRI mengusulkan agar pemerintah menetapkan HPP gula sekurang-kurangnya 13.500/kg. Usulan tersebut dengan kalkulasi tingginya biaya pokok produksi (BPP) yang ditanggung petani.
Tingginya BPP tersebut beberapa diantaranya akibat pemakaian pupuk nonsubsidi yang menyumbang 15 persen biaya produksi, upah tenaga kerja dan transportasi.
“Usulan kami sebelumnya HPP Rp 15.000 per kilogram karena pertimbangan biaya pokok produksi saat ini sudah mencapai Rp 13.600 per kilogram. Namun berdasarkan hasil pertemuan tersebut, kami mendesak agar HPP bisa ditetapkan sekurang-kurangnya Rp 13.500/kg,”tandasnya.
Sementara, Sekjen DPN APTRI, M Nur Khabsyin menyebut dalam pertemuan yang digelar tersebut, Kepala Bapanas maupun Menko Perekonomian memberikan respon yang cukup baik. Kedua pihak memberikan harapan dalam minggu depan sudah akan dilaksanakan rapat koordinasi terbatas (Rakortas) sehingga keputusan mengenai kenaikan HPP sudah bisa ditetapkan.
Khabsyin menambahkan, dalam pertemuan tersebut pihaknya juga menyampaikan keluhan lain terkait pencabutan subsidi pupuk yang berakibat petani kesulitan.
“Petani terpaksa memakai pupuk nonsubsidi karena kesulitan untuk mendapatkan pupuk subsidi. Ini berakibat biaya produksi membengkak,”katanya.
Selain itu, APTRI juga mendesak adanya revisi Permenko Perekonomian no 1 tahun 2023 tentang kredit usaha rakyat (KUR). Dalam regulasi tersebut, ada ketentuan yang menyulitkan petani diantaranya petani yang lunas KUR tidak boleh mengajukan kredit lagi.
“Ini juga cukup menyulitkan petani karena petani pasti akan membutuhkan dana lagi untuk memulai tanam. Masa pinjaman hanya sekali,”katanya.
Masalah berikutnya yang disampaikan DPN APTRI adalah adanya praktik penjualan gula sistem forward sale atau sistem ijon yang dilakukan oleh PTPN III. Dalam sistem tersebut, PTPN III menjual gula dengan harga di bawah harga pasar.
“Semisal PTPN III melakukan transaksi di bulan Mei, tapi pengiriman barangnya di bulan Juni dengan harga dibawah harga pasar. Ini merupakan bentuk praktik pemburu rente dan sangat merugikan petani. Akibat sistem ijon tersebut saat ini gula tani hanya laku 12.000 per kg, padahal bulan Mei laku 12.440 per kg,” tambah Khabsyin.
Ali Bustomi