SEMARANG (SUARABARU.ID) – Bagi penikmat kopi di Indonesia, belakangan ini tengah tertuju pada tren cold brew coffee.
Menyeruput segelas kopi dingin di siang hari jauh lebih menyegarkan daripada secangkir kopi panas. Tapi, apakah tren baru ini memang lebih sehat daripada kopi tubruk biasa, seperti kata orang?
Dilansir dari hellosehat, cold brew adalah teknik menyeduh bubuk kopi hitam dengan air dingin (air suhu ruangan) selama kurang lebih 12-24 jam untuk mendapatkan rasa yang optimal.
Kamu bisa menyeduh bubuk kopi pilihan kamu dengan cara merendamnya di gelas, lalu didiamkan dan disaring, atau menggunakan alat penyeduh kopi khusus, seperti french press atau cold drip.
Teknik penyeduhan dingin ini akan menghasilkan konsentrat kopi yang pekat. Konsentrat kopi ini bisa diminum langsung sebagai kopi hitam tanpa basa-basi, atau ditambah susu, krimer, gula, atau pemanis lainnya untuk meracik kreasi kopi lainnya. Misalnya, cappuccino.
Konsentrat cold brew coffee bisa tetap segar hingga dua minggu jika kamu menyimpannya di lemari es.
Apa bedanya cold brew coffee dengan es kopi? Meski namanya mengandung kata dingin, cold brew coffee beda dengan es kopi biasa. Membuat segelas es kopi perlu waktu yang lebih cepat daripada menyeduh kopi cold brew. Es kopi diracik dengan bubuk kopi yang dilarutkan pakai air panas dan ditambahkan es batu setelahnya agar dingin. Konsentrat kopi cold brew didapatkan dari merendam bubuk kopi hitam dengan air dingin atau air suhu ruangan.
Teknik yang berbeda menghasilkan rasa yang berbeda pula. Espresso panas yang dijadikan dasar es kopi harus diproses lebih kuat agar rasa dan aromanya tak mudah pudar setelah diencerkan dengan es. Metode seduhan air panas inilah yang memberikan kopi hitam (baik panas maupun ditambah es) rasa dan aroma pahit yang kuat khas kopi pada umumnya.
Sementara itu, cold brew membutuhkan waktu hingga 18-24 jam untuk menghasilkan konsentrat. Proses yang mirip dengan infused water ini menghasilkan rasa dan aroma yang lebih halus. Inilah yang menyebabkan kopi cold brew terasa lebih manis.
Konsentrat ini juga bisa kamu hidangkan dingin-dingin dengan batu es tanpa harus takut kedapatan rasa yang terlalu tawar karena keenceran. Untuk alasan ini, pembuatan kopi pakai metode cold brew umumnya dianggap sebagai metode terbaik untuk meracik kopi dingin.
Kopi tubruk, espresso, maupun cold brew coffee pada dasarnya adalah kopi hitam biasa. Yang berbeda hanya teknik pembuatannya. Oleh karena itu, baik secangkir kopi hitam tradisional maupun secangkir konsentrat cold brew bisa dibilang sama-sama hampir nol kalori dan tak memiliki nilai gizi berarti.
Secangkir kopi hitam dan konsentrat kopi cold brew yang disajikan tanpa gula sama-sama tidak mengandung karbohidrat, lemak, protein, dan makronutrien penting lainnya, seperti kalsium dan serat. Nilai gizi dari kesemua versi minuman ini baru berubah ketika ditambahkan perasa atau pemanis.
Selain itu, rasa kopi cold brew tidak seasam kopi tubruk tradisional. Kopi yang diseduh pakai air dingin ini memiliki kadar pH 6,31, berlawanan dengan versi panasnya yang mengandung pH 5,48 pada skala pH, semakin rendah angkanya semakin asam zat tersebut.
“Ini berarti kopi cold brew bisa menjadi pilihan yang lebih aman untuk memuaskan keinginan ngopi bagi orang-orang yang punya masalah pencernaan, seperti maag atau refluks asam lambung,” jelas Joan Salge Blake, RD, associate associate klinis di Boston University dan penulis Nutrition & You, dilansir dari Health.
Selain itu, makanan/minuman yang rendah asam telah dikaitkan dengan beragam manfaat kesehatan, seperti mendukung kesehatan tulang, mengurangi hilangnya massa otot, menjaga kesehatan jantung dan memori, hingga mengurangi tingkat keparahan atau kejadian hipertensi dan stroke, menurut sebuah artikel di Journal of Environmental and Public Health.
Kopi cold brew juga lebih rendah kafeinnya daripada kopi hitam yang diseduh air panas. Satu cangkir kopi hitam yang diracik dengan air panas mengandung sekitar 62 miligram kafein, sementara kafein dalam konsentrat kopi cold brew pada umumnya hanya berkisar 40 miligram.
Ning Suparningsih