SEMARANG– Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Tengah, Amir Machmud NS dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Sri Mulyadi merespons positif wacana Kongres Ke-24 PWI di Solo, September mendatang yang akan dijadikan momentum strategis kembali ke khitah kewartawanan berwawasan kebangsaan.
Dalam audiensi panitia kongres dengan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Senin (16/7l), Sekretaris Jenderal PWI Pusat Hendry Ch Bangun menyampaikan gagasan tersebut. Hal itu dilatarbelakangi oleh kegelisahan terhadap kecenderungan praktik berjurnalistik dan bermedia yang mengabaikan semangat kehidupan kebangsaan. Fenomena akhir-akhir ini, sebagian wartawan menjadi bagian yang tidak ikut menjaga, melainkan malah meninggalkan semangat sebagai wartawan pejuang.
Gubernur Ganjar Pranowo sepakat dengan wacana tersebut sebagai respons sikap atas kondisi media sekarang. Mindset dan orientasi dari keadaan latar belakang kesejahteraan sumberdaya manusia wartawan butuh pemikiran-pemikiran solutif, yang harus dipecahkan oleh organisasi profesi kewartawanan.
Mengabaikan Matra
Amir Machmud berpendapat, praktik bermedia sekarang banyak yang mengabaikan matra akuntabilitas, disiplin verifikasi, dan tujuan membangun kepercayaan publik. Banyak dikembangkan narasi opini dengan semangat mendikotomikan “pihak sana” dan “pihak sini”, sehingga tidak tergambar orientasi untuk menjadi refleksi dan pendamping yang menyuburkan elan kebhinekaan. “Terjadi disorientasi agenda setting dan framing yang menggelisahkan semangat keberagaman,” ungkap Amir.
Tekad pewacanaan itu, menurutnya, akan sejalan dengan Deklarasi Pers Pencasila yang diinisiasi oleh Ketua PWI DIY Sihono HT dan ditangatangani oleh para ketua PWI di Keraton Kilen, Yogyakarta, 6 Juli lalu. Pernyataan sikap itu dihadiri oleh Sri Sulta Hamengku Buwono X dan sejumlah tokoh akademisi.
Amir Machmud menambahkan, PWI Jateng dalam rangkaian kegiatan Orientasi Kewartawanan Calon Anggota, sebenarnya sudah jauh hari menjadikan wawasan kebangsaan ini sebagai elemen kurikulum. Semua masuk dalam mata pelajaran konvergensi media, pengenalan ke-PWI-an, dan Kode Etik Jurnalistik. “Temanya adalah aksentuasi tanggung jawab sosial kebhinekaan, bahwa wartawan memang harus berpihak, yaitu kepada kebenaran dan kemaslahatan hidup bersama,” kata Amir.
Kode Etik
Ketua DKP Sri Mulyadi menambahkan, profesionalisme merupakan barikade advokasi preventif wartawan agar produk jurnalistiknya aman dari kemungkinan celah sosial dan celah hukum.
“Maka profesionalitas harus terekspresikan secara komprehensif, yakni punya cukup bekal kompetensi teknis secara mumpuni, sekaligus bekerja dengan berpegang pada Kode Etik Jurnalistik. Kalau ini konsisten dijadikan penghayatan, maka merupakan sikap preventif yang akan membuat aman wartawan, dan menciptakan kenyamanan publik dalam menerima dan menyampaikan informasi,” tutur Sri Mulyadi.
Kegelisahan terhadap praktik kewartawanan yang tidak tepat, kata Sri Mulyadi, akan menurunkan kepercayaan publik. Termasuk jangan sampai membiarkan munculnya lubang besar dalam menjaga kebhinekaan. “Ini tema strategis kongres yang harus kita dukung,” katanya. (suarabaru.id)