YOGYAKARTA (SUARABARU.ID) – Artjog sebagai pameran seni rupa kontemporer tahunan yang diadakan di Yogyakarta. Di ajang prestisius ini pada 2022 ternyata ada andil perempuan Kebumen.
Sejak digulirkan pada 2008, perhelatan ini menjadi salah satu pameran papan atas yang menampilkan karya-karya seni rupa terseleksi dan mengangkat tema sangat kontekstual.
Seniman dan karya yang berhak tampil mesti menjalani proses kuratorial yang sangat ketat. Siapa sangka salah satu kurator yang memilih dan mengurus karya seni untuk dipamerkan di balik perhelatan itu adalah seorang gadis muda dari Kebumen.
Dia bernama Karen Hardini (26), putri pasangan Djoko Hartono dan Supriyatini dari Sruweng, Kebumen. Dalam Artjog kali ini, Karen bertugas meng-kurasi karya Riyan Kresnandi yang berjudul RAM (Reconnected Access Memory) Museum.
Ini adalah karya senirupa berbentuk ruang digital yang memadukan game online sebagai museum maya yang menelusuri produk seni ‘bermasalah’ pasca Orde Baru. Karya ini secara brilian menfaatkan kecanggihan teknologi untuk membedah paradoks kebebasan era reformasi yang ternyata menciptakan ‘ruang penindasan’ bagi karya seni.
Karen saat ini tercatat sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Gadjah Mada di bidang Kajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Alumnus Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Yogyakarta ini memang sejak kecil telah bergelut dengan dunia menggambar.
“Saya lebih tertarik pada aspek sosial budaya dari seni rupa. Karya seni selalu lahir dari situasi lingkungan dan tentu berdampak pula pada lingkungan. Karena itulah saya memutuskan untuk menekuni bidang kajian seni rupa, bukan menjadi seorang pelukis penuh waktu,”ujar alumna SMA N Gombong ini.
Mengkaji dan Menyusun Catatan Kuratorial
Selain terlibat di Artjog, Karen juga menjadi salah satu kurator di Sangkring Gallery, salah satu galeri penting di Yogyakarta yang rutin memamerkan karya-karya berkualitas. Di sini dia bertugas mengkaji dan menyusun catatan kuratorial atas karya-karya yang dipamerkan.
Di sela kesibukannya, ternyata Karen masih menyempatkan diri mengajar senirupa kepada anak-anak. Meski demikian dia memiliki catatan kritis tentang kegiatan ini, terutama untuk orangtua yang terobsesi mendorong putra-putrinya menjadi juara lomba.
“Semestinya kita memfasilitasi anak agar suka menggambar, tak harus pintar menggambar. Dengan menggambar anak akan menjadi lebih dekat dengan lingkungan memiliki kepekaan tinggi. Untuk anak-anak berkebutuhan khusus, bahkan menggambar dapat menjadi terapi yang efektif,”terang mantan pengurus Senat Mahasiswa ini.
Terkait perkembangan dunia seni rupa di Kebumen, Karen mengakui memang ada banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Selain minimnya fasilitas, apresiasi dari masyarakat mesti terus ditumbuhkan.
“Jujur saja banyak perupa muda bertalenta yang memilih berkarya di kota lain seperti Yogya. Di sini tersedia fasilitas dan ruang berkarya yang memadai. Publik pun memiliki kesadaran apresiasi yang tinggi. Belum lagi adanya ekosistem seni yang mendukung sehingga seniman dapat semakin mengembangkan talentanya,”tutur Karen.
Lantaran hal itu Karen sangat terbuka jika ada perupa Kebumen yang memiliki keinginan berkolaborasi untuk kemajuan dunia seni. Hal ini ditunjukkan dengan antusiasmenya saat mendampingi para perupa dari Komunitas Kebumen Menggambar mengadakan kunjungan belajar di Artjog dan Sangkring Gallery hari Rabu (31/8).
Komper Wardopo