KUDUS (SUARABARU.ID) – Pemerintah Kabupaten Kudus menganggarkan rencana pembangunan Sentral Industri Hasil Tembakau (SIHT) sebesar Rp 18 miliar melalui APBD 2022. Anggaran ini merupakan kucuran dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
Pembangunan SIHT tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215 Tahun 2021 tentang Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. Dalam regulasi tersebut, salah satu pemanfaatan DBHCHT digunakan untuk pembinaan industri hasil tembakau dan peningkatan kualitas bahan baku.
Diterangkan Bupati, dari laporan Disnaker Perinkop UMKM, saat ini baru dilakukan survei lokasi dan melakukan appraisal (penghitungan harga tanah).
Rencananya SIHT tersebut akan dibangun di sekitar Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) yang diresmikan pada tahun 2020 lalu. Lokasi ini sebelumnya, bernama Lingkungan Industri Kecil Industri Hasil Tembakau (LIK IHT).
“SIHT cakupannya lebih luas dari KIHT, dan sebenarnya fungsi SIHT juga sama dengan KIHT. Hanya saja, untuk luasan SIHT lebih luas daripada KIHT,” kata Hartopo Jumat (10/6).
“Targetnya dengan anggaran sebesar Rp 18 miliar tersebut dapat digunakan untuk membeli tanah lokasi SIHT dan juga bangunan fisik. Bila anggaran ditambah melalui APBD perubahan, tentunya malah lebih susah lagi karena waktunya yang pendek,”ungkapnya.
“Jika memang anggaran hanya cukup untuk beli tanah saja, maka bangunan fisiknya harus menunggu APBD 2023 mendatang. Saya juga sudah minta kepada Disnaker agar meminta informasi untuk regulasi atau aturan terkait tanah SIHT tersebut harus yang seperti apa dan bagaimana. Hal yang harus diperhatikan akses menuju lokasi ke SIHT juga harus baik. Karena KIHT sendiri juga sudah tidak dapat diperluas,” tambah Hartopo.
Untuk industri rokok kecil di Kudus imbuh Hartopo, yang antri di KIHT sendiri terdapat 17 pengusaha. Dengan nantinya dibangun SIHT, maka dapat menampung lebih banyak para pengusaha rokok kecil di Kudus.
Rencana dibangunnya Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) disambut baik pelaku usaha rokok golongan III. Kondisi Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) Kudus dinilai belum cukup memadai karena hanya cukup untuk menampung 11 perusahaan.
Pemilik Pabrik Rokok (PR) Sutrisno menyebutkan, pabrik yang memiliki 150 karyawan itu tidak cukup untuk bekerja di atas lahan seluas 400 meter persegi.
“Kami sempat izin untuk memperluas bloknya dengan membuat bangunan semi permanen, namun masih belum bisa,”tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Perindustrian, Koperasi dan UMKM (Disnakerperinkop dan UMKM), Rini Kartika menjelaskan, antrean perusahaan rokok yang hendak masuk ke KIHT telah mencapai 17 perusahaan.
Padahal kapasitas KIHT hanya 11 perusahaan dan saat ini seluruh blok sudah penuh terisi. Sehingga rencana pembangunan tiga gedung KIHT, dan rencana pendirian SIHT dapat menambah jumlah perusahaan.
“Nanti rencana mau ditambah gedung baru, dan juga SIHT bisa semakin banyak menampung perusahaan,” ujarnya.
Pihaknya juga melakukan evaluasi terhadap perusahaan yang sudah masuk ke KIHT. Pasalnya terdapat sejumlah perusahaan yang tidak aktif produksi.
Banyak dari perusahaan itu hanya berproduksi pada momentum tertentu saat terdapat pesanan.”Kalau ada pesanan, baru produksi. Jadi tidak produksi setiap hari. Makanya perlu ada evaluasi,” ujar dia.
Ali Bustomi