SEMARANG- Pada tahun 2017 dengan rentang waktu bulan Januari – Februari terjadi 58 kasus pemerkosaan dan 72,31% perempuan menjadi korban pemerkosaan di Kota Semarang. Dari data tersebut terlihat masih tingginya angka pemerkosaan pada perempuan. Kekerasan seksual memiliki dampak yang sangat serius salah satunya yaitu PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).
PTSD menimbulkan gejala seperti gangguan secara emosi yang berupa mimpi buruk, sulit tidur, kehilangan nafsu makan, depresi, ketakutan dan stress. Banyak korban pemerkosaan pun mengalami trauma serius sebagai akibat pemerkosaan seperti takut berhubungan dengan lawan jenis, merasa bersalah, merasa waspada berlebihan, dan lain sebagainya. Mereka juga merasa malu dan takut untuk mencari pertolongan psikologis karena takut akan pandangan orang lain dan enggan mengikuti intervensi psikologis.
Realitas tersebut membuat tim PKM Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang terdiri atas Fahrool Khanafi, Fia Sari Kusumawati, Fitria Khoirunnisa, dan Diany Ufieta Syafitri MPsi sebagai pembimbing berupaya untuk memberikan inovasi baru bagi penanganan PTSD bagi korban pemerkosaan, yaitu dengan menari atau dalam psikologi dikenal dengan Dance Movement Therapy yang dalam penelitian ini disingkat menjadi DEMEN.
Menari merupakan salah satu metode art therapy atau terapi seni yang masih jarang dikembangkan di Indonesia. Menari dipilih karena dianggap sebagai metode yang ringan dan ekspresif, juga berbeda dengan metode psikoterapi biasanya. Metode teraupetik DEMEN tidak menekankan pada keindahan gerakan namun memadukan gerakan bebas, ekspresi emosi, dan imagery.
DEMEN yang dilakukan 24 April – 8 Mei 2019 mempunyai rangkaian 6 pertemuan dengan durasi masing-masing 120 menit. Adapun pertemuan 1 merupakan sesi perkenalan dimana subjek memperkenalkan diri dan menceritakan pengalaman saat diperkosa dan selanjutnya. Pertemuan 2 adalah Stress Release Movement yang mengajari klien gerakan-gerakan untuk mengeluarkan stres yaitu body shaking.
Pertemuan 3 merupakan tarian perasaan yang bertujuan mengajari klien pengenalan emosi melalui gerakan-gerakan tubuh dan menyadari emosi yang selama ini dirasakan melalui gerakan. Pertemuan 4 adalah tarian luka, di mana klien diajak membayangkan peristiwa traumatis yang ia alami dan mengekspresikan lukanya melalui tarian. Tarian luka II merupakan pertemuan 5 dalam intervensi, dalam sesi ini klien di minta untuk mengingat pengalaman traumatisnya dan memberikan klien kesempatan untuk mengkonfrontasi traumanya.
Pertemuan 6 merupakan sesi pamungkas pada sesi ini lebih menumbuhkan perasaan positif dan membuat harapan untuk melanjutkan keseharian klien.Seluruh kegiatan intervensi dilaksanakan di Fakultas Psikologi Unissula bersama dengan psikolog dan Tim PKM.
Metode penelitian menggunakan eksperimen dengan single case single subject ABA dengan 3 kali pengukuran sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian ini melibatkan satu perempuan dengan usia 23 tahun yang pernah menjadi korban pemerkosaan. Hasil penelitian menujukkan adanya penurunan PTSD yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
Setelah mengikuti treatment DEMEN subjek merasa beban, stres/tekanan berkurang. Subjek lebih dapat mengekspresikan emosi yang sedang dirasasakan melalui gerakan. Subjek merasa tidak takut lagi untuk mengingat perristiwa pemerkosaan yang terjadi pada dirinya. Subjek juga merasa telah membuang ingatan yang selama ini menjadi mimpi buruk dan menganggap kejadian pemerekosaaan yang menimpa dirinya dapat dijadikan sebagai pembelajaran agar menjalani hidup lebih baik lagi./suarabaru.id