Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga
Tibalah saat terbaik bagi siapa saja untuk TTM, yakni menyuburkan kembali semangat hidup bersama penuh tolong-menolong, senantiasa diwarnai ucapan terima kasih, apalagi untuk meminta maaf secara tulus di saat-saat penuh berkah ini. Itulah TTM, rangkaian kata indah di hari-hari indah saat ini: tolong, terima kasih, dan maaf.
Mengapa harus saling menolong, mengapa perlu tolong-menolong? Sejatinya tidak perlu dipertanyakan lagi karena semua dan bagi siapa pun sudah sangat jelas bahwa kita hanya dapat hidup apabila saling bertolong-tolongan.
Mampukah Anda hidup (apalagi bahagia) terlepas dari pertolongan orang/pihak lain? Satu dua hari, barang sepekan dua pecan, mungkin Anda dapat merasa nyaman hidup tanpa harus ditolong/dibantu pihak lain. Namun selebihnya, rasanya sulit mengesampingkan pertolongan orang lain.
Di sinilah substansi kata tolong bermakna, karena membuktikan bahwa siapa pun membutuhkan bantuan pihak lain; namun seraya membiasakan diri mengatakan tolong, kita bersikap sangat humble, sangat sopan dan tidak memaksa. Orangtua sudah mengajarkan kesopanan awal ketika mengatakan kepada anak-anaknya: “Tolong ya Ibu dibantu membereskan barang-barang ini.” Mari selalu katakan “tolong.”
Sekali pun Anda berposisi sebagai pimpinan dan harus memerintahkan sesuatu, anak buah akan lebih senang jika Anda mengawalinya dengan kata-kata: “Saya minta tolong ya ..” Dan alangkah indahnya setelah itu pimpinan mengakhirinya dengan mengatakan terima kasih.
Adem
Begitulah, selanjutnya akan terjadi suasana hidup bersama yang adem ketika kata tolong dan terima kasih terus menggema di tataran paling rendah yaitu di rumah, dan akan sangat besar manfaatnya bila terjadi di tataran tertinggi seperti di pemerintahan maupun instansi sederajatnya. Tolong dan terima kasih.
Baca Juga: Kesatria Zaman Now: Tinggalkanlah “Dhemen Moyoki, Mojoke, lan Magoli” (Part 4)
Bagaimana halnya dengan maaf? Dalam suasana Idul Fitri ini, -selamat Idul Fitri sahabat-sahabat- , berjuta-juta kata maaf terdengar di segala penjuru kehidupan. Inilah saat paling adem… dan indah mendengar, melihat, bahkan merasakan saling maaf-memaafkan.
Dalam konteks relasi sosial, meminta maaf dan memberi maaf menjadikan setiap individu berada dalam posisi sama-setara, tidak ada yang lebih tinggi atau berada di posisi lebih rendah dari sesamanya. Kondisi seperti ini sangat ideal untuk mengakhiri “kegelapan” namun juga sudah dengan sendirinya mengawali terang baru.
Kompletlah keutamaan hidup ini dengan membiasakan berkata-kata tolong, terima kasih, dan maaf kepada siapa pun tanpa perlu memandang siapa lebih tua dan siapa lebih muda, siapa berpangkat dan siapa tidak berpangkat.
Baca Juga: Hari Gini, Bersikap Kuatlah: Aja Cingeng, Cinging, lan Cengeng (Part 3)
Bukan aib kok orangtua mengatakan maaf kepada anaknya; dan sama bukan aib ketika bos mengatakan tolong dan terima kasih kepada suruhannya. TTM sangat besar kontribusinya dalam menciptakan kehidupan bersama yang adem… dan indah…. Ayo, galakkan TTM. Tolong ya teman-teman, mari ber-TTM, terima kasih atas kesediaan Anda. Maaf.
(Tukiman Tarunasayoga, Pengajar Pascasarjana di UNIKA Soegijapranata, Semarang dan UNS)