Oleh : Hadi Priyanto
Setelah berpamitan dengan murid-muridnya di Troso, Idha Gurnadi melanjutkan perjalanannya. Tidak ada yang dituju, kecuali bisikan gaib yang mentuntun langkahnya hingga rombongan sampai kesebuah hutan yang banyak mata air dan terdapat sungai yang airnya melimpah. Namun mata batin Idha Gurnandi dapat melihat banyak roh jahat yang ada disekitar hutan itu.
Karena itu ia mengajak sababatnya Hasan Basri, Rogas dan kedua anak Sunan Kalijaga yang bernama Suwud dan Sujud untuk melantunkan bersama ayat-ayat Al Qur’an. Setelah beberapa saat, barulah Idha Gurnadi mengajak mereka untuk mulai membabad hutan, sebab kuasa kegelapan itu telah dikalahkan. Idha Gurnandi mengajak mulai membabad hutan pada malam Jum’at Wage.
Padukuhan kecil ini kemudian dikenal sebagai padukuhan Singorojo yang berasal dari nama daerah asal Idha Gurnadi, Singaraja, Bali. Padukuhan ini cepat berkembang. Sebab banyak warga desa Kerso, Semat, Sukosono dan Troso kemudian banyak berdatangan membantu. Juga dari padukuhan lain banyak yang kemudian berdatangan untuk belajar mengaji. Sementara Idha Gurnadi mulai dikenal juga sebagai Datuk Singorojo.
Diantara mereka yang datang ada seorang gadis cantik yang bernama Jatisari. Karena kebaikan Idha Gurnandi, Jatisari akhirnya jatuh cinta. Namun Idha Gurnandi merasa bahwa Jatisari terlampau muda. Disamping itu, ia merasa bahwa gadis cantik itu bukan jodohnya, tetapi jodoh Rogas, yang menemani perjalanannya dari Bali.
Akhirnya keduanya dinikahkan dan kemudian tinggal disuatu tempat tidak jauh dari tempat Idha Gurnadi membuka padukuhan. Padukuhan tempat Rogas dan Jatisari itu kemudian dikenal dengan nama desa Jatisari.
Sementara Datuk Singorojo terus melanjutkan syiar Islam. Ia bahkan mulai mendirikan pesantren seiring dengan semakin banyaknya murid yang ingin belajar tentang Islam. Diantara murid-murid itu banyak yang berasal dari desa Semat, Sukosono, Kerso dan Troso. Desa-desa ini jejak syiar Datuk Singorojo sangat dirasakan oeh warga. Pesantren Datuk Singorojo semakin besar dan dikenal luas. Bahkan sampai Mataram. Datuk Singorojo dibantu oleh Hasan Basri.
Karena itu ketika usai melaksanakan tugas menumpas pemberontakan di sekitar Muria, Raden Mas Ayu Semangkin yang kala itu menjadi salah satu senopati Mataram mohon ijin kepada Raja untuk tidak kembali ke keraton. Dengan didampingi dua orang tamtama perang yang sakti mandraguna yakni Ki Brojo Pangingtaan dan Ki Tanujayan, Raden Mas Ayu Semangkin mengunjungi pesantren Datuk Singorojo dan sekaligus menyampaikan rencananya untuk membuka hutan di pinggir di pintu masuk Bumi Kalinyamatan, sebagai tempat tinggal mereka. Ia ingin membentengi Bumi Kalinyamatan dari gerombolan perusuh.
Tentu kedatangan Raden Mas Ayu Semangkin disambut hangat oleh Datuk Singorojo. Bahkan beberapa waktu kemudian Raden Mas Ayu Semangkin menitipkan kedua anak kembarnya, Danang Syarif dan Danang Sirokol untuk dididik ajaran Islam.
Setelah beberapa saat berada di padepokan Idha Gurnadi, rombongan prajurit Mataram ini pamitan untuk membuka hutan. Mereka berjalan kearah selatan. Setelah sampai ke kawasan yang agak landai dan masih ditumbuhi oleh pohon besar Kanjeng Ibu Mas Semangkin bersama rombongan memutuskan untuk membabat hutan.
Rombongan tersebut dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari Raden Mas Ayu Semangkin dan Ki Brojo Penggingtaan membabat hutan di wilayah utara. Sedangkan dibagian Selatan dipimpin oleh Ki Tanujayan bersama sebagian prajuritnya. Datuk Singorojo juga membantu mereka membuka hutan hingga Desa Mayong cepat berkembang.
Setelah meninggal, Mbah Datuk Singorojo dimakamkan di desa yang telah dibukanya. Makam itu kini berada di sudut area pemakaman umum. Makam Datuk Singorojo ini dikenal sebagai salah satu makam keramat di Jepara. Sehingga aura mistiknya sangat terasa.
Di sebelah timur makam juga terdapat musholla yang selalu ramai digunakan sebagai tempat “selamatan” oleh warga sekitar. Selain dipergunakan sebagai tempat sholat dan selamatan, musholla tersebut sering digunakan sebagai tempat istirahat bagi pengunjung yang memiliki tujuan khusus, bukan hanya ziarah. Biasanya, mereka datang dari luar desa. Di kawasan makam, juga terdapat pohon aren yang konon berasal dari masjid Datuk Singorojo yang berada di desa Kerso.
Untuk mengenang dan menghormati jasa besar Mbah Datuk Singorojo dalam syiar Islam, warga masyarakat secara turun temurun merayakan haul. Waktunya pada hari Jum’at Wage pada bulan Muharrom. Konon ini adalah saat Datuk Singorojo mulai babad alas. Selain warga sekitar, masyarakat Desa Kerso, Troso, Semat dan Sukosono juga ikut mendatangi makam Datuk Singorojo di Kecamatan Mayong
Hadepe