KOTA MUNGKID(SUARABARU.ID)-Polres Magelang berhasil mengungkap kasus tindak pidana korupsi pada kegiatan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Windusari, Kabupaten Magelang yang mengakibatkan kerugian negara mencapai ratusan juta rupiah. Tersangka kasus tindak pidana korupsi tersebut adalah oknum kepala desa periode tahun 1999 – 2013. Saat ini penyidikan kasus tersebut sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Negeri Magelang.
Kapolres AKBP Mochammad Sajarod Zakun, membenarkan adanya kasus korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara hingga ratusan juta rupiah dengan tersangka oknum kepala desa periode 1999-2013. “Tersangka dalam kasus ini adalah oknum Kepala Desa Mangunsari, Kecamatan Windusari (1999-2013) berinisial L (51). Berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Provinsi Jateng ditemukan kerugian negara Rp 314.080.000,” jelasnya di Mapolres, Jumat (11/3/2022).
Selebihnya dipaparkan, kasus tersebut berawal pada tahun 2012 dimana UPK Lestari Kecamatan Windusari, Magelang melaksanakan kegiatan perguliran sektor ekonomi Progam Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Dananya bersumber dari APBD maupun APBN yang dikelola oleh UPK.
“Tersangka yang waktu itu menjabat sebagai kepala desa telah mengkondisikan dan menyuruh anggota kelompok masyarakat Desa Mangunsari untuk mengajukan pinjaman dana bergulir yang kemudian uang hasil pencairannya diminta dan digunakan untuk kepentingan pribadi,” kata Kapolres.
Pada kesempatan yang sama Kasatreskrim AKP Muhammad Alfan Armin mengungkapkan, pada awalnya tersangka menyuruh anggota kelompok untuk mengajukan pinjaman dengan cara meminta KTP dan kartu keluarga (KK) anggota kelompok tersebut sebagai syarat pengajuan pinjaman ke UPK Lestari. Meski anggota kelompok yang dipinjam KTP dan KK-nya tersebut tidak pernah mempunyai niat untuk mengajukan pinjaman di UPK Lestari. Mereka juga tidak pernah membuat proposal maupun menandatangani proposal pengajuan.
Pada saat dilakukan verifikasi pengajuan pinjaman maupun pencairan pinjaman dari pihak UPK Lestari, dua anggota kelompok diminta untuk mendatangi dan menerima langsung uang hasil pencairan tersebut. Setelah uang pencairan tersebut diterima oleh anggota kelompok, kemudian oleh anggota kelompok, uang tersebut ada yang diserahkan kepada tersangka, ada pula yang diambil di rumah anggota.
Tersangka menggunakan enam kelompok sebagai atas nama pengajuan pinjaman. Pinjaman tiap kelompok beragam, berkisar Rp 5 juta sampai Rp 7 juta. “Sehingga total dari pinjaman yang digunakan oleh tersangka sebesar Rp. 153.000.000,” terang Alfan.
Terhadap anggota kelompok yang namanya digunakan sebagai atas nama pinjaman, oleh tersangka diberikan imbalan sebesar Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu dan untuk salah satu kelompok diberikan uang imbalan sebesar Rp 2 juta kepada kelompok.
“Selain itu tersangka juga menggunakan uang angsuran yang dititipkan dari anggota kelompok sebesar Rp 16.100.000,” tambahnya.
Terkait dengan uang hasil pencairan pinjaman dari anggota kelompok dan uang titipan angsuran yang digunakan, sampai saat ini belum pernah melakukan pembayaran angsuran kepada pihak UPK Lestari.
“Akibat dari kasus ini jumlah keseluruhan kerugian sebesar Rp 314.080.000. Uang yang disalahgunakan dan tidak dikembalikan ke UPK oleh tersangka sebesar Rp 169.100.000, yang berasal dari penyalahgunaan pinjaman atas nama anggota kelompok Rp 153.000.000, dan titipan angsuran yang tidak disetorkan Rp 16.100.000,” jelasnya.
Berkas perkara kasus tersebut sudah dinyatakan lengkap. Selanjutnya tersangka dan sejumlah barang bukti dalam waktu dekat akan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Magelang.
“Tersangka disangka dengan Pasal 2, Ayat (1) subsider Pasal 3 UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UURI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 18 UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dengan UURI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar,” tegas Alfan.
Sementara tersangka L mengaku menggunakan uang untuk usaha tembakau. Namun saat panen, harga tembakau anjlok. “Uang saya gunakan untuk usaha tembakau tetapi gagal karena harganya anjlok,” akunya.
Eko Priyono