JEPARA (SUARABARU.ID) – Pusat Studi Gender dan Anak Unisnu Jepara menyampaikan keprihatinan atas semakin meningkatnya angka perceraian yang ada di Jepara, setiap harinya. Bahkan pada awal tahun ini hingga 20 Januari 2022 telah tercatat 242 pasangan suami istri yang mengajukan perceraian atau 12,1 pasangan per hari.
Hal tersebut disampaikan Ketua Pusat Studi Gender dan Anak Unisnu Jepara, Santi Andriyani, M.Pd saat diminta tanggapannya terkait dengan trend meningkatnya angka peceraian di Jepara pada tahun 2022.
Menurut Santi Andriyani, sebelumnya pada tahun 2021 berdasarkan data dari Pengadilan Agama Kab. Jepara, selama satu tahun tercatat sebanyak 2015 perkara perceraian dengan tipe cerai gugat 1553 perkara dan cerai talak 462 perkara. “Kondisi ini harusnya menjadi keprihatinan bersama dan perlu ada penanganan yang sinergis antar pemangku kepentingan,” ujar Santi Andriyani.
BACA JUGA Tahun 2021 Sebanyak 2015 Pasangan di Jepara Cerai, 77,07 Persen Diajukan Istri
Harapan kami ada komitmen bersama dalam meminimalisir angka perceraian yang semakin melonjak. “Perlu ada kerjasama dan MoU bersama antara semua pihak dengan leading sektor adalah Pemerintah Daerah. Harus ada riset dan kajian yang mendalam terhadap persoalan sosial ini,” ujarnya. Dengan demikian dalam penanganan kasus ini kita tidak gagap, tambahnya.
Terkait dengan tingginya angka perceraian menurut Santi Andriyani, perlu ada pendampingan dan konseling bagi pasangan yang akan bercerai. Tujuannya agar proses perceraiannya menghasilkan kebaikan bagi keduanya tanpa ada persoalan yang timbul selanjutnya.
“Hal penting lainnya adalah perlu ada pendampingan korban perceraian yaitu anak supaya bisa tetap terpenuhi hak- hak anak,” tambah Santi Andriyani. Ini bisa dilakukan oleh segenap elemen terkait termasuk PSGA, Pemda dalam hal ini DP3AP2KB, KUA, pemerintahan desa, dan ormas, ujarnya.
BACA JUGA Miris, Bulan Januari Tiap Hari 12 Pasangan di Jepara Ajukan Cerai
Fenomena tingginya angka perceraian yang diajukan oleh istri menurut Santi Andriyani dikarenakan banyaknya pengangguran dan PHK saat pandemic, menjamurnya pabrik-pabrik yang ada di Jepara dan mindset dan pola pikir masyarakat yang bias gender.
Karena PHK, banyak suami yang menganggur dan tidak memiliki pekerjaan. Sebaliknya karena kondisi ekonomi dan kebutuhan primer serta peluang maka istri yang bekerja diluar.
“Karena konsep berkeluarga masih mayoritas menggunakan prinsip patriarki dan relasi kuasa, maka ketika terjadi ketimpangan diantara keluarga menyebabkan perselisihan dan berujung pada perceraian,” ungkapnya
BACA JUGA Unisnu dan Disdikpora Jepara Wujudkan Sekolah Inklusi
Oleh karena itu menurut Santi Andriyani perlu beberapa pendekatan untuk menyelesaikan permasalahan diatas. Sebagai tahapan pencegahan maka perlu edukasi dan sosialisasi tentang ketahanan keluarga, dan keluarga maslahah yang berbasis keadilan dan kesetaraan gender .
Hadepe