WONOSOBO(SUARAVARU.ID)-Wakil Bupati Wonosobo Jawa Tengah M Albar mengatakan hutan yang di daerahnya miliki lahan cukup luas. Tetapi mayoritas adalah hutan lindung, bukan hutan produksi.
“Karena itu, semua harus mengedukasi dan memberikan pemahaman pada masyarakat bahwa kondisi kontur tanah di Wonosobo memang harus selalu dijaga agar terhindar dari segala bencana,” katanya.
Menurut Albar, dengan penanaman kayu, buah- buahan dan tanaman yang sifatnya bisa mendukung konservasi linglungan, maka kelestarian hutan bisa tetap terjaga. Bencana tanah longsor tidak akan terjadi.
M Albar mengatakan hal itu pada acara “Optimalisasi Kawasan Hutan dengan Menanam Alpukat untuk Meningkatkan Sosial Ekonomi dan tetap Menjaga Konservasi,” di Petak 17-3 RPH Sigedang Desa Lengkong Garung, Wonosobo, Selasa (9/11).
Wabup juga menyampaikan kondisi geografis Wonosobo merupakan daerah yang rawan bencana alam, terutama tanah longsor, tanah bergerak dan memungkinkan untuk terjadinya banjir bandang.
“Maka hutan yang ada harus terus dijaga dan dirawat sebaik mungkin. Tanpa mengurangi dari sisi ekonomi bagi warga sekitar hutan. Masyarakat bisa merawat dan memanfaatkan hutan negara tersebut,” paparnya.
Tetapi, imbuh dia, semua harus dilakukan dengan mematuhi aturan aturan yang ada. Warga tidak bisa seenaknya menggunakan hutan negara yang notabene merupakan hutan lindung. Hutan musti tetap dijaga agar daerah sekitarnya lestari.
“Bicaralah dengan Perhutani yang nberwenang tentang hutan negara. Semua harus duduk bersama, sehingga akan menguntungkan semua pihak,” tutur pria yang pernah menjabat Wakil Ketua DPRD Wonosobo itu.
Dikatakan Albar, apa yang dilakukan Kelompok Peduli Konservasi Lahan di kawasan hutan, Perhutani, LMDH, KTNA dan Banser dengan menanam pohon alpukat di wilayah hutan lindung bisa menjadi contoh bagi wilayah lain di Wonosobo,” terangnya.
Rawat Bumi
Merawat bumi atau hutan, ungkap Albar, sekaligus bisa mendatangkan nilai ekonomi. Jadi manfaatkan hutan untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama. Hutan harus dirawat bukan untuk dirusak.
Sementara itu, Wakil Administratur KPH Kedu Utara, Agus Nawin, menambahkan hutan di Wonosobo memang didominasi oleh hutan lindung. Di mana sesuai peruntukannya masih terbatas untuk melindungi tanah dan air.
“Dengan adanya program penanaman seperti alpukat, kopi, durian ternyata bisa memberikan hasil yang lebih lagi dan ini yang memang diharapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHlH dan Kehutanan),” ujarnya.
Bahwa kawasan hutan lindung itu kalau bisa ada kontribusi lebih, tidak hanya fungsi perlindungan alamnya.
Kegiatan seperti ini, ke depan akan sangat banyak manfaatnya.
“Selain bisa tetap merawat hutan untuk keamanan tanah dan air, tetapi bisa memberi nilai ekonomi lebih. Juga bisa menambah nilai sodakoh, karena secara teori disetiap tanaman kayu ataupun tanaman jangka waktu lama yang ditanam bisa menghasilkan oksigen bagi dua orang,” bebernya.
Kalau mau menanam di kawasan hutan, menurutnta, ada persyaratannya atau ketentuannya yang diatur dalam kesepakatan bersama yang dituangkan dalam perjanjian kerjasama. Di mana ada hal hal yang bisa dilakukan dan tidak bisa dilakukan di kawasan hutan.
“Intinya Perhutani membuka peluang kerjasama bagi siapapun baik masyarakat maupun lembaga, kelompok. yang penting mengikuti aturan yang ada, tidak merusak kawasan hutan tetap menjaga pohon pohon yang ada,” katanya.
Ketua kelompok Peduli Konservasi Lahan di Kawasan hutan, Teguh Priyanto, menyampaikan kegiatan ini merupakan awal dimulai penanaman pohon alpukat jenis varietas HAS yang bisa ditanam di dataran tinggi. Karena punya nilai ekonomis cukup tinggi, sekitar Rp 90 sampai Rp 100 ribu per kilogramnya.
“Kita akan menargetkan menanam pohon alpukat jenis HAS sebanyak 5000 pohon di luasan lahan sekitar 50 hektar. Masa panen alpukat ketika pohon berusia 4 tahun dengan masa hidup dan produktik sekitar 25 samkpai 30 tahun. Perawatan cukup mudah, dalam 1 tahun hanya diberi pupuk sebanyak 3 kali,” pungkasnya.
Muharno Zarka