blank

Oleh : Mayadina RM

Tingginya angka perceraian di Jepara selalu menjadi topik aktual yang dibicarakan di tengah-tengah masyarakat. Apalagi sebagian besar kasus perceraian di Jepara diajukan oleh pihak istri. Dari 1.641 kasus perceraian yang dirilis oleh Kantor Pengadilan Agama Jepara hingga bulan September 2021, 76,90 % atau 1262 kasus perceraian diajukan oleh pihak istri. Sementara cerai yang diajukan oleh pihak suami  tercatat 379 kasus atau 23,09 %.

Berdasarkan data di Pengadilan Agama Jepara September 2021, tiga faktor penyebab perceraian tertinggi adalah perselisihan dan pertengkaran terus menerus (706 kasus), ekonomi (633 kasus) dan meninggalkan salah satu pasangan (163 kasus).

Berbagai asumsi yang menjadi faktor penyebab perceraian turut berkembang pula  di masyarakat. Apalagi sebagian besar pihak istri yang melakukan gugat cerai ke pengadilan. Berbagai asumsi tersebut antara lain makin banyaknya perempuan yang bekerja di pabrik sedangkan suami justru sulit mencari pekerjaan, pendapatan  istri lebih banyak dibandingkan suami dan seterusnya.

Menurut hemat saya, apapun faktor penyebab perceraian, seringkali pemicunya tidak tunggal alias kompleks. Sangat mungkin faktor penyebab yang mengemuka itu hanya alasan yang tampak di permukaan untuk dijadikan alibi di persidangan. Padahal pemicu sebenarnya -yang menjadi penyebab inti perselisihan- seringkali jauh lebih kompleks dan dapat didalami lebih lanjut melalui riset.

Dalam pandangan saya, fenomena tingginya angka perceraian di Jepara mengindikasikan lemahnya ketahanan (resiliensi) dan kesejahteraan keluarga. Jika memakai lensa Peraturan pemerintah PPPA mengenai Pelaksanaan Pembangunan Keluarga (2013), ketahanan dan kesejahteraan keluarga dapat dilihat dari 5 dimensi. Dimensi tersebut adalah, 1). Landasan legalitas dan keutuhan keluarga; 2). Ketahanan fisik; 3).Ketahanan ekonomi; 4). Ketahanan Sosial Psikologi dan 5). Ketahanan Sosial Budaya.

Khusus terkait dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga dapat diukur dari tiga variabel yakni: landasan legalitas perkawinan (perkawinan yang dicatatkan secara resmi dibuktikan dengan akta nikah), keutuhan keluarga (tidak mengalami perceraian) dan kemitraan gender.

Kemitraan gender ini juga patut menjadi perhatian semua pihak. Bagaimana membangun relasi kesalingan (mubādalah) antara suami istri: saling menghargai (meskipun pendapatan salah satunya lebih besar), saling mendukung (siapapun yang memperoleh kesempatan mendapat penghasilan sesuai potensinya harus didukung) serta saling membantu dalam melakukan pekerjaan baik di wilayah domestik rumah tangga, seperti mengasuh anak, mengerjakan pekerjaan rumah tangga ataupun wilayah publik.

Potensi konflik dapat muncul apabila kita tidak menyadari adanya perubahan-pergeseran sosial yang tidak diimbangi dengan perubahan pola pikir untuk mengantisipasi dampaknya. Ada fenomena di salah satu desa di Jepara dengan jumlah penduduk kurang lebih 4000-an orang, 1800 orang diantaranya bekerja di pabrik dan rata-rata perempuan.  Hal ini tentu berpengaruh pada perubahan peran dan relasi antar suami istri dalam keluarga serta pola pengasuhan anak dalam keluarga.

Untuk itu,  kita sebagai anggota masyarakat dan keluarga penting melakukan refleksi dan mawas diri. Tak perlu melakukan ‘stigmatisasi’ terhadap orang lain yang mengalami perceraian. Namun kita perlu mendorong upaya kolaboratif antara masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah, lembaga pendidikan, perguruan tinggi dan berbagai mitra terkait untuk terus melakukan penguatan terhadap keluarga minimal sesuai dengan lima dimensi di atas.

Selain itu, aspek mendasar (fundamental ) dan tidak kalah penting adalah semua pihak bersama-sama dan secara konsisten menguatkan spiritualitas dan pondasi rumah tangga (dalam Islam) yaitu: pernikahan sebagai komitmen yang kuat (mītsaqan ghalīdza), prinsip keberpasangan (zawāj), saling bermusyawarah, saling merelakan dan membangun relasi yang baik dengan pasangan (mu’āsyarah bil ma’rūf). 

Penulis adalah Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Unisnu Jepara dan Ketua Forum Kesetaraan dan Keadilan Gender Jepara.

 

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini