SEMARANG (SUARABARU.ID) – Proses PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) dianggap tidak sesuai aturan, sejumlah warga Kelurahan Tawangmas, Kota Semarang mendatangi Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum (FH) Unisbank Semarang di kampus Jalan Tri Lomba Juang 1 Semarang.
Kedatangan warga tersebut, bertujuan untuk meminta pendampingan hukum secara resmi, agar permasalahan kejanggalan proses PTSL di wilayahnya dapat teratasi sesuai aturan yang diberlakukan oleh pemerintah.
Seperti disampaikan oleh salah satu warga yang enaggan disebut namanya, bahwa biaya yang diminta kepada warga untuk mengurus sertifikat melalui program PTSL adalah sebesar Rp 500 ribu.
“Jika ada warga yang tidak mau bayar, karena tidak ada kuitansi yang diberikan. Maka berkas sertifikatnya dikembalikan oleh panitia yang dibentuk pihak kelurahan. Jadi kami ke sini beramai-ramai ini untuk minta pendampingan hukum BKBH Unisbank,” jelas warga tersebut.
Sukarman SH, MH, Ketua BKBH FH Unisbank mengemukakan, pada subtansinya warga keberatan atas biaya PTSL di luar ketentuan yang diatur. Memang dalam surat keputusan bersama (SKB) No 25/SKB/V/2017 yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI, dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah menetapkan bahwa biaya PTSL di Jawa dan Bali sejumah Rp 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah).
“Jika ada penarikan biaya diatas ketentuan maka jelas pelanggaran,” tandas Karman Sastro, panggilan akrabnya kepada awak media didampingi oleh Arikha Saputra, salah satu stafnya.
Karman menambahkan, tim BKBH FH Unisbank sedang mengidentifikasi data data yang ada. Jika berkas PTSL warga dikembalikan karena keberatan pungutan diatas ketentuan, maka pihaknya akan mengklarifikasinya melalui DPRD Kota Semarang.
“Kita sudah buatkan surat audiensi untuk mempertemukan para pihak dalam program PTSL di Kelurahan Tawangmas, Kota Semarang. Jika syarat penyertifikatan tanah milik warga memang sudah lengkap menurut hukum kok masih ditolak, maka kita akan adukan ke Presiden Republik Indonesia melalui Kepala Staf Kepresidenan Bidang Agraria. Ini adalah program nasional, maka pemerintah pusat harus melakukan monitoring dan pengawasan di lapangan,” harapnya.
Arikha Saputra menambahkan, surat kuasa warga sudah ditandatangani dan hari Senin, 16 Agustus 2021 langsung dikirimkan surat audiensi ke DPRD Semarang. “Jika bisa diselesaikan di tingkat Pemerintah Kota Semarang, tak perlu kita buatkan surat ke Kepala Staf Kepresidenan,” tegasnya.
Absa