SEMARANG (SUARABARU.ID) – Komisioner Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Tengah Zainal Abidin Petir mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Covid-19, yang berlangsung 3-20 Juli 2021.
Menurut Zainal Petir, kebijakan ini justru menimbulkan kegelisahan dan kepanikan sebagian besar masyarakat, khususnya rakyat kecil.
“Suasana seperti mencekam, ruas jalan banyak yang ditutup, penerangan jalan umum dimatikan, PKL atau pedagang kecil susah berjualan karena di-opyak-opyak, harga sayur mayur naik, orang sakit makin panik karena cari ambulans susah, rakyat kecil cari makan kesulitan, dan lain-lain. Mohon Presiden Jokowi segera mengevaluasi kebijakan ini,” kata Petir.
Petir meminta pemerintah terbuka dan transparan dalam kebijakan PPKM Darurat. Jika memang PPKM, dalam pelaksanaannya diminta tidak seperti pemberlakuan karantina kesehatan. Petir juga menyoroti terbitnya beberapa kali Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) terkait PPKM Darurat sebagai penerjemahan arahan Presiden.
Mendagri, kata dia, beberapa kali mengeluarkan Inmendagri, yakni Inmendari 15 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat Covid-19 Jawa Bali, Inmendagri 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Inmendagri 15 Tahun 2021, Inmendagri 18 Tahun 2021 tentang perubahan kedua Inmendagri 15 Tahun 2021, dan Inmendagri 19 Tahun 2021 tentang perubahan ketiga Inmendagri 15 Tahun 2021.
“Mendagri Tito Karnavian dalam Inmendagri menjelaskan bahwa dirinya menindaklanjuti arahan Presiden RI yang mengintruksikan PPKM darurat Covid-19 di sejumlah daerah. Jadi konsiderannya berupa arahan presiden, bukan dari aspek yuridis, sosiologis atau filosofis,” tandas Petir.
Menurut dia, pelaksanaan inmendagri sangat memberatkan kepala daerah. Sebab meski kepala daerah dituntut percepatan penyaluran bansos serta jaringan pengaman sosial berbasis APBD dan dana desa melalui program Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD), namun di inmendagri tidak disebutkan akan dianggarkan dari APBN.
Dia berharap, di tengah kondisi rakyat hampir saja darurat lapar, mestinya pemerintah pusat dalam hal ini Presiden Jokowi mencari solusi, bukan hanya mengeluarkan arahan PPKM Darurat tapi dalam pelaksanaannya “rasa karantina”.
Petir juga meminta gubernur, bupati, dan wali kota tidak terlalu sering mengeluarkan imbauan, tapi sebaiknya memperbanyak penyaluran bantuan kepada rakyat.
“Wali Kota Semarang juga perlu mengingatkan Satpol PP supaya tidak arogan terhadap pedagang kecil. Mereka berjualan hanya untuk mempertahankan hidup esok harinya, bukan untuk kemewahan,” kata Petir.
Dia juga mengingatkan, jika ada penutupan jalan, seharusnya disosialisasikan ke warga secara tepat sasaran. Menurut dia, mengunggah pengumuman lewat media sosial belum cukup karena tidak semua warga selalu mengikuti perkembangan lewat media baru tersebut.
Dia meminta Pemkot Semarang memanfaatkan WhatsApp Group (WAG) secara berjenjang, mulai grup lurah dan camat, dan ke bawah sampai RW dan RT.
“Kalau sudah sampai ketua RW dan ketua RT pasti akan sampai ke semua warga. Jadi jangan hanya mengandalkan medsos milik Pemkot Semarang,” tandas Petir.
Petir menambahkan, terkait Karantina Kesehatan yang diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018, ada konsuensinya, yakni rakyat harus dipenuhi kebutuhan dasarnya. Warga yang menjadi wilayah karantina mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina.
“Bahasa gampangnya, warga diopeni negara untuk kebutuhan makan sehari-hari,” pungkas Petir.
**/wied