SEMARANG (SUARABARU.ID) – DPR RI dan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud RI, bersama dengan DPP Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Budaya (IKA FIB) Undip mengadakan Forum Group Discussion (FGD) dengan tema “Mengawal Pancasila sebagai Pelajaran Mata Kuliah Wajib”, di Hotel Quest, Kota Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa (20/4/2021).

Diskusi tersebut menghadirkan pembicara Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang Dr. Moh. Solehatul Mustofa, MA, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Prof Dr Iriyanto Widisuseno, MHum, Wakil Rektor I Universitas Diponegoro Prof Budi Setiyono, SSos, MPol Admin, PhD serta Keynote speaker Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng SS, MM. Moderator FGD itu Dr Teguh Hadi Prayitno,MHum, MM,MH,.

Dalam pemaparannya Solehatul Mustofa menyampaikan berdasarkan kajian ilmiah nilai Pancasila sangat penting untuk dimasukkan dalam kurikulum dari SD hingga perguruan tinggi.

Sedangkan menurut Iriyanto Widisuseno ditengah perubahan zaman seperti yang terjadi saat ini, perlu diwaspadai adanya dampak perkembangan teknologi modern saat ini khususnya dikalangan generasi muda saat ini. Berdasarkan hasil survey CSIS 2017, meningkatnya prosentase radikalisme salah satunya dipengaruhi oleh perkembangan teknologi modern.

Iriyanto menambahkan pentingnya Pancasila pada generasi milenial ditengah gencaranya paham radikalisme dan komunisme yang berkembang saat ini. Ia pun mneceritakan bagaimana masyarakat China dan Jepang bisa maju karena pandangan pandangan mereka tentang pentingnya pembentukan karakter sejak dini. “China dan Jepang tingkat radikalisme disana sangat rendah,” imbuhnya.

Di Jepang, lanjut Iriyanto, mata kuliah yang dianggap paling penting adalah budi pekerti. Sedangkan di China, pendidikan karakter diajarkan dari tingkat SD sampai perguruan tinggi.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Budi Setiyono menurutnya anak muda yang tidak kuat karakternya akan sangat mudah terpapar radikalisme. “Pancasila bukan sesuatu yang abstrak tapi sebenarnya ada di dalam diri kita. Kalau ingin Pancasila action itu harusnya dimulai diri diri kita masing masing,” katanya.

Agustina Wilujeng Pramestuti mengingatkan bahwa harus disadari dalam proses pendidikan dan dalam membuat kebijakan pendidikan selalu memiliki muatan ideologi. “Seperti tadi yang disampaikan oleh Prof Budi. Muatan ideologi itu secara politis terus menerus ditanamkan dalam setiap peraturan yang dibuat oleh pemerintah maupun lembaga lembaga negara yang lainnya,” jelas Ketua FIB IKA Undip itu.

Agustina Wilujeng menambahkan muatan ideologi tersebut ialah Pancasila, sehingga perlu ditanamkan ke generasi muda kita dan bisa diimplementasikan nilai nilai Pancasila tersebut. “Jika secara karakter anak anak itu tidak kuat, maka sangat mudah anak anak kita terpapar radikalisme,” imbuhnya.

Pancasila, ditegaskan oleh Agustina Wilujeng harus betul betul diwujudkan dalam pola pikir, sikap mental, gaya hidup dan perilaku nyata kita dalam kehidupan sehari hari. “Artinya tujuan akhir dari semua adalah Pancasila sebagai nalar nilai dan nalar laku. Seperti kata Bung Karno aku tidak mengatakan bahwa aku yang menciptakan Pancasila, apa yang aku kerjakan hanya menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi tradisi kami dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah,” ungkapnya.

Agustina Wilujeng pun mengajak semua lapisan masyarakat untuk bersama sama mentradisikan kembali dan mengajarkan kepada anak anak bagaimana Pancasila hadir dalam kehidupan kita. “Bagaimana menuntut ilmu, bagaimana bersosialisasi dengan kanan kiri serta menghormati orang tua, menghormati masyarakat, menghormati tradisi itu dengan cara cara Pancasila,” pungkasnya.

Ia menambahkan Bahasa Indonesia dan Bahasa daerah itu memperkenalkan kepada anak anak kuta tentang budaya. “Bahasa itu membentuk budaya, budaya itu membentuk peradaban. Kok ini mau dihilangkan, terus bagaimana? maka saya minta dukungan pada hari ini bagi teman teman yang sangat dekat dengan pendidikan bahwa revisi PP no 57 tahun 2021 dan UU no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas harus segera dilaksanakan,” bebernya.

Sehingga Ia menyatakan sepakat adanya revisi . “Sepakat, dua tahun saya menjadi pimpinan Komisi X. ”

Politisi PDI Perjuangan itu menyatakan masyarakat hafal dengan Pancasila dan Kebhinekaan namun perilakunya belum memncerminkan ajaran tersebut.

“Harus diakui saat ini ideologoi kapitalis cukup dominan dalam praktek pendidikan di tanah air. Kapitalisme pendidikan akan melahirkan komersialisasi pendidikan yakni pendidikan yang mementingkan biaya tinggi dan sarana prsarana tanpa memikirkan kualitas,” bebernya.

“Persepsi publik didorong bila kuliah di kampus yang mahal kualitasnya bagus, benarkah? Kualitas bagus dalam sebuah pendidikan itu ukurannya apa?

Jepang dan China sangat sangat memahami nilai nilai dasar yang mentradisi dan membudaya dalam kehidupan sehari hari itu merupakan ruh yang bisa membentuk karaktter mereka.

Pancasila harus dijadikan sebagai basis karakter, Perkuliahan Pancasila disamping menjadi mata kuliah berdiri sendiri, bukanlah tanggung jawab pengampu dosen pancasila itu saja namun semua dosen

Prof Budi mengatakan PP No 57 tahun 2021, cukup memprihatinkan.