Oleh : Hadi Priyanto

RA Kartini tidak  boleh hanya  dimaknai sebagai pahlawan emansipasi perempuan  Indonesia. Sebab jika kita mau belajar dari perjalan hidup, pemikiran, gagasan  dan cita-citanya,  kita akan mengerti bahwa sepanjang hayatnya Kartini  berjuang untuk sebuah bangsa yang seringkali diungkapkan sebagai Bangsa Bumiputera atau Bangsa Jawa. Karena itu Kartini layak disebut sebagai Ibu Nasionalisme Indonesia.

Jauh sebelum organisasi  Budi Utomo lahir pada tanggal 20 Mei 1908, kepada sahabat-sahabatnya Kartini telah menuliskan  gagasan tentang nasionalisme, kebangsaan, dan pentingnya persatuan untuk mewujudkan sebuah bangsa.

Pemikiran Kartini yang terpublikasikan dalam berbagai surat kabar juga mampu menggugah  rasa kebangsaan pemuda terpelajar, khususnya yang sekolah di School tot Opleiding van Inlandsche Arts (STOVIA) atau Sekolah Kedokteran Bumiputera. Salah satunya adalah  Cipto Mangunkusumo. Para pelajar STOVIA ini bukan saja bersahabat dengan Kartini, tetapi mereka memanggilnya  sebagai Ayunda, tempat dimana mereka bisa mencurahkan persoalan yang dihadapi.

Kartini juga membangun hubungan dengan para pemuda progresif  dan memiliki cita-cita luhur tentang bangsanya. Bahkan jauh sebelum Jong Java dideklarasikan  oleh Satiman Wiryosanjoyo tanggal 7 Maret 1915 di Gedung STOVIA dengan nama Tri Koro Dharmo,  pada tahun 1903 Kartini sudah menyebut Jong Java dalam suratnya kepadaNy. Ovink Soer.

“Kami sudah mendapatkan banyak pengikut. Angkatan muda kita sudah mendukung sepenuhnya. Jong Java akan membangun persatuan  dan sudah tentu kami menggabung. Oh Bunda harus membaca surat-surat dari pejuang kami yang bersemangat itu, orang-orang muda  yang kelak akan bekerja ditengah-tengah bangsanya. Mereka bersorak-sorak bersama kami. Mereka menamakan saya Ayunda.  Saya menjadi kakak mereka, pada siapa mereka setiap waktu dapat datang, kalau mereka butuh bantuan atau pelipur hati,”

Penjelasan tentang peran besar Kartini dalam membangkitkan semangat dan keberanian  para pemuda pergerakan itu juga dituliskan oleh adik Kartini, Kardinah setelah Ayundanya wafat :

“Kami adik-adik Kartini dengan sendirinya meneruskan perjuangan Mbakyu almarhumah, sebab semangat itu telah berada di dalam darah kami.  Kami secara kontinyu menghubungi kaum pemuda, seperti Ayunda dahulu, untuk menganjurkan supaya  mereka berkumpul dan bersatu, supaya kuat bersama-sama  memperjuangkan peningkatan martabat Wanita dan Bangsa. Sementara itu suasana kebangkitan  sudah ada di udara, seperti telah dikatakan oleh Mbakyu. Dimana-mana sudah mulai ada percikan api pergerakan nasional. Kami selalu berusaha  menghidupkan api-api itu, sampai beberapa tahun kemudian timbul  suatu gerakan yang kemudian dinamakan Gerakan Nasional. Pada tahun 1908,  di Batavia lahir perkumpulan nasionalis “Boedi Oetomo” dan kira-kira dalam waktu yang bersamaan lahir di Nederland,  De Indische Vareeniging. Mbakyu Kartini memang perintis segala kemajuan nasional,”

Gagasan Kartini untuk kembali membangkitkan Bangsa Bumiputera sebagai sebuah bangsa memang mampu menumbuhkan cita-cita, keyakinan dan kesadaran  bersama para pemuda terpelajar untuk bebas menuntukan masa depan bangsanya.

Karena kekuatan pemikiran Kartini, maka ia mendapatkan tempat terhormat dikalangan pelajar STOVIA dan juga para mahasiswa yang ada di Negeri Belanda.  

Sebab pemikiran dan gagasan Kartini yang tertuang dalam surat-surat panjang kepada 11 orang sahabatnya dan juga tulisannya diberbagai surat kabar sepanjang tahun 1889-1904 mampu menumbuhkan harapan baru dan  menjadi penyulut api nasionalisme Indonesia.

Kumpulan pemikiran Kartini  yang diterbitkan oleh JH Abendanon dalam buku Door Duisteris Tot Licht  atau Habis Gelap Terbitlah Terang pada tahun 1911, mampu menjadi pemantik semangat para mahasiswa Hindia Belanda yang sekolah di Belanda. Mereka berhimpun dalam wadah Indische Vareeniging.

Karena itu pada tanggal 24 Desember 1911 dalam rapat khusus organisasi yang dipimpin oleh Notosuroto ini menjadikan gagasan, pemikiran dan konsep perjuangan Kartini sebagai richtsnoer atau pedoman resmi perkumpulan Indische Vareeniging.

Organisasi ini pada tahun 1922 berganti nama menjadi De Indonesichese Vareeniging dan tahun 1924 menjadi Perhimpunan Indonesia. Kelak para anggotanya perkumpulan ini menjadi  salah satu bagian dari pemuda pelopor kemerdekaan.

Sementara di tanah air, terbitnya buku yang berisi surat-surat Kartini ini disambut hangat oleh kalangan pemuda terpelajar yang aktif dalam pergerakan. Bahkan dr Cipto Mangunkusumo pada tanggal 24 Mei 1912 menulis di surat kabar milik dr Douwes Dekker, De Express bahwa setiap halaman surat Kartini tertuang keinginan, harapan dan perjuangannya untuk mengajak bangsanya bangun dari tidurnya yang panjang beratus-ratus tahun.

Karena itu ketika kita  sedang memperingati hari kelahirannya, kita harus berani melakukan revitalisasi peringatan agar lebih bermakna. Disamping itu kita juga harus terus menerus melakukan reevaluasi dan reinterpretasi terhadap pemikiran, gagasan dan semangat Kartini yang telah mempersembahan seluruh jiwa dan raganya untuk kemajuan bangsanya.

Penulis adalah Ketua Yayasan Kartini Indonesia