WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Wonosobo M Kristijadi meminta guru Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) baru untuk ikut mengkampanyekan kualitas dan partisipasi pendidikan di daerahnya lebih baik lagi.
“Di Wonosobo itu dari sisi prestasi sudah cukup bagus. Baik prestasi guru, siswa maupun satuan pendidikan. Bahkan ada yang sampai prestasi internasional. Tapi dari sisi partisipasi pendidikan dan lama sekolah masih rendah,” ujarnya.
M Kristijadi mengatakan hal itu, saat memberikan pembekalan pada apel pagi guru CPNS baru di halaman SMP Negeri 2 Wonosobo, Jumat (22/1). Apel pagi diikuti 36 guru SMP dan 130 guru SD hasil rekrutmen CPNS tahun 2020 lalu.
Turut hadir dalam pembekalan tersebut Sekretaris Disdikpora Musofa, Kabid Bina Program dan Pengembangan Lintang Esti Pramanasari, Kabid Bangkurdalmut Slamet Faizi, Kabid Sarana dan Prasarana Pendidikan Eko Premono dan Kabid PAUD, Dikmas, Pemuda dan Olah Raga, Abdullah.
Dikatakan Kadisdipora, partisipasi pendidikan dan rata-rata lama sekolah SD, SMP, SMA/SMK di Wonosobo masuk rangking 32 dari 33 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Hal itu, menunjukkan minat masyarakat untuk menyekolahkan anaknya masih rendah.
“Masalah tersebut di atas perlu direnungkan dan dicarikan solusi bersama. Apakah benar mereka yang tidak mau sekolah karena alasan tidak punya biaya atau karena ada faktor lain? Saya kira, ada problem persepsional yang butuh diselesaikan,” cetus dia.
Biaya Afirmasi
Menurutnya, soal pembiayaan pendidikan sudah banyak dibackup pemerintah. Contohnya, biaya sarana dan prasarana sekolah (gedung), sumber daya manusia (guru/tenaga kependidikan) dan biaya operasional sekolah (BOS), semua sudah jadi tanggungan pemerintah.
“Hanya biaya yang bersifat personal, seperti uang saku dan biaya transportasi siswa, yang dibebankan orang tua. Itu saja jika siswa berasal dari keluarga kurang mampu, masih disiapkan beasiswa afirmasi. Jadi sebenarnya tidak ada alasan orang tua tidak mampu membiayai sekolah anak,” ujarnya.
Orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya, sambung dia, bukan tak mengeluarkan biaya. Sebab, tak jarang terjadi, justru anak yang tidak melanjutkan pendidikan, punya permintaan macam-macam. Seperti minta dibelikan sepeda motor atau HP. Jika anak bekerja pun pada level pekerjaan yang rendah.
“Setelah menikah karena bekerja di level rendah, kondisi ekonomi pun tak kunjung membaik. Itu sama dengan membuat mata rantai kemiskinan baru. Tidak mampu memutus mata rantai kemiskinan dalam keluargnya. Meski ada orang tidak sekolah tapi secara ekonomi juga kaya,” ucapnya.
Saat ini, juga terjadi fenomena, sebut dia, ada orang yang hidup mapan secara ekonomi tapi tidak sekolah, di masa tua merasa haus ilmu. Berusaha belajar atau menuntut ilmu di kala usianya sudah sepuh. Secara SDM pun akan berbeda orang tua yang dimasa muda, menempuh pendidikan yang cukup.
“Itu menunjukkan bahwa pendidikan itu penting. Sayangnya, sampai saat ini, masih banyak orang tua yang menggangap pendidikan itu tidak penting. Karena itu, seorang guru tidak hanya punya tugas di sekolah. Tapi juga mengajak masyarakat untuk melek pendidikan,” tegasnya.
Muharno Zarka