Oleh : Warsih, S.Pd.
Pembelajaran dari rumah di masa pandemi Covid-19, menuntut guru merubah strategi mengajar. Sebab tidak lagi menggunakan metode tatap muka seperti yang selama ini dilakukan, tetapi menggunakan metode pembelajaran jarak jauh atau yang juga dikenal sebagai pembelajaran daring. Tujuannya untuk melindungi siswa agar tidak tertular virus corona dan tetap belajar.
Tidak mudah memang. Tetapi harus dilakukan, sebab berakhirnya pandemi ini belum dapat dipastikan. Oleh sebab itu guru dituntut untuk mengembangkan metode pembelajaran yang tepat, menarik, dan menyenangkan. Tujuannya agar siswa mengikuti proses belajar dengan sungguh-sungguh.
Namun tidak sedikit guru yang awalnya merasa kesulitan menyampaikan materi pelajaran dengan metode pembelajaran ini.. Demikian juga guru bahasa Indonesia yang sedang mengajarkan materi keterampilan menulis puisi. Kendala tersebut antara lain siswa kesulitan menuangkan ide dengan diksi yang tepat. Untuk itu guru harus pandai memilih metode atau teknik pembelajaran yang tepat, sehingga mampu menarik perhatian dan minat siswa.
Hal ini penting dilakukan sebab menulis puisi merupakan salah satu bentuk menulis kreatif dan keterampilan berbahasa yang sangat bermanfaat bagi siswa. Puisi adalah karya atau tulisan yang indah yang mempunyai makna tertentu dan mempunyai nilai estetis.
Karangan atau tulisan yang indah itu dapat berasal dari pengalaman penyair, ataupun dari penggambaran sesuatu. Karena itu puisi berfungsi juga sebagai alat untuk menuangkan ide-ide, pikiran, dan perasaan seseorang secara logis.
Pada awal pembelajaran jarak jauh, penulis mencoba mengajarkan materi menulis puisi menggunakan media gambar. Penulis menampilkan gambar yang disertai puisi kemudian siswa mendapatkan tugas mencari gambar yang diinginkan lalu menulis puisi berdasarkan gambar tersebut.
Namun hasilnya tidak memuaskan sebab siswa kurang dapat memenuhi unsur fisik dan unsur batin puisi. Siswa mengalami kesulitan mengungkapkan ide serta imajinasinya karena terpaku pada gambar. Selain itu, kurang menarik sebab tidak terjadi interaksi antara guru dan siswa.
Karena itu untuk memudahkan siswa belajar, penulis menerapkan teknik Patidusa dalam pelajaran menulis puisi. Tujuannya untuk meningkatkan minat siswa dalam belajar menulis puisi. Patidusa merupakan singkatan dari em-pat ti-ga du-a sa-tu. Puisi Patidusa ini merupakan genre terbaru di bidang literasi puisi yang baru ditemukan bentuknya oleh Agung Wibowo dan diberi nama oleh Agus Supriyadi. Agung Wibowo yang memiliki nama pena Agung Wig adalah seorang sastrawan dari Semarang.
Puisi Patidusa berformat 4-3-2-1, 1-2-3-4 dan seterusnya. Jumlah bait minimal 2 (dua) membentuk piramida dobel. Juga bisa 3,4,5,6 bait dan seterusnya sesuai selera. Judul puisi diserahkan kepada kreativitas penulis.
Formasi Puisi Patidusa
Ada 4 bentuk formasi puisi Patidusa yang bisa diajarkan kepada siswa dalam pembelajaran jarak jauh.
Bentuk pertama Patidusa asli/original (4-3-2-1. 1-2-3-4 dst).
Kain Tenun Troso
Helai benang mereka untai
Lewat tangan terampil
Indah terurai
Troso
Corak tradisioanal yang khas
Memikat banyak mata
Indah membias
Memesona
Bentuk kedua adalah Patidusa bias (1-2-3-4, 4-3-2-1, 1-2-3-4) dst.
RA Kartini
Pahlawanku
Cita-citamu luhur
Teladan bagi kami
Perjuangan Raden Ajeng Kartini
Tak gentar melawan takdirmu
Demi kebangkitan kaummu
Sejajarkan kami
Keinginanmu
Emansipasi
Telah terpatri
Pada lubuk hati
Hasil perjuangan yang abadi
Bentuk ketiga adalah Patidusa Cemara (1-2-3-4, 1-2-3-4, 1-2-3-4) dst. Contohnya:
RA Kartini
Pahlawanku
Cita-citamu luhur
Teladan bagi kami
Perjuangan Raden Ajeng Kartini
Keinginanmu
Sejajarkan kami
Demi kebangkitan kaummu
Tak gentar melawan takdirmu
Emansipasi
Telah terpatri
Pada lubuk hati
Hasil perjuangan yang abadi
Bentuk keempat adalah Patidusa Tangga (4-3-2-1, 4-3-2-1, 4-3-2-1) dst. Contohnya:
Pantai Kartini
Mentari pagi perlahan hadir
Sinarnya membelai pasir
Kabut lembut
Berpaut
Burung layang bernyanyi riang
Menyambut pagi datang
Angin bertiup
Lembut
Lambang kebanggaan kota Jepara
Bertengger di pinggir pantai
Patung kura-kura
Gagah
Keistimewaan puisi Patidusa adalah membentuk makna kuat, padat, di tiap bait. sehingga mengantarkan penulis pada penyampaian isi puisi. Tiap bait puisi ini mengandung makna sendiri yang saling berhubungan dengan bait lainnya sehingga membentuk cerita selayaknya puisi biasa.
Selain itu dari segi tipografi penyajian puisi dengan teknik Patidusa memiliki keindahan yang nampak dari pertemuan 2 (dua) kerucut, atau 2 (dua) sayap yang bertemu membentuk gunung.
Kekhasan puisi ini bisa dibaca terbalik dari baris bawah ke atas pada baitnya tanpa mengubah makna. Baris baitnya saling melengkapi satu sama lain, seakan memiliki makna mandiri yang menjelaskan atau dijelaskan oleh baris sesudah atau sebelumnya.
Teknik Patidusa telah digunakan oleh penulis pada pembelajaran jarak jauh di SMP Negeri 1 Jepara. Langkah yang lakukan sebelum menulis puisi dengan teknik ini, terlebih dahulu guru menyampaikan materi unsur-unsur pembentuk puisi yaitu unsur fisik dan unsur batin puisi. Materi tersebut disampaikan selama dua kali pertemuan. Materi menulis puisi disampaikan pada minggu ketiga dengan vicon melalui Teams.
Pembelajaran diawali dengan penjelasan guru mengenai gengre Patidusa dalam menulis puisi melalui media perekam suara yang disampaikan lewat Whatsapp grup. Setelah itu guru membimbing siswa untuk menulis puisi.
Guru menulis satu bait puisi dengan tema tertentu lalu siswa melanjutkan bait puisi tersebut melalui Whatsapp grup. Agar lebih menarik dan membantu siswa mengembangkan imajinasinya, maka penulis menggunakan sumber inspirasi yangt telah dikenal oleh siswa. Salah satu contoh pembimbingan menulis puisi dengan teknik Patidusa adalah sebagai berikut:
Pantai Kartini
Mentari pagi perlahan hadir
Sinarnya membelai pasir
Kabut lembut
Berpaut
Kemudian seorang siswi bernama Maulida melanjutkan bait kedua.
Ombak datang bergulung berkejaran
Sinarmu menambah keindahan
Menyentuh siapapun
Keindahanmu
Lalu Cristian, siswa yang lain menambahkan bait ketiga.
Pasir putih yang cantik
Ombak mulai berdatangan
Begitu indah
Negeriku
Sementara siswi bernama Najwa menambahkan bait keempat.
Pantai Kartini selalu dikenang
Takkan kulupa janjiku
Ku kenang
Selalu
Kemudian siswa bernama Ferdian melengkapi pada bait kelima.
Di pinggir pantai selalu ramai
Orang datang bersantai
Melihat indahnya
Karang
Setelah itu siswa bernama Vasha Adelia melanjutkan bait terakhir.
Pantai
Pasir puih
Memikat mata kita
Mengundang pesona siapa saja
Dengan teknik Patidusa siswa lebih mudah mengungkapkan imajinasi dan pikirannya. Selain itu siswa antusias ingin menampilkan bait-bait puisinya. Teknik Patidusa menjadi lebih menarik karena terjadi interaksi antara guru dengan siswa dan antar siswa, sehingga pembelajaran tidak membosankan. Dengan teknik Patidusa keterampilan dan minat siswa menulis puisi melalui siswa meningkat.
*) Penulis adalah Guru Mapel Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Jepara