blank
Bambang Priyambodo bersama para pendukung Kotak Kosong pada malam menjelang pemilihan bupati Kebumen.(Foto:SB/Ist)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Dalam waktu sekitar tiga bulan gerakan Kotak Kosong atau Kolom Kosong (Koko) pada Pilkada Kebumen 9 Desember ini menuai simpati banyak pihak. Awalnya banyak yang menyangsikan dengan keseriusan gerakan politik tersebut.

Lalu siap para tokoh gerakan Koko dalam Pilkada Kebumen? Mengapa mereka bisa meraih simpati hingga menghasilkan suara kisaran 38-40 persen melawan calon tunggal dan melawan hegemoni 9 partai politik serta elite politik lokal di Kebumen?

Adalah Bambang Priyambodo yang sering dijuluki komandan, sebagai mantan birokrat, terakhir Camat Ayah dan mantan Kabid Penegak Perda Satpol PP Kebumen ini dikenal sebagai dedengkot gerakan Koko. Gerakan ini terus bergulir dan menuai dukungan dari tokoh kelas menengah, kaum intelektual dan aktivis di Kebumen.

Dengan piawai Bambang Priyambodo yang juga penggiat media sosial ini terus menyosialisasikan wacana Koko, sekaligus memberikan pendidikan politik. Selalu dia tegaskan bahwa memilih Koko dalam pilkada adalah sah dan dijamin undang-undang.  Maka bila tidak cocok dengan cabup tunggal, jangan golput namun bisa memilih Koko. Bahkan andai Koko menang tak perlu khawatir tidak memiiki bupati.

Menurut Bambang,  justru nanti Gubernur Jateng akan menunjuk pejabat eselon II minimal pangkat IVB. Kelebihannya, pejabat yang ditunjuk Gubernur itu akan lebih fokus bekerja karena tidak punya hutang kepada 9 partai pengusung. Juga kecil kemungkinan korupsi karena tidak keluar biaya politik. Sebagai pejabat PNS tentu akan berusaha mengabdi sampai usai pensiun dengan baik.

Maka Plt atau PJ bupati yang ditunjuk Gubernur akan fokus sebagai pejabat birokrat yang berprestasi. Bahkan andai Koko menang juga bisa menjadi otokritik bagi partai politik, terutama elite politik yang cenderung mengabaikan suara anggota partai.

Didukung Berbagai Pihak

Gerakan Koko di Kebumen pun segera mendapat sokongan berbagai pihak. Antara lain dari Pawito, seorang aktivis pengacara, juga Teguh Purnomo seorang lawyer dan mantan Bawaslu serta  KPU Provinsi. Bahkan bergabung pula tokoh Kholid Anwar seorang kader NU kultural yang juga mantan aktivis PMII semasa mahasiswa dan bekas KPUD serta eks wartawan.

Bahkan diam-diam Koko mendapat sokongan dari mantan Wakil Gubernur Jateng Rustriningsih. Tokoh Ketua Ikatan Walet Emas (Iwake) yaitu paguyuban warga perantauan di Jakara, Hartono, medukung Koko. Belakangan toko serperti Prasetyo Panggih, Asmakhudin, dan Ibnu Kolid ikut  bergabung.

Sebelumnya mantan anggota DPRD Kebumen yang juga mantan ketua KNPI Kebumen Marifun Arif juga mendukung Koko. Demikian pula kader Muhammadiyah di Gombong Mundir Hasan yang eks caleg PKS dan Ponco Sudiro hingga pelatih tinjut Marsinus Yosa. Belakangan ulama kharismatis KH Wahib Mahfudz dari Pesantren Al Huda Jetis dan KH Muntaha Mahfudz dari Pesantren Salawiyah Wonoyoso ikut mendukung Koko.

Dengan kata lain, para penggerak dan tokoh penyokong Koko ini dari berbagai latar belakang ,mulai aktivis politik, pengacara, ulama, pensiunan PNS, aktivis LSM hingga pengusaha.

Menurut Bambang Priyamodo, apapun hasil resmi Pilkada 9 Desember nantidan, pihaknya siap menerima, baik menang atau kalah. Namun pihaknya  juga telah berkomitmen akan melanjutkan gerakan Koko dengan menjadi mitra atau penyeimbang dan siap mengontrol  Eksekutif dan terumata Legislatif di DPRD Kebumen.

Dia katakan, Koko Kebumen melakukan perlawanan karena ambisi dan buta hati elite partai politik terhadap makna demokrasi, di mana seharusnya memberi penawaran pilihan dengan perbandingan. Koko gerakan tanpa struktur kelembagaan dan sumber daya terbatas, tetapi dengan semangat kebersamaan yang terbangun mampu memberi perlawanan sangat signifikan.

Bambang menyatakan, gerakan Koko bukan saja pada hasil akhir tetapi pada perjalanan masa-masa pengenalannya. Sosialisasi dan pemahaman kepada publik bagaimana memilih sosok calon kepala daerah yang sesuai dengan kebutuhan Kabupaten Kebumen saat ini.

“Kami ini apalah. Namun Koko bisa memberikan perlawanan luar biasa atas hegemoni dan ego elite partai politik.Kami ingin terus memberikan pendidikan politik bahwa demokrasi itu kekuasaan di tangan rakyat, bukan di tangan segelintir elite. Pemilihan yang fair harus lebih dari satu calon, bukan calon tunggal,”tegas putra alm R Soenarto, tokoh  pejuang Veteran asal Gombong.

Komper Wardopo