SEMARANG (SUARABARU.ID) – Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menyiapkan segala kemungkinan bencana alam akibat masuknya musim penghujan. Selain menyusun peta bencana dan langkah-langkah antisipatif, Ganjar juga menyiapkan posko bencana yang akan dioperasikan mulai Oktober 2020 hingga Maret tahun depan.
Hal itu disampaikan Ganjar di kantornya, Kamis (1/10). Menurut informasi BMKG, Ganjar menyebut bahwa akan terjadi fenomena La Nina, yang menyebabkan musim penghujan akan terjadi lebih awal dan lebih panjang.
“Kami sudah menggelar rapat koordinasi terkait antisipasi itu. Mulai BPBD, BBWS, PSDA dan pihak terkait sudah membicarakan terkait skenario kemungkinan debit hujan tinggi, antisipasi teknis dan penyusunan peta rawan bencana,” kata Ganjar.
Peta bencana lanjut Ganjar sangat penting untuk mengantisipasi apabila terjadi bencana alam seperti banjir dan tanah longsor selama musim penghujan. Dengan peta bencana itu, maka tindakan antisipatif bisa dilakukan sebaik mungkin.
“Misalnya peta rawan banjir di Jateg, itu ada Brebes dengan luasan bencana 5.796 hektar, Pemalang ada 7.296 hektar, Tegal 1.011 hektar. Ada juga Kendal, Kudus dan lainnya. Termasuk peta lokasi mulai nama sungai, kondisi tanggul dan sebagainya sudah dipetakan secara rigid,” jelasnya.
Dirinya mencontohkan, di Brebes kemungkinan bencana banjir terjadi akibat luapan sungai Cisanggarung. Selain itu, ada juga potensi tanggul jebol di sungai Pemali.
“Di Pekalongan itu ada potensi banjir dan rob di sungai Bremi dan seterusnya. Kita inventarisir satu-satu berbasis pada masing-masing daerah aliran sungai, termasuk menyiapkan sistem pengendaliannya,” ucapnya.
Selain pemetaan dan langkah antisipatif, pihaknya juga telah menyiapkan posko siaga banjir yang akan dioperasikan mulai 1 Oktober tahun ini, hingga akhir Maret 2021. Selain itu, penyiapan tempat pengungsian dengan protokol kesehatan ketat juga sudah dilakukan.
“Jadi semua siap, termasuk persiapan tempat pengungsian seandainya ada pengungsi. Kita atur dari sekarang, untuk mengantisipasi kerumunan. Sudah ada contohnya di Jepang itu, jadi tempat pengungsian dikapling kecil-kecil, dibatasi kardus dan satu kapling satu keluarga,” tegasnya.
Ganjar juga meminta seluruh Bupati/Wali Kota terus gencar melakukan edukasi tentang pengurangan resiko bencana kepada masyarakat. Desa-desa tangguh bencana dan relawan harus dihidupkan kembali.
“Daerah mesti siaga, apalagi yang masuk dalam peta rawan bencana yang saya sebut tadi. Kepala daerah harus inisiatif, jangan hanya menunggu perintah. Siapkan pekerjaan fisik untuk antisipasi, masyarakatnya disiapkan dan kondisi gawat darurat juga disiapkan,” pungkasnya.
Hery Priyono