KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID) – Tradisi Puputan Bayi biasa dilakukan saat tali pusar seorang bayi lepas, memotong rambut bayi, dan memberi nama bayi. Tradisi seperti itu masih dipertahankan sampai sekarang, walau tidak semua orang melakukannya.
Pasangan Iyan (37) – Reni Tinta Rosita (32) warga Dusun Bojong, Desa Wringinputih, Kecamatan Borobudur, melakukan tradisi itu pada Selasa (28/1/25) malam. Dilakukannya tradisi itu terkait telah putusnya tali pusar putra keduanya, El Naura Gendhis Nareswari, yang lahir pada 22 Januari 2025. Melalui acara selamatan yang mengundang tetangganya itu, diisi dengan Al Barzanji dan Al Manakip.
Al Berzanji atau Barzanji adalah membaca doa-doa, pujian-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad SAW yang dilafalkan dengan suatu irama. Dalam hal ini diiringi musik tradisional terbangan. Dilanjutkan dengan Al Manakib yang dipimpin Gus Dorifan, warga Jetis, Desa Wringinputih. Yakni membaca ayat Alquran seperti Al Fatihah, Al-Ikhlas, Alfalaq, Annas.
Di sela acara itu bayinya dibawa masuk ke ruang acara. Lalu sebagian rambutnya dipotong dengan gunting oleh beberapa tokoh agama setempat.
Gus Dorifan dalam acara itu mengutarakan, memang ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya. Pertama, memberi nama anaknya. Nama yang baik memberi doa untuk anak tersebut.
Selain itu wajib mengajari adab atau norma sopan santun. Dengan maksud kalau anaknya tua kelak memiliki tata krama.
Selain itu anak juga perlu diajari mengaji. Agar ketika besar bisa mendoakan orang tuanya. “Jangan bosan-bosan mengingatkan anaknya untuk mengaji,” katanya.
Juga wajib mencarikan rezeki halal bagi anak. Sebab kalau tidak halal, menjadikan anak keras hatinya. Selain itu wajib menikahkan anak ketika sudah masanya. “Salah satu tujuannya untuk mengurangi kemaksiatan,” katanya.
Eko Priyono