JEPARA (SUARABARU.ID) – Dalam rangka merayakan Imlek 2756, Yayasan Pusaka Welahan akan menyelenggarakan pertemuan alumni Tiong Hoa Hwee Koan Welahan atau Perkumpulan Pecinan Welahan yang akan berlangsung di Klenteng Hian Tian Siang Tee Welahan Jumat 31 Januari 2025. Pertemuan ini diikuti oleh keluarga Perkumpulan Pecinan Welahan yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
Ketua Yayasan Pusaka Welahan, Dicky Sugandhi yang dihubungi SUARABARU.ID Selasa (28/1-2025) membenarkan rencana tersebut. “Mereka berasal dari keluarga Perkumpulan Pecinan Welahan,” ujarnya singkat.
Menurut Dicky Sugandhi, pertemuan tersebut dikemas dalam acara ramah tamah dan makan bersama dengan sajian musik Yang Giem dari Semarang.
Dalam catatan SUARABARU.ID, Welahan memang memiliki arti khusus bagi etnis Tionghoa di Indonesia. Sebab daerah ini pernah menjadi salah satu pusat perlawanan pasukan pasukan Tionghoa-Jawa terhadap pasukan Belanda saat Perang Pecinan meletus pada tahun 1740.
Bahkan dalam catatan Belanda, perang di Welahan adalah pengalaman pertama kali bagi Raden Mas Said atau Pangeran Suryokusumo memimpin pasukan dalam jumlah besar. Sebab pasukan gabungan Jawa-Tionghoa yang berada di Welahan jumlahnya mencapai 4.000 orang. Ia memimpin pasukan gabungan ini bersama Tan Sin Ko atau yang juga biasa dipangggil dengan sebutan Singseh.
Pemilihan Welahan tentu dengan pertimbangan khusus. Salah satunya disamping banyaknya warga Tionghoa, di Welahan juga telah berdiri Kelenteng Maha Dewa Langit Utara atau Kelenteng Hian Thien Shang Tee. Juga Kelenteng Kelenteng Hok Tik Bio atau Kelenteng Dewa Bumi. Konon klenteng ini dibangun sekitar tahun 1600.
Konon beberapa abad yang lalu, ada sebuah perahu perahu besar berlayar dari Tiongkok menuju Pulau Jawa. Perahu ini bukan saja membawa banyak barang dagangan, tetapi juga penumpang. Diantaranya seorang pendeta Hok-Kian yang bernama Hwee Shio. Ada juga Tan Siang Hoe yang hendak menyusul kakak nya di Jawa. Keduanya kemudian berteman.
Karena kelelahan pendeta Hwee Shio jatuh sakit. Sebagai seorang sahabat, Tan Siang Hoe memberi obat dan merawatnya dengan tulus hingga pendeta Hwee Shio sembuh. Tentu saja Sang Pendeta sangat bersyukur atas pertolongan yang diberikan oleh Tan Siang Hoe dan sekaligus merasa berhutang budi.
Sebagai ungkapan rasa terima kasih, pendeta Hwee Shio memberikan tanda mata berupa bungkusan besar. Namun Tan Siang Hoe tidak tau isi bungkusan tersebut. Saat menyerahkan barang tersebut pendeta Hwee Shio hanya berpesan agar barang tersebut dijaga dan di rawat dengan baik. Pendeta Hwee Shio kemudian turun di Singapura dan Tan Siang Boe melanjutkan perjalanan ke Jawa dan mendarat di Semarang.
Tiba di Semarang, Tan Siang Boe menginap beberapa saat dirumah perkumpulan Kong Kwan. Bahkan ia kemudian memperoleh kabar bahwa saudara yang bernama Tan Siang Lie tinggal di Welahan Jepara. Ia kemudian naik perahu menuju Welahan untuk bertemu dengan kakaknya. Ia juga membawa barang-barang yang diberikan oleh pendeta Hwee Shio.
Akhirnya dia bertemu saudara tuanya yang menetap sementara dan berkumpul dalam satu rumah dengan keluarga Lien Tjoe Tian. Rumah keluarga ini terletak di gang Pinggir, Welahan. Setelah beberapa lama, Tan Siang Boe bermaksud bekerja keluar daerah.
Karena takut hilang, ia menitipkan barang pemberian pendeta Hwee Shio kepada kakaknya. Mengingat keselamatan barang tersebut, Tan Siang Lie menitipkan barang milik adiknya kepada pemilik rumah yang bernama Lien Tjoe Tian. Barang tersebut kemudian disimpan diatas loteng rumah.
Namun betapa terkejutnya keluarga ini. Sebab setiap tanggal 3 bertepatan dengan hari lahir Sha Gwe yaitu hari Imlek Seng Tam Djiet benda-benda pemberian pendeta Hwee Shio mengeluarkan daya gaib berupa cahaya seperti barang terbakar. Selain itu dari dalam bungkusan barang tersebut keluar naga dan kura-kura yang sangat menakjubkan bagi seisi rumah.
Karena itu di panggillah Tan Siang Boe untuk kembali ke Welahan guna membuka barang yang tersimpan di dalam kantong tersebut. Setelah itu dibuka kantong tersebut berisi sehelai kertas halus bergambar Hian Thian Siang Tee, sebilah pedang pusaka Tiongkok yang disebut Poo-Kiam, kitab pengobatan kuno, tempat abu, ular hijau dan kura-kura yang ada tanda Pat Kwa.
Menurut cerita tutur, barang tersebut adalah barang-barang pusaka dari Maha Dewa Hian Tian Siang Tee. Karena itu wajib dipuja menurut adat leluhur Tionghoa. Karena itulah mulai dibangun Klenteng Hian Thien Shang Tee atau Klenteng Maha Dewa Langit Utara di Welahan.
Klentheng ini dipakai sebagai tempat pemujaan dan sekaligus tempat menyimpan barang-barang peninggalan Hian Tian Siang Tee. Dalam kepercayaan Tao, Hian Thiam Siang Tee tetapi ada juga yang menulisnya Xuan Tian Shang merupakan maha dewa langit dan paling banyak disebut di Tiongkok. Ia dipuja sebagai dewa yang sangat perkasa.
Pembangunan kelenteng ini konon bermula dari seseorang bernama Liam Tjoe Tien yang menderita sakit cukup lama. Namun tiba-tiba penyakitnya dapat disembuhkan kembali dengan kekuatan gaib yang ada di pusaka. Kejadian itu cepat menyebar hingga pusaka itu sangat dihormati orang dan banyak orang disembuhkan karena pusaka itu. Mereka kemudian membangun Kelenteng Welahan sebagai bentuk syukur kepada Tuhan.
Hadepe