SEMARANG (SUARABARU.ID) – PT Pupuk Indonesia (PI) kembali menegaskan komitmennya untuk menjaga penyaluran pupuk bersubsidi sesuai aturan.
Dengan memperketat pengawasan dan memberikan sanksi tegas, perusahaan berupaya memastikan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah tidak dilanggar demi melindungi kepentingan petani.
Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia, Tri Wahyudi Saleh, menekankan bahwa perusahaan tidak akan menoleransi segala bentuk pelanggaran yang merugikan petani terkait dengan distribusi pupuk bersubsidi ini.
“Menjual pupuk bersubsidi di atas HET adalah pelanggaran serius dan dapat dikenai sanksi pidana. Kami berkomitmen menjaga distribusi pupuk agar tetap terjangkau bagi petani sesuai amanat perundang-undangan,” katanya, Sabtu 18 Januari 2025.
HET pupuk bersubsidi untuk tahun 2025 telah diatur dalam Keputusan Menteri Pertanian RI No. 644/kPTS/SR.310/M/11/2024. Dalam keputusan tersebut, HET pupuk bersubsidi di tingkat kios atau pengecer ditetapkan sebesar Rp 2.250/kg untuk Urea, NPK Phonska Rp 2.300/kg, NPK untuk Kakao Rp 3.300/kg, dan Pupuk Organik Rp800/kg.
Pupuk Indonesia mengingatkan kepada seluruh mitra kios bahwa pelanggaran HET pupuk bersubsidi dapat dikenai ancaman pidana berdasarkan Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2001. Sanksinya meliputi hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Bagi kios yang terbukti melanggar aturan, Pupuk Indonesia mengambil tindakan dengan mewajibkan mereka mengembalikan selisih harga kepada petani yang telah dirugikan akibat penjualan di atas HET dan memasang spanduk komitmen yang menyatakan bahwa mereka akan menjual pupuk bersubsidi sesuai dengan HET yang berlaku.
“Jika pelanggaran berulang, kami tidak akan ragu untuk memutus kerja sama dengan kios atau distributor yang terlibat. Ini adalah langkah penting untuk melindungi petani dari praktik curang,” tegasnya.
Sebagai langkah preventif, Pupuk Indonesia terus menggencarkan edukasi kepada petani, kios, dan pihak terkait mengenai pentingnya mematuhi HET. Seperti halnya, mencatat secara lengkap pada nota jika terjadi peningkatan harga tebus pupuk yang telah disepakati antara kios dengan petani, atau kesepakatan harga ongkos kirim, pembayaran pupuk pasca panen (yarnen), dan kesepakatan lainnya yang membuat penebusan pupuk lebih tinggi dari HET.
Selanjutnya, Pupuk Indonesia mewajibkan seluruh mitra kios untuk memasang spanduk yang berisi informasi mengenai nomor telepon yang dapat dihubungi apabila petani menemukan kios yang menjual pupuk bersubsidi di atas HET.
“Kami mendorong siapa pun yang mengetahui adanya pelanggaran untuk segera menghubungi staf penjualan AE atau AAE setempat. Kami memastikan akan memberikan peringatan kepada distributor atau kios tersebut,” katanya.
Pupuk Indonesia secara berkala juga menggelar acara PI Menyapa yang merupakan wadah komunikasi dan koordinasi dengan pemangku kepentingan di lapangan.
Acara Rembuk Tani juga digelar di berbagai daerah sebagai forum untuk membahas berbagai permasalahan, tantangan dan peluang di sektor pertanian. Dalam dua forum tersebut petani dapat menyampaikan berbagai permasalah yang dihadapi di lapangan, termasuk mengenai HET langsung kepada pemangku kepentingan di Pupuk Indonesia.
Perusahaan juga mendorong masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran distribusi pupuk bersubsidi. Pelaporan dapat dilakukan melalui tim lapangan Pupuk Indonesia atau menghubungi pusat layanan resmi perusahaan. Adapun layanan pelanggan yang bisa diakses oleh seluruh petani dengan kontak bebas pulsa di nomor 0800 100 8001 atau WhatsApp di nomor 0811 9918 001.
Meski demikian, Tri mengingatkan, terkadang memang terjadi adanya pembebanan biaya transportasi ataupun pengangkutan pupuk bersubsidi sehingga menimbulkan persepsi seolah HET dinaikan. Namun, hal itu biasanya merupakan kesepakatan yang dibuat antara kios dan petani.
“Dengan pengawasan yang lebih ketat, kami ingin memastikan pupuk bersubsidi benar-benar dirasakan oleh petani yang membutuhkan. Langkah ini penting untuk menjaga produktivitas sektor pertanian dan mendukung terwujudnya ketahanan pangan nasional,” tutupnya.
Hery Priyono