JEPARA (SUARABARU.ID) – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Politeknik Balekambang Jepara menyelenggarakan Diskusi dan Bedah Buku Sastra berjudul Jabrik. Kegiatan bertempat di aula lantai tiga Politeknik Balekambang Jepara pada hari Sabtu (26/10).
Jabrik adalah sebuah buku berisi kumpulan cerita pendek fiksi bertema masalah sosial dan politik yang ditulis oleh Arif Khilwa. Ia seorang Guru Sosiologi di MA Salafiyah Kajen Pati yang juga menyenangi dunia kepenulisan.
Dimoderatori oleh Asyari Muhammad seorang penyair dari Jepara serta dihadiri Asa Jatmiko, seniman dari Kudus dan Septiana Wibowo sebagai penyunting buku, acara berlangsung apik dan menarik dengan banyaknya peserta yang antusias saat sesi tanya jawab.
Ketua Pelaksana acara, Ahmad Rizky Dimy Ananda dalam sambutannya menyampaikan bahwa tujuan kegiatan Diskusi dan Bedah Buku adalah untuk meningkatkan budaya literasi dan berpikir kritis serta menumbuhkan minat baca, serta menginspirasi para mahasiswa dan santri dalam menulis. Selain itu, juga bertujuan mempublikasikan karya penulis agar lebih dikenal oleh para pembaca dan peserta dengan lebih luas.
“Harapannya agar peserta, terutama mahasiswa dan santri, dapat memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang sastra, mengasah ketajaman karakter, serta menumbuhkan kreativitas dan sikap kritis yang berguna dalam pendidikan karakter mereka ke depannya,” tambahnya.
Penulis buku, yaitu Arif Khilwa dalam diskusinya menceritakan bahwa cerpen-cerpennya lahir dari realitas sosial yang ada ditengah masyarakat. Ide cerita dari keenam cerpennya berasal peristiwa-peristiwa yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
“Cerpen Jabrik dan Tuyul Pilkades mengangkat tema politik dengan berbagai persoalannya. Memang tidak lazim tapi disitulan yang menarik. Sedangkan cerpen Kebo Gerang, Mitos, Bukan Salah Primbon, dan Perawan Tua mengangkat persoalan sosial yang dibalut dengan kepercayaan ataupun mitos di Masyarakat,” imbuh Arif.
Asa Jatmiko menyampaikan bahwa Arif Khilwa dalam cerpen-cerpennya mengajak kita untuk berhati-hati dalam melihat orang lain. Tidak boleh langsung menghakimi bahwa orang gila sebagai orang gila. Mungkin saja ia adalah seorang politisi yang pura-pura gila. Atau dengan kata lain, hanya orang-orang gila itulah yang bisa melihat persoalan sosial-politik secara lebih presisi. Pengamatan yang jauh lebih detail.
“Tidak seharusnya memanfaatkan kepercayaan masyarakat akan mitos tertentu sebagai kedok melakukan sesuatu untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri,” kata Asa Jatmiko.
“Arif Khilwa melalui “Jabrik” menurut saya adalah upaya merekonstruksi mitos-mitos dalam pemaknaan yang baru, dimurnikan atau dipertanyakan kembali. Cerpen-cerpen juga berupaya menjadi mitos (baru) itu sendiri,” tutur Asa Jatmiko
Dalam diskusi, Septiana Wibowo yang juga sebagai penyunting buku Jabrik menceritakan bahwa Arif Khilwa dalam proses kreatifnya lebih mengutamakan penuangan ide atau gagasannya dalam sebuah tulisan. Sehingga proses penyuntingan adalah bentuk kerjasamanya dengan penulis untuk menyajikan tulisan hingga sampai ke tangan pembaca.
“Buku Jabrik ini menarik untuk dibaca sebab berasal dari realitas sosial dan benar-benar original. Penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, tetapi mengandung makna yang dalam. Selain itu, penulis mampu menggambarkan suasana detail dengan latar belakang masyarakat yang tidak dibuat-buat,” imbuhnya.
Diakhir diskusi Arif Khilwa berpesan, “Menulis membutuhkan keberanian dan membaca membutuhkan kemauan. Maka jangan takut untuk melahirkan sebuah tulisan dalam bentuk karya sastra atau lainnya,” pungkasnya
Hadepe – Septiana Wibowo