Ia melanjutkan, di Kabupaten Purworejo belum ada pasar yang siap untuk dijadikan pasar modern seperti supermarket atau mall dengan segala aturannya. Menurut hematnya, pasar tradisional lebih cocok daripada Pemda harus memaksakan konsep pasar modern hanya demi gengsi dan citra.
Pedagang Pasar Baledono, telah lama kecewa dengan Bupati Purworejo baik Agus Bastian maupun Yuli Hastuti yang dianggap tak bisa membela kepentingan mereka. Titik puncaknya adalah saat karnaval umum HUT RI tahun 2024 lalu.
“Rute karnaval yang setiap tahunnya lewat depan Pasar Baledono (Jalan A Yani) tiba-tiba, H-3 acara dialihkan lewat Jalan KH A Dahlan, lewat depan Toko Jodo. Saya protes ke Pak Aan (Kepala Dinporapar), alasannya menghindari macet. Alasan yang sungguh tak masuk akal! Jelas lebih semrawut lewat A Dahlan yang kanan kiri jalan ada pedagang kaki lima dan parkiran,” ujar Jimy kesal.
Pantas jika ratusan pedagang itu kesal karena jika ada karnaval, Pasar Baledono akan ramai. Mereka berharap agar Yophi Prabowo bisa membuat perubahan di Pasar Baledono, menjadikan pasar ramai agar berpihak pada rakyat kecil. Bukan hanya berpihak pada salah satu pengusaha di KH A Dahlan.
Nunggak Retribusi
Karena pasar yang sepi, para pedagang pun banyak yang menunggak retribusi, bahkan ada yang sampai jutaan rupiah.
“Pasar sepi seperti ini Pak, bagaimana kami mau membayar retribusi?” keluh Mbak Uji, pedagang sayur mayur di lantai 2.
Saat tahu ada Cabup datang, ia lantas berlari menemui untuk menyampaikan keluh kesahnya.
“Apalagi sekarang pakai model e-retribusi, setiap hari harus bayar. Libur jualan pun tetap bayar, kalau tidak, akan dianggap hutang, padahal dulu tidak seperti ini. Kalau saya kasih ke petugas tidak tentu, jika ramai ya saya kasih Rp20.000. Kalau sepi ya tidak bayar, dianggap hutang. Makanya hutang retribusi kami banyak. Kami juga menolak kenaikan retribusi. Naiknya 100%, memberatkan,” kata Uji.
Menanggapi kekuhan para pedagang, Yophi pun akan berusaha memberikan solusi agar Pasar Baledono kembali ramai.