blank
Nur Kholis mengingatkan bahaya ujaran kebencian atau hoax saat  Tahapan pilkada. Foto: Tya Wiedya

Dia juga membedakan hoaks dengan ujaran kebencian atau hate speech. Menurut Nur Kholis, keduanya ini berbeda pengertian. Ujaran kebencian yakni bentuk eksperesi, verbal atau tertulis yang menyebarkan, menghasut, mempromosikan atau membenarkan kebencian berdasarkan pada intoleransi atau juga atas dasar ras dan agama.

“Isi hoaks yang sering diterima dari hasil penelitian saya ini mayoritas terkait dengan sosial politik yang secara prosentase 93,20 persen. Sedangkan kedua adalah SARA sebanyak 76,20 persen. Pemerintahan secara prosentase 61,70 persen. Kemudian, disusul dengan kesehatan, makanan dan minuman, penipuan keuangan, IPTEK, berita duka, sosial budaya, bencana alam, kecelakaan lalu lintas dan info pekerjaan,” ujar Nur Kholis.

Nur Kholis juga membagikan bentuk informasi hoaks yang kerap diterima masyarakat mayoritas berupa berita atau foto atau video lama yang di-repost (posting ulang).

“Saluran penyebaran berita hoaks ini yang paling banyak adalah media sosial, seperti Instagram, TikTok, Whatsapp, Facebook dan sebagainya,” jelas Nur Kholis.

Nur Kholis juga membagikan bentuk informasi hoax yang kerap diterima masyarakat mayoritas berupa berita atau foto atau video lama yang di-repost (posting ulang).

“Saluran penyebaran berita hoax ini yang paling banyak adalah media sosial, seperti Instagram, TikTok, Whatsapp, Facebook dan sebagainya,” jelas Nur Kholis.

Dampak yang disebabkan dari adanya ujaran kebencian dan hoax dalam tahapan Pilkada ini bervariasi. Nur Kholis menyebutkan yakni pembunuhan karakter, ketidakpercayaan terhadap penyelenggara pemilu, manipulasi citra, konflik sosial dan disintegrasi, ketakutan berlebih dan trauma serta mengancam demokrasi.

“Agar tidak terhasut pada hoax atau ujaran kebencian, kami berharap masyarakat bisa meningkatkan kemampuan menilai informasi, kritis saat menerima informasi, jangan mudah terpancing dan jika perlu lakukan pengecekan data di situs yang resmi,” imbau Nur Kholis.

Tya Wiedya