“Senyum para pejuang gizi itu menjadi energi besar mencegah stunting dengan protein hewani. Dimulai dari keluarga, peternak, petani, serta industri, ekonomi kerakyatan juga berjalan beriringan dengan target pemenuhan gizi anak. Dari peran besar merekalah, diharapkan tumbuh generasi emas di Indonesia di masa depan…”
DEMAK (SUARABARU.ID) – Bubur nasi dengan telur dan sayur-sayuran, serta kaldu, masih jadi menu kesukaan Aqsa. Balita perempuan itu baru menginjak usia 10 bulan, Kamis 19 September 2024. Menu sarapan pagi hari itu cukup mudah dibuat oleh sang ibunda, Hiqmah (26). Aqsa dan keluarga tinggal di salah satu desa wilayah Pantai Utara (Pantura) Kabupaten Demak, Jawa Tengah.
Pagi itu di teras rumahnya, Hiqmah telaten menyuapi Aqsa. Aqsa cukup aktif ke sana-kemari berjalan di atas kereta bayi. Sekali dua kali, dia menggeleng enggan menyantap makanan. Acapkali makanan yang sudah dikunyah juga dimuntahkan kembali.
Pada usia Aqsa ke 10 bulan ini, kelahapan makan mulai berkurang. Alhasil berat badannya masih stagnan sama dengan bulan sebelumnya. Catatan terakhir saat mengikuti posyandu di desa, Kamis 12 September 2024, berat badan Aqsa 8,2 kilogram, dan tinggi badan 75 cm. Angka itu masih sama dengan catatan pemeriksaan sebulan sebelumnya, 15 Agustus 2024.
“Kemarin ada PR (pekerjaan rumah) dari bu bidan. Dek Aqsa harus tambah beratnya badan bulan ini,” kata Hiqmah.
Hiqmah lantas berkomunikasi dengan suaminya akan catatan pertumbuhan si putri kecil. Komunikasi di dalam keluarga penting baginya. Keluarga merupakan benteng pertama pemenuhan gizi mencegah stunting untuk menuju generasi emas anak bangsa di masa depan.
Diakui, putri kecilnya cukup lahap makan sejak mulai Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) pada usia kurang lebih enam bulan. Hal ini berdampak positif pada pertumbuhan. Pada usia 6 bulan, grafik berat badan Aqsa 7,2 kg, dan tinggi badan 68 cm. Angkanya terus naik hingga usia 9 bulan, namun stagnan pada usia ke 10.
Hiqmah memutar otak. Dia berusaha membuat variasi olahan masakan dengan protein hewani dan protein nabati yang sekiranya lebih disukai putrinya. Diharapkan, kelahapan makan Aqsa akan naik.
“Sekarang dia lebih suka telur yang direbus dahulu. Terus dicampur dengan bubur nasi dan sayur-sayuran,” katanya.
Dirinya fokus betul akan menu untuk pertumbuhan buah hati pertamanya. Setidaknya, Aqsa rutin mengonsumsi satu hari satu telur ayam yang dicampur dalam bubur nasi. Bila tak menggunakan telur, Hiqmah membeli daging ayam potong di warung terdekat rumah.
Sebagai sumber protein nabati, sayur-sayuran seperti wortel, kembang kol, brokoli melengkapi menu harian Aqsa. Adapun jenis sayur konsumsi lainnya seperti bayam, kacang panjang, daun katuk, kelor, dan glandir (daun ubi jalar) ditanam sendiri oleh sang suami di sisi Timur pekarangan rumah. Tanaman jenis masih bisa ditanam di wilayah pesisir Jawa sekalipun.
“Sejak awal masuk menu MP-ASI itu masak sendiri. Masak kaldu ayam, telur, ikan, sayur-sayuran. Protein hewani ini kan bagus buat pertumbuhannya,” kata dia.
Bagi Hiqmah membuat makanan bayi dengan nutrisi yang cukup memang butuh waktu lebih lama daripada memasak makanan orang dewasa. Tapi dia sabar dan telaten, walau lebih repot. Dia senang dengan rutinitas barunya itu sebagai seorang ibu.
Aqsa juga lebih suka makanan masakan sang ibu, dibandingkan dengan bubur saji kemasan. Meski praktis, nyatanya bubur instan kemasan tak begitu membuat Aqsa berselera. Akhirnya, mengatur gizi dengan masakan ibu menjadi pilihan pertama yang sehat.
Melansir laman Kementerian Kesehatan, seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) anak merupakan waktu paling kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Masa 1000 HPK terdiri atas 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada dua tahun pertama kehidupan.
Disebutkan, pentingnya pola makan gizi seimbang harus diterapkan mulai dari masa kehamilan, dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI. MP-ASI yang adekuat artinya jumlah makanan sesuai dengan kebutuhan energi bayi, setelah 6 bulan ASI saja tidak cukup dan terdapat kekurangan energi yang harus dipenuhi oleh MP-AS.
Pada usia 6-8 bulan, bayi membutuhkan tambahan 200 Kkal per hari, usia 9-12 bulan 300 kkal per hari dan pada anak 12 -23 bulan membutuhkan 550kl.
Konsistensi makanan mulai ditingkatkan dari makanan lumat pada awal pemberian, makanan lembek pada usia 9 bulan. Pada usia 12 bulan, anak sudah dapat makanan makanan keluarga tentu saja dengan potongan atau tekstur yang harus diperhatikan agar tidak tersedak.
Frekuensi makan dimulai dengan 2-3 kali per hari dengan porsi 2-3 sendok makan tiap pemberian dan ditingkatkan bertahap sampai menghabiskan ½ mangkuk 250ml. pada usia 12 bulan anak sudah dapat diberikan makan 3-4 kali perhari dan sudah dapat menghabiskan ¾ mangkuk 250ml. Bayi dapat diberikan makanan selingan atau snack sebanyak 1-2 kali sehari atau sesuai nafsu makan bayi.
Jenis makanan yang diberikan sebagai MP-ASI adalah makanan pokok ( beras, kentang, sagu) dengan makanan lain yang harus diberikan adalah sumber protein hewani ( daging, ikan, hati, telur), produk susu, keju, yoghurt, kacang kacangan dan olahan kacang kacangan seperti tempe dan tahu, juga makanan sumber vitamin dari sayuran atau buah buahan.
Sumber Protein Hewani Mudah Didapat
Telur ayam ternak, dan daging ayam potong jadi sumber utama protein hewani untuk Aqsa. Keberadaanya hari ini, kata dia, masih mudah dijangkau di warung terdekat rumah. Bila harganya stabil, hal itu tak sampai membuat Hiqmah terlalu memutar otak dalam memenuhi kebutuhan nutrisi putri pertamanya itu.
Hiqmah sadar betul, protein hewani pada komoditas telur ayam dan ayam potong sangat dibutuhkan balita. Terlebih untuk pertumbuhan balita pada masa MP ASI sejak masuk usia enam bulan.
Variasi sumber nutrisi balita juga diperhatikannya. Dia memilih sumber lain protein hewani yakni Ikan Kembung, yang sudah cukup dikenal punya nilai gizi yang baik. Ikan Kembung jadi alternatif, karena mendapatkannya secara rutin harian tidak semudah telur ayam ternak dan daging ayam potong.
“Ikan Kembung kadang titip di warung, kadang ke pasar beli sendiri. Ya memang tidak selalu ada. Kalau sumber protein hewani lainnya kadang beli telur puyuh. Supaya menunya bisa bervariasi, dan gizi anak juga tercukupi,” kata dia.
Hiqmah bersyukur, pertumbuhan putri pertamanya itu dinilai cukup baik. Grafiknya meningkat setiap bulan. Aqsa lahir dengan berat 3,4 kilogram, dan panjang badan 48 cm pada November 2023. Pada usia 6 bulan, grafik berat badan Aqsa 7,2 kg, dan tinggi badan 68 cm. Angkanya terus naik hingga usia 9 bulan, namun menjadi tantangan baru karena beratnya stagnan pada usia ke 10 bulan.
Sang ibu sadar betul pentingnya gizi yang cukup untuk putrinya sejak 1.000 hari pertama kehidupan. Gizi yang cukup menunjang pertumbuhan sekaligus mencegah stunting.
Pun jauh sebelumnya saat mengandung, ibu muda itu sudah sadar betul untuk mencukupi gizinya supaya perkembangan janin terjaga. Suplai makanan yang bergizi, seperti daging, telur, sayur, dan suplemen tambahan juga dianjurkan bidan. Memang, pada saat enam bulan pertama kehamilan, tidak semua makanan bisa diterima baik oleh tubuh.
Literasi Gizi
Hiqmah cukup banyak membaca literatur dari internet, media sosial, dan banyak ilmu pengetahuan soal parenting. Terkhusus mengenai pemenuhan gizi yang baik untuk janin di kandungan, hingga sang bayi lahir dan tumbuh. Dia juga belajar dari orang tua, berkonsultasi dengan teman-temannya yang lebih dahulu memiliki anak.
“Saya banyak membaca di internet bagaimana cara pemenuhan gizi untuk anak. Pun di kanal media sosial, banyak informasi yang terverifikasi di sana,” kata dia.
Di luar itu faktor keseimbangan ekonomi juga penting. Salah satu yang cukup disyukurinya dalam memulai berumah tangga, harga sumber protein hewani seperti telur ayam ternak dan ayam potong pedaging mudah didapat serta stabil harganya.
Telur misalnya, satu kilogram belakangan naik turun Rp29 ribu. Itu pun bisa dibeli secara butiran atau seperempat kilogram di warung. Begitupun dengan daging ayam yang dirasa masih cukup bisa dijangkau perekonomiannya di desa.
Memilah-milah pengeluaran untuk kebutuhan amat penting dalam berumah tangga, dengan tidak mengorbankan kebutuhan gizi anak. Hal itu diselaraskan dengan kantong. Apalagi hidup dalam perekonomian kelas menengah, di mana sang suami sebagai karyawan swasta bukan perkara mudah.
“Harapan saya harga telur ayam dan daging ayam tetap stabil. Memang kadang-kadang naik kalau momen besar seperti Lebaran,” kata dia.
Dia paham betul, harus pandai-pandai menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran. Di waktu yang sama, juga harus menaruh perhatian besar untuk membeli makanan bergizi untuk sang anak pada 1.000 hari kehidupan.
Tentu, seorang ibu dan keluarga merupakan harapan Aqsa dan balita-balita lain untuk tumbuh sehat kedepannya. Seorang ibu bisa dibilang pejuang gizi dari dalam keluarga.
Pejuang Gizi dan Ekonomi Kerakyatan
Sumber protein hewani yang dikonsumsi Aqsa, dan balita lain di Indonesia pastilah berasal dari para pejuang gizi lain. Merekalah para peternak, dan petani khususnya. Dari keringat mereka, gizi anak Indonesia diharapkan tercukupi hingga masa mendatang.
Salah satu peternak ayam petelur, yakni Mustadzi (52) di Dusun Karangasem, Desa Sumberejo, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak. Dia dan keluarga terutama sang putra Fathur Rozzaq (28) mulai merintis usaha ternak ayam petelur dengan kapasitas kandang 500 unggas sejak empat tahun lalu tepatnya pada 2020.
Adapun dalam memilih ayam petelur sebagai peluang bisnis usaha kerakyatan, karena hasil produksinya yang siap dikonsumsi. Selain itu, Demak dan wilayah terdekat yakni Grobogan merupakan daerah penghasil komoditas pertanian jagung sebagai sumber pakan ternak ayam.
“Sumber pakan (konsentrat) bisa dibeli dari pabrik, atau bisa olah sendiri dari hasil petani,” kata dia, Rabu 18 September 2024.
Dia punya cara sendiri dalam pemberian pakan. Persentase pemberian pakan supaya produktif hasil produktif, kata dia, berupa jagung 50%, bekatul 15%, dan konsentrat 35%. Untuk kebutuhan pakan tiap ekor ayam 0,12 kilogram. Misalnya, jumlah ayam 500 ekor dikali 0,12 hasilnya butuh 60 kilogram pakan ayam dengan pemberian dua kali waktu pagi dan sore.
Untuk hasil produksi, pada saat puncaknya saat ayam berumur sekitar 25 pekan. Hasil telur yang didapat, 80 persen dari jumlah ayam di kandang. Misalnya 80 persen dari ayam sejumlah 500 ekor, berarti hasil produksi sekitar 400 butir per hari. Kalau sekilo isi 18 butir, berarti hasil produksinya 22,2 kg.
“Kalau sekilo isi 17 butir berarti hasil produksi sebanyak 23,52 kg. Kalau sekilo isi 16 butir ya tinggal dihitung saja,” kata dia.
Memulai usaha peternakan mulai dari skala kecil bukan perkara mudah. Kendalanya, kata dia, lebih pada ketersediaan pakan baik dari industri ataupun petani jagung.
“Harga konsentrat, jagung saat panen gagal susah didapatkan, dan kadang harga telur menurun sedangkan harga pakan naik,” kata dia.
Harga telur yang didapat, pada tingkat peternak terendah pernah Rp 15 ribu, dan tertinggi bisa sampai Rp 30 ribu. Biasanya saat musim hajatan, permintaan telur akan tinggi selain Lebaran.
“Biasanya permintaan telur akan meningkat saat jelang puasa, Idul Fitri, Natal & Tahun Baru atau bulan haji, saat banyak orang hajatan atau mantu,” kata dia.
Menjadi peternak ayam petelur tentu penuh suka duka, apalagi saat merintis. Saat banyak pesanan, kata dia, hasil produksi langsung habis terjual. Dia juga berharap harga pakan tak terlalu mahal, sehingga bisa menutup biaya produksi.
“Dukanya ketika sepi konsumen maka hasil produksi menumpuk. Pernah harga anjlok sampai titik terendah, hingga tidak bisa menutup biaya produksi. Ketika penyakit (virus) merajalela, hingga membutuhkan perhatian dan tenaga ekstra untuk mengatasinya,” katanya.
Sebagai seorang peternak kecil, dan untuk tetap bisa menjalankan roda ekonomi sekaligus memenuhi gizi anak bangsa, Mustadzi punya harapan besar.
“Harapan kami pemerintah bisa menstabilkan harga telur dan harga pakan pabrikan. Sehingga peternak masih kebagian hasil dari hasil usahanya. Jika mungkin, kami harapkan pemerintah bisa memberikan subsidi bagi peternak kecil, atau usaha mandiri. Semoga peternak kecil atau usaha mandiri bisa terus eksis dalam usahanya,” kata dia.
Jagung Komoditas Penting Tunjang Protein Hewani
Suparno (62), warga Dusun Karangasem, Desa Sumberejo, Mranggen, Kabupaten Demak, sudah puluhan tahun mengandalkan pertanian komoditas jagung. Jagung menjadi salah satu andalan masyarakat sekitar. Saat ini sedang panen raya jagung.
Dia mengerjakan setidaknya tiga petak sawah untuk ditanami jagung. Dalam setahun bisa ditanam dan dipanen tiga kali bilamana hasilnya baik. Dengan ukuran lahan sekira 3.000 meter persegi, panen jagung menghasilkan sekira 50 karung, dengan berat dikisaran 1 ton 4 kuintal.
“Harga jagung mulai naik bisa mencapai Rp 5 ribu. Kalau panen raya harga naik turun. Biasanya paling rendah di bawah Rp4 ribu, paling tinggi Rp7 ribu,” kata dia.
Jagung yang ditanam merupakan varietas dua tongkol. Dengan satu tongkol dipanen saat muda untuk jadi putren atau komoditas sayur. Dia biasanya bisa mendapatkan 3-4 karung utren. Harga saat bagus Rp 80 ribu per karung, dan Rp30 ribu saat rendah.
Adapun, komoditas jagung yang ditanam saat ini merupakan bahan utama untuk pakan ternak pabrikan. Biasanya para pembeli langsung datang ke rumah-rumah petani untuk membeli jagung.
“Dibeli langsung di rumah, setelah digiling dan dijemur,” katanya.
Jagung, kata Suparno, merupakan salah satu komoditas yang cukup menguntungkan dibandingkan tanaman lain di wilayahnya. Petani tinggal memilih saja, selera tanaman apa yang ingin ditanam. Akan tetapi, jagung tetap memberi pemasukan lebih bagus selain tembakau.
“Dahulu petani menanam macam-macam. Ada kedelai, padi, kacang tanah, kentang mini, sekarang lebih memilih jagung,” kata dia.
Jagung dinilai komoditas paling ekonomis untuk petani setempat. Kebutuhan industri pakan ternak khususnya cukup membuat petani semringah. Terlebih jagung menjadi komoditas sirkular untuk sumber makanan ternak. Hasil dihilir, menjadi protein hewani seperti telur ayam, daging ayam, untuk kebutuhan gizi masyarakat, terutama dalam mencegah stunting.
Diaz Azminatul Abidin