blank
Seorang pengukir Jepara dalam Lomba Ukir Tahun 2024. Foto: Hadepe

Oleh : Hadi Priyanto

Ketika seni ukir Jepara benar-benar  terancam kelestariannya, menjadikan obyek kebudayaan tersebut sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia bisa saja menjadi sebuah strategi yang cerdas dan jitu. Sebab ketika sebuah karya budaya telah masuk dalam daftar Warisan Budaya Takbenda Dunia,  pemerintah pusat dituntut lebih bertanggungjawab untuk mengelola dan melestarikan objek kebudayaan tersebut. Disamping itu, komunitas internasional juga dapat ambil bagian  dalam upaya pelestarian.

Intangible Cultural Heritage (Warisan Budaya Takbenda) adalah program UNESCO yang bertujuan menarik perhatian masyarakat dunia tentang pentingnya melindungi warisan takbenda yang telah diidentifikasi  sebagai komponen penting dan suatu kumpulan keragaman budaya dunia serta ekspresi kreatif masyarakat.

Suatu objek Warisan Budaya Takbenda yang telah diakui oleh UNESCO, tidak hanya memiliki unsur masterpiece tetapi juga mempunyai nilai dalam kehidupan manusia pendukungnya. Diharapkan setelah ditetapkan, objek kebudayaan tersebut dikelola dengan baik dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Dalam khasanah warisan budaya dikenal dua kategori warisan budaya yaitu: warisan budaya tak benda (Intangible Cultural Heritage) dan Warisan Budaya Benda (Tangible Cultural Heritage). Warisan Budaya Takbenda adalah segala praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, ketrampilan, serta alat-alat, benda, artefak dan ruang budaya terkait dengannya yang diakui oleh berbagai komunitas, kelompok dan dalam hal tertentu perseorangan sebagai bagian dari warisan budaya mereka.

Contoh warisan budaya takbenda adalah: seni pertunjukan, kerajinan tradisional, tradisi dan ekspresi lisan, adat istiadat masyarakat, ritus dan perayaan dan pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam semesta .

Peluang Seni Ukir

Keseriusan Indonesia dalam pengelolaan warisan budaya dapat dilihat dari pemerintah telah meratifikasi ketetapan UNESCO menjadi produk Undang-Undang. Pada tahun 1989 Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Perlindungan Budaya Dunia dan Warisan Alam (Convention concerning the Protection of the World Cultural and Natural Heritage) UNESCO tahun 1972.

Untuk warisan budaya takbenda, Pemerintah Indonesia telah meratifikasi dua konvensi UNESCO. Pertama adalah Convention For The Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage tahun 2003 menjadi Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Konvensi Warisan Budaya Tak Benda. Dampak dari ratifikasi ini adalah Indonesia wajib melaporkan secara periodik perkembangan pelestarian warisan budaya tak benda ke UNESCO dan melestarian warisan budaya sesuai dengan rambu yang sudah ditentukan pada konvensi.

Kedua adalah Convention on the Protection and Promotion of the Diversity of Cultural Expressions tahun 2005 menjadi Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2011 Tentang Proteksi dan Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya. Konvensi ini menjamin seniman, profesional budayawan, praktisi dan masyarakat umum untuk dapat membuat, memproduksi, menyebarluaskan dan menikmati berbagai barang, jasa dan kegiatan budaya.

Konvensi ini mengakui hak negara untuk mengambil langkah untuk melindungi dan mempromosikan keanekaragaman ekspresi budaya dan memperlakukan kewajiban baik tingkat domestik maupun internasional.

Akibat dari ratifikasi Indonesia dalam konvensi UNESCO diatas, maka Pemerintah Indonesia wajib mengusulkan warisan budaya baru untuk menjadi warisan budaya yang diakui UNESCO secara berkala dan wajib menyiapkan strategi untuk melestarikan warisan budaya yang sudah ditetapkan.

Perlu Ikhtiar Bersama

Jepara yang memiliki predikat sebagai Kota Ukir sejak tahun 1970-an, menjadi bukti tak terbantahkan bahwa warisan budaya ini telah menjadi kekuatan absolut kota ini. Bahkan dapat dikatakan seni ukir menjadi salah satu pembentuk karakter masyarakat dan sekaligus menjadi pilar penyangga utama perekonomian daerah.

Walaupun tertatih-tatih, Jepara juga mencoba membangun branding baru, Jepara The Word Carving Center atau  Jepara Pusat Ukir Dunia. Bahkan pada tahun 2010, seni ukir Jepara telah memperoleh  Hak Indikasi Geografis dan  tahun 2015 telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

Kini ketika  warisan budaya ini semakin ditinggalkan para pewarisnya, tentu bukan saja diperlukan politic will yang kuat dari pemerintah, tetapi juga semua pemangku kepentingan. Akademisi, lembaga pendidikan, asosiasi  pengusaha, penggukir dan komunitas pelestari serta seniman budayawan harus bahu membahu dan ambil bagian dalam ikhtiar melestarikan seni ukir. Jalan pintasnya,  dengan menjadikan Seni Ukir sebagai Wariisan Budaya Takbenda Dunia.

Proses pengusulan warisan budaya tak benda maupun warisan benda untuk menjadi warisan budaya yang diakui oleh UNESCO bukanlah perkara yang mudah. Namun bukan berarti tidak bisa dilakukan.

Penulis adalah Ketua Umum Yayasan Pelestari Ukir Jepara