Peran Pemasyarakatan sebagaimana dimandatkan dalam beberapa regulasi, harus didukung dengan kelembagaan dan resources yang kuat. “Ini merupakan tantangan tugas yang tidak ringan. Juga dibutuhkan human capital atau aparatur penyelenggaraan tugas Pemasyarakatan yang memiliki motivasi, etos kerja, dan jiwa pengabdian yang mendalam,” sambungnya.
“Setiap langkah dan pengambilan keputusan kita selalu sandarkan pada prosedur dan ketentuan peraturan perundang-undangan,” imbuhnya.
“Kita harus kembali berpegang pada prinsip yang diikrarkan dalam Konferensi Lembang Tanggal 27 April Tahun 1964, bahwa tembok hanyalah sebuah alat, bukan tujuan Pemasyarakatan. Usaha Pemasyarakatan tidak hanya bergantung pada kokohnya tembok atau kuatnya jeruji,” jelasnya.
Menurutnya, Pemasyarakatan adalah segala bentuk usaha untuk mengembalikan para pelanggar hukum ke tengah-tengah masyarakat, maka dari itu kedudukannya bukanlah terpisah dari masyarakat itu sendiri.
“Dalam mewujudkan tujuan tersebut, kita tidak bisa hanya berfokus kepada para pelanggar hukum saja, tetapi harus meluas sampai ke masyarakat untuk menciptakan ekosistem reintegrasi sosial,” tukasnya.
Tejo menambahkan, pada peringatan HBP ke 60 yang sudah dewasa ini diharapkan Pemasyarakatan semakin berkualitas dalam pembinaan maupun bimbingan, agar warga binaan pemasyarakatan (WBP) bisa kembali di tengah masyarakat menjadi manusia mandiri.
Ia menyebut Pemasyarakatan tidak bisa berdiri sendiri. Dalam melaksanakan pengamanan harus bekerja sama dengan stakeholder seperti TNI Polri dan lainnya.
“Ke depan diharapkan satuan kerja tidak ada lagi yang melakukan tugas tidak sesuai dengan perundang undangan, ” ucapnya.
Tejo juga berpesan kepada para CPNS. “Ada 2 hal yang saya sampaikan kepada mereka, pertama profesionalitas dan kedua integritas, agar mereka sebagai generasi muda mampu melaksanakan tugas optimal kepada masyarakat terutama yang ada di dalam Lapas,” pungkasnya.
Ning S