JEPARA (SUARABARU.ID) – Menjelang pembelaan atau pledoi yang akan disampaikan Daniel Frits Maurits Tangkilisan dan penasehat hukumnya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jepara Selasa 26 Maret 2024, telah dikirim Amicus Curiae dari 8 lembaga kepada Majelis Hakim melalui Ketua Pengadilan Negeri Jepara.
Delapan lembaga yang memberikan pendapat hukum terkait dengan perkara Daniel adalah Komnas HAM, Haris Azhar Law Office, Forum Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawiijaya Malang, SAFEnet,HALO,LPKBH UNISNU, AURIGA, dan Institut for Criminal Justice Reform (ICJR).
Direncanakan KontraS, Mongabay, Law Social Justice UGM dan Greenpeace juga akan memberikan pendapat hukum sebagai pertimbangan hakim, terkait dengan perkara Aktivis Lingkungan Karimun Jawa, Daniel Frits Maurits Tangkilisan
Menurut Nur Ansar, peneliti dari ICJR, melalui Amicus Curiae ini kami berharap Majelis Hakim dapat mempertimbangkan secara hati-hati terkait fakta hukum serta ketentuan lain terkait kebebasan berpendapat serta pengaturan Anti SLAPP yang juga sudah diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2023.
Nur Ansar menjelaskan, berdasarkan proses persidangan khususnya setelah pemeriksaan saksi dan ahli, serta surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang telah dibacakan pada 19 Maret 2024, ICJR mengirim Amicus Curiae terkait perkara ini pada 25 Maret 2024. Terdapat empat catatan yang ICJR sebutkan dalam Amicus ini.
Pertama, Jaksa Penuntut Umum menggunakan materi pasal yang diatur dalam UU ITE tahun 2016. Materi muatan tersebut telah diubah melalaui UU ITE baru yaitu UU No. 1 Tahun 2024. Rumusan pasal 28 ayat (2) telah diubah dan diperjelas mengenai frasa “antargolongan”. Dalam undang-undang baru ini, tidak ada lagi istilah SARA, melainkan disebutkan kelompok mana saja yang dimaksud dalam pasal. Selanjutnya, rumusan pasal 27 ayat (3) serta ancaman hukumannya juga berubah. Berdasarkan asas Lex Favor Reo yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP, Majelis Hakim seharusnya menggunakan ketentuan paling baru yang ada dalam UU No. 1 Tahun 2024.
Kedua, komentar Daniel tidak tepat dianggap sebagai bentuk ujaran kebencian terhadap individu atau kelompok. Walau Jaksa Penuntut Umum beranggapan bahwa komentar Daniel berakibat pada adanya pro dan kontra di masyarakat Karimun Jawa, perbedaan pendapat tersebut tidak termasuk dalam kategori antargolongan yang dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE.
“Jika kita merujuk pada Pasal 28 ayat (2) yang baru, pasal ini dibuat untuk mencegah timbulnya rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik. Jadi bukan soal pro dan kontra mengenai suatu pendapat.” ujarnya
Ketiga, komentar Daniel tidak tepat dikenakan pasal pencemaran nama baik. Dalam Pasal 27 ayat (3), tuduhan yang dilakukan haruslah diniatkan untuk merendahkan martabat orang tertentu. “Delik ini harus menyasar orang perorangan atau individu, bukan sekelompok orang atau badan hukum, sehingga harus jelas orang yang disasar. Daniel tidak menyasar orang-perorang sehingga tidak tepat mengenakan pasal tersebut,” terangnya
Kemudian, menurut Nur Ansar unsur “menuduhkan sesuatu hal” juga harus merupakan perbuatan. “Komentar Daniel, walaupun mungkin dianggap keras, tetap hanyalah penilaian semata terhadap kondisi yang ada di sana. Idiom “otak udang”, bukan merupakan bentuk perbuatan tertentu, sehingga tidak tepat dikenakan pasal pencemaran sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE jo Pasal 310 KUHP.
Keempat, perkara ini memenuhi unsur Anti SLAPP. Pasal 66 UU 32 Tahun 20009, melindungi setiap orang yang memperjuangkan lingkungan hidup dari gugatan atau laporan pidana. “Laporan seperti ini sering disebut sebagai SLAPP, sehingga Pasal 66 menjadi perlindungan bagi pembela lingkungan atau ketentuan tentang Anti SLAPP. Mahkamah Agung juga telah menerbitkan Perma No. 1 Tahun 2023 yang memberikan pedoman kepada Hakim dalam menangani perkara lingkungan, salah satunya tentang SLAPP. Jika bisa dibuktikan bahwa Terdakwa melakukan perbuatannya karena berhubungan dengan pembelaan terhadap lingkungan, Hakim dapat memutus lepas. Kasus Daniel, menurut kami, memenuhi syarat dalam Perma ini,” pungkasnya
Berdasarkan empat catatan tersebut, Daniel seharusnya diputus lepas atau bebas. Bagi ICJR, berdasarkan catatan dalam Amicus Curiae yang telah disusun, perkara ini sejak awal sudah tidak layak untuk ditindaklanjuti oleh penegak hukum. Seharusnya, sejak di Kepolisian, perkara ini sudah dihentikan. “Atau, Jaksa yang memiliki kewenangan untuk melimpahkan atau menghentikan proses penuntutan atau diskresi penuntutan sebagai dominus litis, seharusnya sudah menghentikan perkara ini berdasarkan kewenangannya. Salah satunya berdasarkan kewenangan yang disebutkan dalam Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 mengenai kasus SLAPP,” pungkasnya
Hadepe