blank
Warga Perum Purnamandala Bumireso Wonosobo saat melakukan sadran massal di Taman Makam Bahagia. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Dalam rangka menyambut datangnya bulan ramadan, sebagian warga RW 05 Perum Purnamandala Kelurahan Bumireso Wonosobo, Jawa Tengah, Minggu (10/3/2024) tadi pagi, melakukan ziarah kubur atau nyadran di Taman Makam Bahagia perumahan setempat.

Acara nyadran dengan pembacaan tahlil oleh Kiai Khoeron Al Hafidz SAg, Ketua Takmir Masjid Baitul Mujahidin Perum Purnamandala, di mulai pukul 06.00 WIB dan baru selesai jam 7.30.00 WIB. Sebelum pembacaan tahlil, disampaikan tausiyah oleh Dr K Nurul Mubin, MA, Mudir Ma’had Aly Al Mubaarok Manggisan Mojotengah Wonosobo.

Usai ziarah kubur, peserta nyadran yang terdiri bapak-bapak, ibu-ibu dan anak-anak itu, lalu menuju ke serambi Masjid Baitul Mujahidin untuk menikmati sarapan bersama. Menu utama yang disajikan adalah nasi megono dan daging ingkung ayam. Para jamaah nyadran tampak menikmati menu yang ada.

Kiai Khoeron Al Hafidz menyampaikan acara ziarah kubur dilakukan guna mendoakan para leluhur agar diberi tempat terbaik, diterima amal ibadahnya, diampuni kesalahannya dan para arwah di alam barzah mendapatkan nikmat kubur serta kelak bisa menjadi penghuni surga.

“Tradisi nyadran atau ziarah kubur massal menjelang ibadah puasa di bulan ramadan ini sudah dilakukan warga Perum Purnamandala untuk kedua kalinya. Selain untuk mendoakan para leluhur, juga dalam rangka membersihkan diri untuk menyambut datangnya bulan suci ramadan,” ujarnya.

Memintakan Ampun

blank
Ketua Takmir Masjid Baitul Mujahidin Perum Purnamandala K Khoeron Al Hafidz ketika memimpin tahlih di acara sadran massal. Foto : SB/Muharno Zarka

Dr K Nurul Mubin, MSi menjelaskan Kanjeng Nabi Muhammad SAW dulu memang pernah melarang para sahabat untuk melakukan ziarah. Tetapi waktu itu ketika para sahabat masih menyembah berhala atau patung. Para sahabat ketika datang ke makam juga untuk meminta sesuatu kepada orang yang sudah meninggal.

“Setelah sekian tahun kemudian, Kanjeng Nabi Muhammad lalu memberikan tarbiyah atau pendidikan bahwa setiap jiwa akan mati. Setiap nafas akan mati. Setiap (orang) yang hidup akan mati. Sehingga orang datang ke makam untuk memintakan ampun (maaf) bagi orang yang telah meninggal,” jelasnya.

Orang yang melakukan ziarah kubur, lanjut dia, sekaligus menegaskan bahwa merasa hatinya kotor dan berusaha untuk membersihkanya. Karena dalam ziarah ke makam terdapat dzikir, doa dan mengingatkan akan ada kematian bagi siapapun pada waktunya nanti.

“Nyadran yang kita lakukan merupakan ajaran para Walisongo, ajaran para ulama. Makna nyadran adalah membersihkan hati yang biasanya dilaksanakan menjelang bulan puasa dan idul fitri atau hari-hari yang lainnya. Jadi makna dari sadranan tidak lain dan tidak bukan adalah bagian dari urf atau tradisi yang diwariskan para ulama,” jelasnya.

Karena itu, menurut Mubin, umat Islam tidak perlu ragu-ragu, bahwa mendatangi orang tua, famili atau ulama yang sudah meninggal, merupakan warisan Walisongo. Bahkan daun yang diletakan di atas pusara makam itu dipercaya ikut memintakan ampunan kepada Allah SWT. Adab di makam tidak boleh dilakukan yakni membakar sesuatu atau merokok saat berziarah.

Muharno Zarka