Fahrudin de Brodin

Oleh : Fahrudin de Brodin

Ujung acara Jepara Poster Syndicate Exhibition di Unisnu Jepara adalah Sharing Session bersama Nano Warsono, muralis Internasional asli Jepara dan Yarhan Ambon, pegiat lingkungan dan tokoh gerakan #Savekarimunjawa.

Kerjasama antara komunitas Jepara Poster Syndicate dengan Prodi DKV Unisnu Jepara merupakan berkah yang luar biasa di akhir tahun ini bagi seorang Nano Warsono sebagai seorang seniman.

Sebagai putra asli Jepara yang sudah melanglang buana di karir kesenimanan maupun karir akademiknya menjadi sempurna ketika dia bisa juga menjadi bagian penting dari perubahan besar di kota kelahirannya.

Jepara Poster Syndicate merupakan tindak lanjut dari San Francisco Poster Syndicate yang pernah diikutinya di negri Paman Sam. Atas ijin dari San Francisco Poster Syndicate pulalah Jepara Poster Syndicate lahir untuk mengkampanyekan isu kerusakan lingkungan alam juga lingkungan hidup di Kepulauan Karimunjawa akibat beroperasinya tambak udang intensif illegal atau semi ilegal di sana.

Yarhan Ambon aktivis Karimunjawa bersama Nano Warsoo dan Fahrudin de Brodin

Nano Warsono yang juga merupakan direktur galeri RJ Katamsi, ISI Jogjakarta dalam kesempatan ini juga mengajak para mahasiswa untuk memperluas pencarian ilmunya bukan saja secara eksklusif di dalam kampus tapi juga “blusukan” atau “klayaban” ke luar kampus, ke titik titik riil permasalahan masyarakat. Menurutnya banyak sekali ilmu yang bisa kita temukan dari alam semesta ini berikut manusia yang ada di dalamnya.

Hal ini senada juga diungkapkan oleh Wqakil Dekan III Fakultas Sains dan Teknologi Unisnu Jepara, Suharto yang mengingatkan dengan “sanepo” para leluhur. “Yen pengin uripmu mulyo, mulo nanduro gedhang saba ning sak tengahing latar,” ujar Suharto

Maksudnya adalah ilmu yang menjadi pegangan hidup ini bisa kita raih dengan cara mempelajari alam semesta, dunia seisinya. Bukan hanya di dalam kampus dengan teks-teks buku.

Lebih lanjut Nano Warsono mengingatkan pentingnya juga menegakkan keadilan lingkungan hidup(Environmental Justice) dengan cara cara yang tidak selalu verbal dan provokatif. Ada cara cara populis untuk menyampaikan suatu kebenaran sesuai dengan kemampuan kita masing masing. Contoh riilnya adalah kampanye lingkungan hidup lewat kaos (T Shirt).

“Dengan menggunakan tubuh kita sebagai papan reklame dan poster di kaos kita yang berisi aspirasi yang ingin kita sampaikan pada orang lain ini adalah cara komunikasi yang menarik, bermanfaat dan bersahaja tentunya,” terang Nano
Pada kesempatan itu pula Yarhan Ambon dari Karimunjawa mewakili masyarakat terdampak pencemaran lingkungan dan kerusakan alam akibat tambak udang mengingatkan bahwa jika saja hukum ditegakkan sebagaimana mestinya maka Karimunjawa bisa diselamatkan.

Daniel Frits Tangkilisan yang menjadi “korban” UU Informasi Transaksi Elektronik terkait postingan “otak udang” di Karimunjawa

Namun ironisnya, begitu banyak payung hukum yang dibuat pemerintah untuk pembangunan yang berkelanjutan dilanggar sendiri oleh pemerintah, atau setidaknya diabaikan. Terjadilah proses pembiaran yang masif, terstruktur dan sistematis . Efektivitas strategi pembangunan berbasis lingkungan menjadi lumpuh.

Akibatnya banyak masyarakat Karimunjawa yang kehilangan mata pencahariannya akibat dampak buruk tambak udang intensif yang beroperasi dari 2017 sampai sekarang. Untuk itu Bang Ambon berharap peran aktif civitas akademika Unisnu Jepara untuk terlibat secara aktif menolak adanya tambak udang intensif di Karimunjawa.

Dalam kesempatan ini hadir pula Kaprodi DKV Unisnu Kukuh Wijanarko dan dosen dosen lainnya. Juga ada Daniel Frits Tangkilisan yang menjadi korban UU Informasi Transaksi Elektronik terkait postingan “otak udang” di Karimunjawa, De Brodin (Fahrudin), Ahmad Taufiqurrahman/Copett ketua bidang Senirupa Dewan Kesenian Daerah Jepara, Linda Natalia, owner Dapure Mbak Berto yang juga adalah ketua panitia pameran bersama seniman perempuan Jepara Jaladara beberapa waktu lalu di Museum Kartini Jepara.

Acara selesai dan tengah malam acara dilanjutkan ke depan SMPN 1 Jepara. Di tembok kumuh itu Nano Warsono bersama rekannya Yanal Desmon harus menyelesailan muralnya. Gambar paus totol (Whale Shark) dan banyak sekali kupu kupu yang membawa api semangat (perjuangan). Di bawahnya tertulis Karimunjawa, Jepara, Muria, Biosphere Dunia.

Ini adalah sebuah peringatan agar kita sadar bahwa Karimunjawa, Jepara sampai Muria adalah wilayah yang amat penting bagi kehidupan manusia di planet bumi ini. Karenanya jangan melakukan perusakan alamnya yang ada dikawasan ini. Sebab alam kawasan Muria, akan menjadi penjaga kehidupan umat manusia. Jadi jangan biarkan alam terluka dan menjadi murka.

Penulis adalah budayawan Jepara