Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Semarang, Sutrisno, bersama perwakilan buruh saat ditemui di kantornya, Senin (27/11/2023). (Foto HP)

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang akan mengajukan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sebesar Rp 3.249.969,71 di tahun 2024.

Nominal itu berarti upah di Kota Semarang naik enam persen dari sebelumnya Rp 3.060.348,78 di tahun 2023.

Nantinya, usulan itu akan disampaikan ke Pemerintah Provinsi Jateng, untuk kemudian diputuskan oleh Pj Gubernur Jateng.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Semarang, Sutrisno mengatakan, usulan kenaikan itu merupakan titik tengah dari usulan buruh dan pengusaha.

“Di kami kan ada rapat dengan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia-red) dengan para buruh (serikat buruh-red). Dari hasil rapat itu kan ada beberapa alternatif usulan, dari Apindo dan dari serikat pekerja. Awalnya usulan berbeda, namun akhirnya ada usulan kesepakatan,” katanya saat ditemui di kantornya, Jalan Ki Mangunsarkoro, Semarang, Senin (27/11/2023).

Pihak Apindo mengusulkan kenaikan UMK sebesar 3 persen, sedangkan serikat pekerja mengusulkan UMK naik sebesar 17 persen.

Dari hasil itu, Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, menetapkan untuk mengusulkan kenaikan UMK sebesar enam persen atau menjadi Rp 3.249.969,71.

“Jadi ini hasil diskusi mencari titik tengahnya. Kami juga berharap ke teman-teman serikat pekerja agar menerima. Alhamdulillah lah kita bisa mengusulkan kenaikan itu. Kemudian dari Apindo mohon ya, bahwa itu tidak memberatkan, semoga dimudahkan rezekinya,” katanya.

Diakuinya, besaran kenaikan yang akan diusulkan tersebut tak menggunakan acuan PP nomor 51 tahun 2021. Nantinya, Pj Gubernur yang akan menentukan besaran kenaikan UMK Semarang.

“Enam persen itu juga menunggu penetapan dari provinsi, ini belum final. Provinsi kan bersurat lagi ke Kota Semarang, karena itu kan di luar rumusan PP nomor 51 pasal 26,” katanya.

Di sisi lain, usulan ini juga telah mempertimbangkan kebutuhan buruh dan kemampuan pengusaha. Sutrisno berharap baik buruh dan pengusaha bisa menerima keputusan tersebut.

“Dari angka kebijakan, melihat kebutuhan dan kemampuan. Jadi kita berdasarkan apa yang terjadi di masyarakat,” katanya.

Hery priyono