blank
Pembukaan kegiatan Uji Kompetensi Wartawan kerja sama PWI Jatengd engan sebuah perusahaan BUMN. Foto: Widiyartono R.

Kenapa itu terjadi? Mungkin saja sebagian kita menganggap bahwa nilai UKW memang segitu. Atau UKW dinilai tidak berwibawa, dan kecil asas manfaatnya.

Keikutsertaan peserta seperti ini bukan oleh kelalaian seleksi administrasi awal, tetapi disengaja untuk mengelabuhi. Bahkan, jika sampai Dewan Pers mengeluarkan sertifikat kompeten, berarti lembaga tersebut ikut tertipu. Ini akan bertambah parah seandainya di Dewan Pers sendiri pengawasan dan pengendalian lemah.

Di samping itu, di tingkat penguji juga banyak yang belum benar-benar kompeten. Kemampuan membaca perintah mata uji, merinci dan mengompilasi nilai setiap unsur unjuk kerja, memandu dan membimbing peserta uji memahami materi uji, dan menguji saat ujian lisan juga banyak masalah.

Di sini, bukan semata-mata pengujinya yang salah. Bukan faktor tunggal. Banyak sekali faktor penyebabnya seperti misalnya penguji belum mengikuti training sebagai penguji. Ini mengakibatkan, tidak seragamnya dalam pemahaman itu.

Sebagai contoh soal pemagangan. Si A magang menjadi penguji di setiap tahapan jenjang mulai dari muda, madya, utama. Sementara pengujinya sendiri belum pernah mengikuti training penguji.

Siapa belajar kepada siapa, mempelajari apa, mendapat apa menjadi mata rantai yang saling melemahkan.

Secara berulang-ulang penulis pernah meminta untuk dilaksanakan ToT, penyegaran penguji, atau apalah namanya. Sampai hari ini hanya sekali saja berlangsung.

Yang lain soal rekrutmen penguji. Tidak ada standar baku. Jika pun ada sangat mudah dikompromi. Saya tak perlu memperdalam masalah yang sudah dipahami.

Tetapi, saya ingin ada standar baku yang secara konsisten ketat dijaga. Mestinya tidak ada lagi rekruitmen atas nama diskresi kekuasaan untuk keputusan nama penguji.

Perbaikan

Dengan begitu banyak dan kompleksnya masalah UKW ini, maka sebagai warga PWI saya mengusulkan beberapa hal.

Pertama, dilakukan penataan kembali organisasi UKW.

Kedua, rasionalisasi penguji. Ini pasti tidak populer. Tidak masuk akal jumlah penguji mencapai di atas 100 orang. Di antara lembaga penguji yang memiliki begitu banyak penguji mungkin hanya PWI. Konsekuensinya tentu berpengaruh pada keadilan dalam membagi penguji. Direktur kadang kesulitan berbuat adil, apalagi jika keputusannya tidak mandiri. Keadaan ini memungkinkan banyak penguji yang terlewatkan, atau sengaja dilewati, atau atas dasar pertimbangan tertentu.

Beberapa teman curhat, beberapa kali sudah dijadwal menguji, tiba-tiba dibatalkan. Penulis sampai hari ini menganggap itu semata-mata miskomunikasi, meminjam istilah presiden ketika memberi pernyataan soal Rempang.

Saya suka tagline perubahan saat kampanye menjelang kongres. Maka, inilah momentum berubah.

Jika perlu, jumlah penguji tak lebih dari 20 orang. Siapkan tim seleksi independen, tetapkan syarat-syaratnya, uji kemampuannya di depan panelis, diminta karya tulis atau makalah dan diuji layaknya disertasi. Disiplin penerapan. Dan, tentu saja tes kemampuan akademik dan tes psikologi.

Kenapa sedemikian tinggi syaratnya? Lebih karena wartawan adalah profesi yang  memiliki kualifikasi tinggi. Mungkin saja, banyak penguji termasuk saya tidak lolos seleksi ketat itu. Tetapi, demi PWI yang lebih berkualitas dan berwibawa, semua kita mesti menyetujuinya.

Dengan demikian, siapa pun yang ditetapkan dan diangkat menjadi penguji, tidak menimbulkan tanda tanya. Jadwal UKW ditetapkan, sekalian ditetapkan pengujinya.

Sesaat setelah UKW, seluruh materi uji masuk ke tim monitoring dan evaluasi. Mereka yang menguji tidak standar, diberikan catatan dan teguran tertulis bila perlu. Setelah materi uji lolos pemeriksaan, baru dikirim ke Dewan Pers. Dengan demikian, semua berlangsung clear and clean. Mekanisme atau prosedur pengawasan di DP juga mesti disiplin.

Kemudian juga terhadap wartawan yang dinyatakan sudah kompeten, setelah 4-5 tahun perlu disegarkan. Materi dan pemberi penyegaran dipersiapkan dengan baik.

Saya tidak tahu, apakah ke depan masih ada peserta UKW jenjang muda. Ini bersebab, sekarang cukup sulit mencari peserta. Jika pun ada mungkin peningkatan status.

Lalu jika yang lulus utama selalu bersiap jadi penguji, berapa lagi kita akan mencetak penguji?.

Oleh sebab itu, pilihannya mungkin tiga nilai terbaik utamalah yang berhak ikut seleksi dengan syarat-syarat yang sudah diurai terdahulu.

Dan terakhir, selamat bekerja. Bravo PWI!

Hendro Basuki, anggota PWI, penguji UKW, mantan Ketua PWI Jawa Tengah