Perahu kuno sebagai situs arkeologi tertua (foto anin)

NENEK MOYANGKU seorang pelaut. Itulah lirik lagu anak-anak yang sudah terkenal sejak puluhan tahun lalu. Dan, nyatanya memang benar, Kerajaan besar di Nusantara adalah Kerajaan maritim. Aceh, Sriwijaya, Majapahit.

Kemudian, penemuan sebuah perahu kuno di Dusun Jetakbelah, Desa Punjulharjo, Rembang, Kabupaten Rembang pada tahun 2008, juga membuktikan hal itu. Situs penemuan perahu kuno ini disebut sebagai situs bersejarah tertua di Indonesia. Penemuan perahu tersebut membuktikan bahwa nenek moyang adalah pelaut ulung dan andal.

Dikutip dari Jatengprov.go.id, perahu dengan panjang 15 meter tersebut berasal dari abad ketujuh hingga kedelapan Masehi. Perahu kuno tersebut ditemukan sekitar satu kilometer dari pantai utara Jawa di Rembang.

Jika tiap tahun terjadi pergeseran pantai sejauh satu meter, maka perkiraan perahu tersebut telah terdampar selama 1.000 tahun. Penduduk sekitar menemukan perahu tersebut pada tahun 2008.

Asal–Usul Perahu Kuno Di Kota Rembang

Pada masa itu, penduduk pesisir pantai Punjulharjo menggali tanah pada kedalaman dua meter untuk membuat tambak secara tidak sengaja menemukan perahu kuno. Lokasi ditemukannya perahu tersebut berjarak 500 meter dari pantai.

Kemudian, Tim Balai Arkeologi Yogyakarta meneliti perahu kuno di Rembang. Sampel kayu perahu tersebut dikirim ke Amerika Serikat untuk di teliti kembali dengan teknologi carbon dating.

Dari alat tersebut dapat diketahui bahwa perahu tersebut berukuran 15,2 x 47 meter berasal dari abad ketujuh Masehi. Dari hasil penelitian tersebut menjadikan perahu kuno sebagai situs arkeologi tertua di Indonesia.

Bahkan situs perahu kuno lebih tua dibandingkan dengan Candi Borobudur yang dibangun pada abad kesembilan Masehi.

Tak hanya itu, Tim Balai Arkeologi Yogyakarta juga melakukan penelitian dengan menganalisis sampel tali ijuk perahu. Hasilnya, perahu kuno tersebut berasal sejak abad ketujuh sampai kedelapan Masehi (antara kurun waktu 660–780 Masehi).

Dilansir dari Kemendikbud.go.id, apabila dikaitkan dengan konteks sejarah, abad ketujuh dan kedelapan Masehi merupakan awal berkembangnya Kerajaan Mataram Kuno di Jawa dan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. Perahu kuno di Rembang juga dikenal dengan nama Perahu Punjulharjo.

Perahu tersebut dibuat dengan teknik papan ikat dan kupingan pengikat. Tradisi pembuatan perahu yang lazim ditemukan di Asia Tenggara sejak awal Masehi sampai abad ke–13 Masehi.

Dengan mengambil sampel tali ijuk untuk pengujian perahu melalui analisis radiokarbon, kawasan maritim Asia Tenggara sudah mengenal teknik pembuatan perahu sejak abad ketujuh hingga kedelapan Masehi dengan teknik khasnya yaitu menggunakan tali ijuk dan pasak kayu.

Perahu kuno tersebut juga diyakini sengaja ditinggalkan pemiliknya karena terendam air laut. Kayu perahu menjadi awet dan tidak mudah hancur. Hingga saat ini, situs perahu kuno masih diteliti oleh ahli–ahli arkeologi dan dijadikan sebagai cagar budaya yang wajib dilindungi.

Selain menyimpan sejarah, perahu kuno di Rembang sebagai peninggalan nenek moyang juga dipercaya menyimpan misteri.

Masyarakat sekitar juga sering berebut air laut yang merembes ke dasar perahu. Mereka percaya bahwa air laut tersebut dapat menyembuhkan berbagai penyakit.

Aninda Eka Rahayu