blank
MENINJAU - Tim Bapelitbang meninjau lokasi tempat akan dibuat kolaborasi pentahelix. (foto: diskominfo)
BATANG (SUARABARU.ID) – Untuk kebutuhan khususnya lokasi industri bagi investor, pemerintah telah mengatur suatu wilayah untuk menampung berbagai kegiatan industri melalui pembangunan kawasan industri. Kebijakan Pemerintah tersebut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri.
Salah satu kawasan industri yang juga merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yaitu Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
KITB memiliki luas 4.300 hektare yang terletak di Kabupaten Batang. Proyek ini diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dengan tujuan memanfaatkan momentum untuk menangkap peluang investasi asing. Hingga saat ini, pembangunan KITB terus dipercepat agar dapat beroperasi secara penuh pada tahun 2024.
Tentunya pembangunan KITB ini membuka peluang yang lebih besar untuk investasi di wilayah Kabupaten Batang. Pembangunan KITB ini menjadi salah satu harapan baru untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Batang.
Mengatasi hal ini, Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Bapelitbang) Batang mengajak semua pihak secara bersama-sama berkolaborasi untuk mengantisipasi sedini mungkin dengan cara mematuhi dan melaksanakan perencananaan kawasan yang sudah disusun.
Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bapelitbang Batang Sudarno menyampaikan, pandangan ini ketika berbicara pada Focus Discussion (FGD) di aula Kecamatan Gringsing pada Kamis (31/8/2023) lalu, dalam rangka implementasi Rancangan Aksi Perubahan Kinerja Organisasi untuk Pelatihan Kepemimpinan Administrasi (PKA) yang berjudul “Membangun Kolaborasi Pentahelix Untuk Mengatasi Daerah Kumuh Sekitar Kawasan Industri Terpadu (KIT) di Kabupaten Batang”.
“Fokus Bapelitbang yang harus segera diantisipasi adalah timbulnya kawasan kumuh disepanjang jalan di Desa Plelen, Desa Sawangan, Desa Ketanggan, dan Desa Kedawung. Di desa-desa tersebut dikhawatirkan akan tumbuh pelaku usaha kecil yang tanpa perencanaan dan menyimpang dari tata ruang,” katanya saat ditemui di Kantor Bapelitbang Batang, Kabupaten Batang, Sabtu (2/9/2023).
Berdirinya warung-warung dan bangunan milik masyarakat sekitar akan membuat suasana kumuh. Sudarno mengambil contoh di lapangan Desa Sawangan, di mana sudah berdiri warung-warung makan yang dibuat ala kadarnya. Dari satu warung kemudian diikuti warung lain dan sekarang sudah banyak dan mengganggu kerapian.
“Jika ini tidak diantisipasi sedini mungkin akan menimbulkan permasalahan baru karena tidak mungkin menggusur begitu saja,” jelasnya.
Kenapa dinamakan kolaborasi pentahelix, karena mengatasi kumuh ini tidak bisa satu pihak saja tapi secara multipihak yaitu Pemerintah Daerah, Masyarakat atau komunitas, pelaku usaha, akademisi, dan media yang secara bersama-sama berkomitmen untuk mengatasi daerah kumuh tersebut sebagai tujuan jangka pendek.
“Dalam jangka 6  bulan ke depan sebagai tujuan jangka menengah akan disusun Rancangan Peraturan Bupati tentang Pemanfaatan Wilayah Sekitar KITB untuk kemudian agar terjadi sinergitas antara KIT Batang dengan Kawasan Penyangga atau sekitar berupa pola kerjasama antarkawasan yang merupakan tujuan jangka panjang ke depan supaya tidak terjadi disparitas atau kesenjangan wilayah,” terangnya.
Sementara itu, Camat Gringsing Adhi Bhaskoro menambahkan, pemerintah dan masyarakat Kecamatan Gringsing mendukung adanya KIT Batang dan kemajuan desa-desa penyangga.
“Untuk mengantisipasi timbulnya daerah kumuh perlu ketegasan dan keterlibatan semua pihak. Pemerintahan desa hendaknya diikutsertakan untuk memajukan warganya sehingga semua bisa ikut menikmati keberadaan KIT Batang dengan tetap memperhatikan lingkungan,” ujar dia.
Nur Muktiadi