”Hasil penelitian saya menunjukkan, bahwa public value dalam program pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan Dana Desa belum secara optimal mampu diwujudkan di pemerintahan desa pada kabupaten di Jawa Tengah,” ungkap Joko dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/8/2023).
Berikan Keleluasaan
Menurut Joko, otonomi yang seharusnya menjadi syarat utama dalam penggunaan Dana Desa belum diberikan secara penuh dan proporsional kepada desa, pemerintahan desa, dan masyarakat desa pada kabupaten di Jateng. Desa, lanjut Joko, belum diberi keleluasaan dalam merencanakan program kegiatan yang dianggap penting sesuai kebutuhan prioritas oleh desanya.
Selain itu, dalam ruang demokrasi di beberapa wilayah desa, oleh aparat dan perangkat desa belum memberikan proses deliberasi untuk mengikutsertakan masyarakat dalam musyawarah atau rembug desa.
”Hal itu mengakibatkan banyak terjadinya potensi dan penyelewengan anggaran Dana Desa melalui mark up anggaran, program fiktif, pemotongan anggaran, dan pembelian barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi,” terang mantan Kabag Umum RSUD Surakarta Provinsi Jateng itu.
Maka, sambung Joko, rekomendasi yang bisa dilakukan adalah, memberikan otonomi secara proporsional penuh kepada desa, aparat dan perangkat desa, serta diberi ruang demokrasi lebih luas dan melakukan program pendampingan secara intensif.
Ia menambahkan, kegiatan pemberdayaan masyarakat lebih mengedepankan faktor yang meningkatkan motivasi dan potensi diri di masyarakat desa. ”Berikan kepercayaan penuh kepada desa dalam mengelola Dana Desa. Program pemberdayaan masyarakat melalui dana desa juga harus diperbanyak,” tambahnya.
Joko Mulyono yang lahir di Boyolali, 7 September 1977 ini menempuh pendidikan D IV di STPDN Depdagri (1999), dan S2 Administrasi Publik UGM Yogyakarta. Selama kariernya, dia pernah menjadi Sekcam Ngemplak dan Ampel Boyolali, serta Pj Kepala Desa Sidomulyo Kecamatan Ampel.
Ning S