blank
Lestari Moerdijat. Foto: fn

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Guna mewujudkan target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) Nomor 4, dengan mewujudkan pendidikan berkualitas dan inklusif, diperlukan kompetensi tenaga pengajar, serta sistem pendidikan yang memadai dan adaptif.

”Guna menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata, serta mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua orang yang merupakan SDGs Nomor 4, sudah menjadi komitmen bersama, dan seharusnya secara konsisten diwujudkan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/8/2023).

Berdasarkan laporan capaian SDGs tahun 2021 tercatat, tingkat penyelesaian pendidikan di Indonesia terus meningkat. Namun semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin rendah tingkat penyelesaian sekolah.

BACA JUGA: Dandim 0728 Wonogiri: Jaga Kekompakan dan Saling Membantu

Hal itu dapat dilihat dari penyelesaian pendidikan pada jenjang SD yang mencapai 97,37 persen, SMP (88,88%), dan SMA (65,94%).

Disamping itu, pendidikan di Indonesia masih perlu ditingkatkan dari sisi pengembangan kurikulum maupun kualifikasi dan kompetensi pendidiknya. Hal itu dikarenakan, guru dengan kualifikasi minimal S1/D4 baru mencapai 73,17 persen, dan guru yang bersertifikat pendidik baru mencapai 25,76 persen.

Kondisi itu, tambah Lestari, harus disikapi dengan serius, mengingat kualitas pendidikan yang inklusif dan merata, hanya bisa dicapai bila jumlah sarana, pendidik dan kompetensinya memadai.

BACA JUGA: Serikat Pekerja Nasional Gelar Rakornasus di Kota Tegal

Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, berbagai tantangan masih harus dihadapi diberbagai jenjang pendidikan. Catatan Kemendikbudristek tahun 2022 menunjukkan, kekurangan guru di Indonesia mencapai 781 ribu. Selain itu juga tercatat, 288 kecamatan di Indonesia yang tidak memiliki SMP, dan 681 kecamatan yang tidak memiliki SMA.

Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu menyampaikan, penyediaan layanan pendidikan tinggi berkualitas, juga masih dihadapkan pada tantangan peningkatan partisipasi masyarakat, dalam mengakses layanan itu.

”Tantangan lainnya, mengatasi ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan atau supply tenaga kerja lulusan pendidikan vokasi, dengan ekspektasi industri,” ujar Rerie.

BACA JUGA: Kampung Kartini Tangguh Gagasan Kapolres Jepara, Indria Mustika: Orisinil dan Menantang

Secara umum, tambah anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, lembaga pendidikan vokasi dinilai belum mampu menghasilkan lulusan, untuk memenuhi permintaan pekerjaan berketerampilan tinggi di pasar kerja.

Berdasarkan kondisi itu, tegas Rerie, upaya membangun kolaborasi yang kuat antarpemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, harus direalisasikan untuk mengakselerasi pencapaian target pembangunan berkelanjutan pada 2030.

”Kondisi itu untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan inklusif, bagi semua orang di Tanah Air,” tegasnya.

Riyan