blank

“Pembelajaran berdiferensiasi, menajamkan potensi peserta didik dalam Kurikulum Merdeka jenjang sekolah dasar”. Sekar Anggun Eka Prasasti mahasiswa program studi Pendidikan Profesi Guru, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, berpendapat demikian.

“Potensi peserta didik meliputi kesiapan belajar, minat, dan profil belajar dapat ditingkatkan dengan memberikan pembelajaran secara luwes yang disebut dengan pembelajaran berdiferensiasi,” kata
wanita yang lahir di Purworejo pada 12 April 1991 itu.

Wanita yang pernah menempuh pendidikan S1 Fisika di Universita Negeri Yogyakarta 2009-2013 dan melanjutkan S1 PGSD di Universitas Terbuka pada tahun 2016 itu menuturkan,
pembelajaran secara berdiferensiasi bukan merupakan pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda pada setiap peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi telah ditawarkan oleh Kurikulum Merdeka. Pemahaman makna sistem pembelajaran berdiferensiasi dilakukan sebagai langkah awal yang harus dipenuhi oleh pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, untuk menerapkan sistem pembelajaran diferensiasi.

“Metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan analisis yang difokuskan pada pembelajaran diferensiasi Kurikulum Merdeka,” tutur pendidik yang sekarang tengah menempuh pendidikan profesi guru PPG di Universitas Ahmad Dahlan sejak 2022 hingga sekarang ini.

Dijelaskan, hasil penelitian dia di SD Negeri 2 Wates, Kulonprogo (DIY), menunjukkan bahwa di sana belum mengetahui betul makna dari pembelajaran berdiferensiasi pada Kurikulum Merdeka yang berarti merdeka dalam belajar. “Merdeka belajar dapat dikembangkan menggunakan strategi dalam pembelajaran diferensiasi untuk mewujudkan transformasi dalam dunia pendidikan,” jelasnya.

Dia menyitir pendapat
seorang ahli (Angga et al., 2022) bahwa peserta didik menjadi aktif dapat dilihat dari pengalaman belajarnya. Selain itu dapat mengubah perilakunya menjadi proses interaksi edukatif. Kurikulum telah dan akan terus menjadi perangkat penting dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran.

Dapat dikatakan demikian karena kurikulum merupakan pedoman penyelenggara pembelajaran yang mencakup berbagai  rancangan dan kesepakatan mengenai kajian, proses serta penilaian dan hasil belajar (Gunarhadi, 2019). Dengan kata  lain, lanjutnya, kurikulum dan pembelajaran adalah hal yang integral dengan dunia pendidikan, dalam kasus ini adalah sistem pendidikan nasional. Artinya, masing-masing dari keduanya saling memengaruhi, sehingga tidak dapat dipisahkan.

Menurut catatan dia, berdasarkan hasil pemaparan yang  dilakukan oleh Kemendikbud RI, Kurikulum Merdeka  dibentuk guna mewujudkan proses  pembelajaran yang  otonom dan fleksibel, sehingga tercipta  kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik (Sabriadi & Wakia, 2021).

Pembelajaran berdiferensiasi tak lain adalah salah satu strategi pelaksanaan Kurikulum Merdeka. Ditinjau dari perspektif pendidikan,  pembentukan strategi  itu dilakukan supaya  peserta didik dapat  secara bebas  berekspresi dan bereksplorasi mengenai materi-materi yang ditawarkan oleh guru. Artinya, teknis  pembelajaran yang sebelumnya telah dipusatkan pada peserta didik, kini dibuat lebih variatif disesuaikan dengan minat dan bakat masing-masing peserta didik.

Disebutkan pula, berdasarkan pandangan filosofi Ki Hadjar Dewantara, bahwa setiap anak itu berbeda dan unik, yang harus dituntun sesuai dengan kodratnya. Potensi yang ada dalam diri peserta didik diberi kebebasan untuk ditingkatkan. Potensi yang dimaksud adalah kesiapan belajar, minat dan profil belajar dari peserta didik. Hal tersebut dinamakan pembelajaran diferensiasi.

blank
Sekar Anggun mengajari siswa dengan kurikulum modern. Foto: ist

“Guru memfasilitasi peserta didik sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap murid mempunyai karakteristik dan gaya belajar yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama,” imbuhnya.

Kesuksesan guru dalam mengajar didasari oleh mengenali profil dari peserta didik. Pengembangan merdeka belajar selaras dengan pembelajaran diferensiasi. Di mana dalam konsep merdeka belajar terdiri dari: pemahaman akan profil peserta didik, kebutuhan peserta didik, persiapan guru dan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.

Transformasi pendidikan dapat diwujudkan untuk mencapai merdeka belajar dengan cara pembelajaran berdiferensiasi. Strategi pembelajaran berdasarkan prinsip diferensiasi perlu diterapkan oleh guru. Tindakan yang masuk akal juga perlu dipikirkan untuk menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.

Ditegaskan bahwa pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau tindakan yang berbeda untuk setiap peserta didik. Maupun pembelajaran yang membedakan antara peserta didik yang pintar dengan yang kurang pintar.

Pemahaman makna sistem pembelajaran berdiferensiasi sendiri dilakukan sebagai langkah awal yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak yang terlibat dalam  dunia pendidikan untuk menerapkan  sistem pembelajaran terdiferensiasi.  Sebagai roda  penggerak pendidikan  nasional, kata dia, setiap guru perlu  memahami program  yang dibentuk dalam  suatu kurikulum, sehingga tujuan  pembelajaran yang  telah direncanakan dapat tercapai secara maksimal.

Informasi atau pelajaran dapat diterima oleh peserta didik dengan cara yang berbeda-beda. Hal itu dinamakan gaya belajar. Pendapat dari (Irawati et al., 2021) gaya belajar diartikan sebagai cara yang dimiliki seseorang untuk merasa mudah, nyaman, dan aman saat belajar, baik dari   sisi waktu maupun secara indra. Gaya belajar terdiri dari gaya belajar visual, auditory, dan kinestetik.

Gaya belajar dengan cara melihat disebut gaya belajar visual. Adapun karakteristik seseorang yang menggunakan visual learning menurut (Irawati et al., 2021), di antaranya: materi pelajaran harus yang dapat dilihat, saat proses KBM dia akan berusaha duduk di depan kelas, suka mencoret-coret sesuatu yang terkadang tanpa ada artinya saat di dalam kelas, pembaca cepat dan tekun, lebih suka membaca daripada dibacakan, lebih menyukai peragaan daripada penjelasan lisan. Gaya belajar untuk memperoleh informasi dengan memanfaatkan indra pendengaran disebut dengan gaya belajar auditori. Adapun karakteristik seseorang yang menggunakan auditory learning menurut pendapat (Irawati et al., 2021) yaitu: mencari posisi tempat duduk di mana dapat mendengar walaupun tidak dapat melihat yang ada di depannya, menyanyikan lagu, berbicara dengan diri sendiri atau teman di sampingnya ketika merasa bosan. Sedangkan gaya belajar kinestetik merupakan cara belajar yang dilakukan seseorang untuk memperoleh informasi dengan melakukan pengalaman, gerakan, dan sentuhan.

“Praktik atau pengalaman belajar secara langsung berhubungan dengan gaya belajar kinestetik,” ujarnya.

Penelitian yang dia lakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif berdasarkan analisis. Fokus penelitian itu adalah pembelajaran berdeferensiasi pada kurikulum merdeka. Metode kualitatif yang digunakan untuk memperoleh informasi yang mendalam menggunakan teknik wawancara seorang guru kelas IV di SD Negeri 2 Wates, Kulonprogo. Data penelitian kualitatif merupakan data-data yang diperoleh atau dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, ungkapan narasi, serta gambar.

Tujuan dari penelitian itu, jelasnya,  memberikan deskripsi, penjelasan dan validasi tentang fenomena yang diteliti. Fenomena yang diteliti yaitu pembelajaran diferensiasi Kurikulum Merdeka pada peserta didik kelas IV SD N 2 Wates. Penelitian kualitatif itu seperti penelitian tindakan kelas, etnografi, fenomenologi, studi kasus, dan lain-lain, perlu ditambahkan kehadiran peneliti, subjek penelitian, informasi yang ikut membantu beserta cara-cara menggali data-data penelitian, lokasi dan lama penelitian serta uraian mengenai pengecekan keabsahan hasil penelitian.

blank
Sekar Anggun mengamati karakter siswa ketika menerima pelajaran dari guru. Foto: ist

Dia juga menguraikan,
pentingnya Kurikulum Merdeka agar pendidikan di Indonesia bisa seperti di negara maju, yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih apa yang diminati dalam pembelajaran.  Pembelajaran yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan dari peserta didik setiap fasenya.

Pada pandangan modern, kurikulum merupakan program pendidikan yang disediakan oleh sekolah. Hal tersebut tidak terbatas hanya pada bidang studi  (mata  pelajaran) dan kegiatan pembelajaran. Namun meliputi segala hal yang dapat mempengaruhi pembentukan pribadi dan perkembangan peserta didik. Kurikulum Merdeka merupakan pembelajaran yang mengacu pada pendekatan bakat serta minat belajar peserta didik.

Penerapan Kurikulum Merdeka terhadap gaya belajar peserta didik adalah kurikulum yang dapat mengakomodasi berbagai keragaman yang ada termasuk peserta didik pada paradigma baru. Pembelajaran itu dirancang dengan prinsip pembelajaran berdiferensiasi, sehingga peserta didik dapat belajar sesuai dengan tahapan perkembangan, prestasi belajar dan kebutuhan belajarnya serta gaya belajarnya.

Gaya belajar didefinisikan sebagai suatu cara konsistensi individu untuk mengkonstruksi pengetahuan yang melingkupi sebuah dorongan kreativitas antara empat model belajar yang secara nyata mempengaruhi pengetahuan, keterampilan atau sikap-sikap melalui belajar atau pengalaman (Widayanti 2013).
Pembelajaran diferensiasi
peserta didik mempunyai beberapa perbedaan yaitu pengalaman, bakat, minat, bahasa, budaya, gaya belajar, dan banyak faktor lainnya.

Akibatnya, menurut dia, tidak adil jika guru hanya memberikan materi pelajaran dan menilai peserta didik dengan cara yang sama untuk semua peserta didik di kelas. Guru harus memperhatikan perbedaan peserta didik dan memberikan pelayanan yang memenuhi kebutuhan peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan guru untuk memenuhi kebutuhan setiap peserta didik.

Sisi lain, temuan permasalahan dari studi kasus di sekolah
SD N 2 Wates sudah menggunakan Kurikulum Merdeka. Tetapi belum  menerapkan pembelajaran diferensiasi dalam kurikulum tersebut. Peserta didik tidak ada yang dibedakan, semua dianggap mempunyai kemampuan yang sama.

“Kurikulum Merdeka diartikan sebagai kurikulum yang berpihak kepada peserta didik agar lebih aktif dan kreatif dalam mengikuti pembelajaran di kelas,” ucapnya.

Di kelas IV masih ditemukan peserta didik yang kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran. Peserta didik tersebut terlihat tidak mendengarkan penjelasan guru serta enggan untuk mengerjakan tugas-tugas. Terdapat peserta didik yang lebih suka mendengarkan penjelasan dari guru tetapi ada juga peserta didik yang menyukai kegiatan pembelajaran yang berbasis projek tetapi malas ketika harus mendengarkan penjelasan guru.

“Hasil pengamatan tersebut menjelaskan bahwa peserta didik di kelas IV mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda. Berdasarkan pendapat (Widayanti, 2013) empat model belajar memengaruhi pengetahuan, keterampilan, sikap-sikap melalui belajar atau pengalaman yang secara konsistensi individu mengontruksi pengetahuan disebut dengan gaya belajar,” katanya.

Dia juga mengamati, pembelajaran di SD N 2 Wates masih menggunakan cara  konvensional yang  dinilai sudah  monoton, sehingga peserta didik merasa bosan. Peserta didik membutuhkan cara mengajar yang lebih bervariasi. Salah satu bentuk kreativitas guru adalah kreatif dalam memilih media pembelajaran yang tepat berdasarkan Kurikulum Merdeka yang menjadikan peserta didik lebih kreatif berdasarkan gaya belajarnya masing-masing.

Setiap peserta didik cenderung mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda yang berguna untuk pembelajaran, pemrosesan dan komunikasi. Gaya belajar termasuk ke dalam pembelajaran berdiferensiasi. Gaya belajar merupakan faktor utama yang mempengaruhi prestasi belajar.

Gaya belajar peserta didik yang muncul tersebut terlihat dengan jelas ketika mengamati pembelajaran yang sedang berlangsung bersama guru kelas. Gaya belajar yang muncul yaitu gaya visual dan kinestetik. Gaya belajar visual lebih senang belajar dengan menggunakan indra penglihatan, sehingga kerja sama antara mata dengan tangan sangat baik. Belajar dengan aktivitas fisik lebih disenangi oleh peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik.

Saran dia, munculnya diferensiasi gaya belajar peserta didik tersebut harus betul-betul diperhatikan oleh guru agar pembelajaran berjalan dengan baik. Sehingga Kurikulum Merdeka yang dijalankan dapat meningkatkan kreatifitas dari semua peserta didik dalam kelas tersebut.
Kelas sebaiknya menerapkan pembelajaran berdiferensiasi pada kurikulum merdeka yang sedang diterapkan.

Ketika proses pembelajaran guru menggunakan beragam cara agar peserta didik dapat mengeksploitasi isi kurikulum. Guru juga memberikan beragam kegiatan yang masuk akal sehingga peserta didik dapat mengerti dan memiliki informasi atau ide, serta guru memberikan beragam pilihan di mana peserta didik dapat mendemonstrasikan apa yang mereka pelajari.

Langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu menggunakan difrensiasi produk. Tampaknya produk yang dihasilkan peserta didik disebut dengan diferensiasi produk. Produk yang dihasilkan beragam karena bahan dan prosesnya pun beragam. Produk yang dibuat oleh peserta didik dapat dinilai oleh orangtua atau saudara.

Penilaian yang dilakukan meliputi rasa, inovasi, dan bentuk. Peserta didik dapat menjelaskan produk dalam bentuk visual seperti video presentasi/foto dokumentasi ataupun dalam bentuk audio seperti voice note tergantung minat peserta didik.

Dengan menerapkan diferensiasi produk, peserta didik yang mempunyai gaya belajar visual dan kinestetik dapat terpenuhi semua.

Dia menyimpulkan,
guru mempunyai strategi untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dengan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka dapat terlaksana dengan baik, apabila guru mampu mengidentifikasi gaya belajar peserta didik. Guru harus  memperhatikan perbedaan peserta didik dan memenuhi kebutuhan peserta didik.

“Dengan adanya Kurikulum Merdeka, diharapkan mampu mengembangkan kompetensi dan kreatifitas peserta didik dengan gaya belajarnya masing-masing,” imbuhnya.

Eko Priyono