blank
Para wanita tampil menjadi peraga putri domas, ikut dalam prosesi kirab di event wisata budaya Ceprotan Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan.(Dok.Prokopim Pacitan)

PACITAN (SUARABARU.ID) – Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, Jatim, memiliki event wisata budaya yang unik. Yakni upacara adat Ceprotan, yang penyelenggaraannya ditradisikan memilih Hari Soma Kasih (Senin Kliwon) pada Bulan Longkang (Dulkangidah).

Hari Soma Kasih Bulan Longkang Tahun Ehe 1956 (Dulkangidah 1444 H) Windu Sancaya kali ini, jatuh pada Hari Senin (29/5). Masuk dalam siklus Wuku Landep, Pranata Mangsa Sadha dengan Candra Surya Numpang Harga.

Bagian Prokopim Pemkab Pacitan, mengabarkan, upacara adat Ceprotan telah ditradisikan secara turun temurun. Tidak hanya sekedar berhenti pada ritual tradisi, namun upacara adat tersebut masuk dalam kalender event agenda wisata budaya tahunan, yang mampu mengangkat perekonomian masyarakat.

”Kalau saya amati, Ceprotan ini tidak berhenti pada tradisinya saja, tapi juga berkembang ke perekonomian,” kata Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji, saat menyaksikan upacara adat Ceprotan.

Bangkitnya perekonomian masyarakat, merupakan dampak adanya multiplayer efect dari acara adat tersebut. Event ini, digelar selama 3 hari berturut-turut bersamaan dengan upacara adat Bersih Desa.

Menurut Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayu Aji, event wisata budaya ini sangat luar biasa. Diharapkan, Ceprotan bisa semakin terkenal lagi, sehingga bisa semakin menasional.

Dewi Sekartaji

Upacara adat Ceprotan, menampilkan sajian atraktif dua kelompok pemuda yang saling lempar buah kelapa muda jenis cengkir, yang sebelumnya telah direndam selama beberapa hari. Tradisi Ceprotan ini erat dengan sesepuh Desa Sekar, Kaki Godhek. Yakni tokoh sakti yang menjadi orang pertama (cikal bakal) pembuka hutan untuk dijadikan permukiman.

blank
Mengawali upacara adat tradisi Ceprotan, warga Desa Sekar, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, mengikuti prosesi kirab dengan memikul sesaji.(Dok.Prokopim Pacitan)

Ceprotan memiliki latar belakang sejarah Kerajaan Jenggala. Bersamaan Kaki Godhek membabat alas untuk membuka permukiman baru, kala itu datang putri Dewi Sekartaji (memiliki nama asli Galuh Candrakirana) dari Kerajaan Jenggala yang tengah berkelana.

Karena melakukan perjalanan jauh, dia merasa haus dan minta kepada Kaki Godhek untuk mencarikan degan (kelapa muda) untuk diminum airnya sebagai pelepas dahaga. Kaki Godhek pun menyanggupi permintaan putri, meski di lokasi tidak ada pohon kelapa. Dia mencari ke pesisir selatan, dan dengan daya kesktiannya, kelapa muda cepat diperolehnya.

Air kelapa muda itu pun segera diminum oleh Dewi Sekartaji. Tapi tidak habis, dan sisanya diletakkan tidak jauh dari tempatnya duduk. Ada keelokan, tempat tersebut kemudian muncul sumber air, yang sampai sekarang masih dilestarikan warga.

Dewi pun segera melanjutkan perjalanan berkelananya, dengan meninggalkan pesan, bila Kaki Godhek berhasil membangun pemukiman, tempat tersebut hendaknya dinamakan Desa Sekar (mengambil nama Sekartaji).

Sejak peristiwa tersebut, warga rutin membuat sesaji berupa ayam ingkung dan meletakkannya di lokasi sumber air. Suatu ketika, sesaji ayam ingkung diambil orang dan dibawa lari. Warga beramai-ramai mengejar dan melempari pencuri tersebut. Kejadian inilah, yang kemudian menjadi tonggak lahirnya upacara adat Ceprotan dengan saling lempar Cengkir (kelapa muda).

Event ini sejak Tahun 2017, telah ditetapkan sebagai warisan Budaya Tak Benda di Pacitan, kabupaten yang terkenal dengan sebutan Paradise of Java tersebut.

Bambang Pur