Petrus menjelaskan, toleransi tinggi yang ditanamkan di Desa Penadaran bisa menjadi role model untuk wilayah lain, dimana kebersamaan membaur menjadi kondisi yang aman, tenteram dan nyaman.
“Tradisi model seperti ini menjadi model yang lain, inilah kebersamaan,ini membuat kita aman, tentram, damai,rukun, dan kita pun nyaman,” tutur Petrus.
Sementara H Sawiji, tokoh agama setempat mengatakan, tradisi tersebut sudah turun temurun sejak nenek moyang yang ada di Desa Penadaran.
Tradisi silaturahmi warga Nasrani dengan warga Muslim sudah menjadi rutinitas setiap hari raya Idul Fitri maupun saat Natal.
“Tradisi tersebut sudah terjalin sejak tahun 1965. Bisa kita lihat, lokasi Gereja Katolik Santo Petrus yang berdampingan dengan Masjid Jami’ Al Mualimin,” jelasnya.
“Kami menyambut baik, ini untuk melanjutkan tradisi nenek moyang yang sudah lama terbina untuk saling mengunjungi,” ujar Sawiji.
Sementara, Kades Penadaran Sholehatul Ridho berharap, tradisi yang ada di desa Penadaran perlu dilestarikan untuk menjaga toleransi dan kebersamaan antar umat beragama.
“Ini wajib dipertahankan, karena tradisi seperti ini jarang. Dan ini perlu kita pertahankan kerukunan antar umat beragama di Desa Penadaran, secara umum perlu ditiru umat beragama di daerah lain yang ada di Indonesia,” ungkap Sholehatul Ridho.
Tya Wiedya