blank
Anggota Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Bidang Pendampingan dan Pemulihan, Retno Ristiasih Utami,S.Psi.,M.Si,Psikolog pada Talkshow Kuliah Keadilan dan Kesetaraan Gender (Kudengar) Radio USM Jaya FM pada Rabu (5/4). (Foto:News Pool USM)

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Salah satu penyebab korban kekerasan seksual tidak mau melapor karena korban malu kasusnya diketahui banyak orang dan viral.

Hal itu diungkapkan Anggota Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Bidang Pendampingan dan Pemulihan, Retno Ristiasih Utami,S.Psi.,M.Si,Psikolog pada Talkshow Kuliah Keadilan dan Kesetaraan Gender (Kudengar) Radio USM Jaya FM pada Rabu (5/4).

Dosen psikologi Universitas Semarang (USM) yang akrab disapa Riris itu mengungkapkan, Indonesia menjadi salah satu negara dengan keadaan darurat kekerasan seksual terutama pada anak

”Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Indonesia darurat kekerasan seksual terutama pada anak dimana mengalami pelonjakan. Dari tahun 2021 sebanyak 4.000 kasus yang telah dilaporkan dan pada tahun 2022 meningkat sebanyak 9.588 kasus yang terlapor. Saya pikir dalam lingkungan umum maupun pelajar, kasus kekerasan seksual lebih banyak yang terlapor dibandingan dengan yang tidak,” ungkapnya.

Menurutnya, enggannya korban kekerasan seksual untuk terbuka menjadi salah satu penyebab kasus kekerasan seksual yang tidak terlapor lebih banyak dibanding dengan kasus terlapor. Hal ini mengingat kasus tersebut merupakan kasus sensitif dimana korban memiliki persepsi apabila terjadi kebocoran informasi saat melakukan konseling atas kasus yang dialami.

Dia mengatakan, dengan terbuka dan melakukan konseling melalui Satgas PPKS akan membantu menemukan solusi terhadap kasus yang dialami dibanding dengan menyimpan sehingga menimbulkan luka lebih mendalam yang dapat berdampak pada kesehatan psikologis.

”Pernah ada yang melapor dan dia mengungkapkan takut jika melapor informasinya akan bocor dan viral. Memang kasus kekerasan seksual merupakan kasus sensitif dimana korban malu, namun dengan terbuka melakukan konseling ke Satgas PPKS, kami akan membantu menemukan solusi dibanding jika diam saja luka yang dirasa semakin dalam dan berdampak pada psikologisnya,” jelasnya.

Tak hanya perempuan yang mengalami kekerasan seksual, katanya, laki-laki juga banyak yang menjadi korban kekerasan seksual. Beberapa cara yang dilakukan untuk meminimalisasi terjadi dan semakin banyaknya kasus kekerasan seksual di antaranya mengetahui kesehatan reproduksi, pendidikan seksual sejak dini, menghargai dan menjaga diri.

Dalam talkshow yang dipandu penyiar Radio USM Jaya FM Elsa Safira dan Pandu Chan itu, Riris mengatakan, hal yang perlu dilakukan oleh pihak konseling terhadap korban adalah tidak menghakimi dan merangkul agar korban tidak merasa sendiri. Dirinya meminta khususnya bagi mahasiswa lingkungan USM untuk menjaga diri serta ikut membantu dan melaporkan apabila adanya korban kasus kekerasan seksual.

”Jaga diri dengan belajar tentang kesehatan reproduksi. Apabila mengetahui orang disekitar kita menjadi korban kekerasan seksual, jangan sungkan untuk membantu dan melapor ke Satgas PPKS USM jika itu diwilayah kampus. Bagi korban untuk jangan ragu sampaikan serta melapor agar kami dapat membantu,” tandas Riris.

Muhaimin