blank
rombongan mahasiswa Magister Hukum USM melakukan KKL di KPK. (Foto:News Pool USM)

JAKARTA (SUARABARU.ID) – Mahasiswa Magister Hukum Universitas Semarang (USM) melakukan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dan Studi Banding Magister Hukum Universitas Semarang periode Semester tahun 2023 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Magister Hukum Universitas Indonesia di Jakarta pada Senin (6/2/2023).

Menurut Ketua Program Studi Magister Hukum USM, Dr Drs H Kukuh Sudarmanto, BA, S Sos, SH, MM, MH, KKL tujuan KKL adalah mahasiswa dapat mengembangkan pemahaman mengenai objek institusi pemerintah atau lembaga pendidikan.

blank
Mahasiswa MH USM yang melakukan KKL di UI Jakarta foto bersama di depan kampus UI. (foto:News Pool USM)

Dia berharap, mahasiswa lebih menguasai materi secara kuantitatif regulasi pemberantasan korupsi maupun terkait Ibu Kota Negara (IKN).

”Selama ini mahasiswa faham secara kualitatif dari teori maupun regulasi,” ujarnya.

Rektor USM yang diwakili Direktur Pascasarjana USM, Dr Indarto SE MSi mengatakan, KKL diikuti 45 mahasiswa Magister Hukum USM yang sebagian besar sudah ujian proposal.

Pada KKL di KPK, rombongan mahasiswa MH USM diterima Agung Widiyanto dari direktorat jejaring pendidikan KPK yang didampingi dari Biro Hukum KPK Erlangga.

”Perguruan Tinggi memiliki peran dalam pemberantasan korupsi,” katanya.

Kalau hanya OTT, katanya, dalam menangkap koruptor, tidak ada pendidikan dan pencegahan maka korupsi akan tetap jalan terus. Koruptor harus dibatasi ruang geraknya.

”Penegakan hukum tidak dalam arti sempit, tapi bagaimana tata kelola pemerintahan, pajak dll. Mencegah korupsi dimulai dari diri sendiri. Saya kira perlu kerja sama antara perguruan tinggi dan KPK terkait regulasi dan penindakan korupsi,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam KKL di UI, rombongan mahasiswa Magister Hukum USM diterima Kaprodi MH UI, Dr Ratih didampingi Dr Fitrah dari koordinator Dosen HTN MH UI.

Fitrah mengatakan, setiap kepala negara memiliki gagasan pindah Ibu Kota Negara sudah dimulai sejak Bung Karno. UU IKN diputuskan dalam waktu singkat, sehingga ada indikator terburu buru, diputuskan dalam waktu singkat.

”Wajar kalau banyak problem, sehingga MK menangkap sinyal. Yang diputus jam 3 pagi, itu tidak ada dalam kenyataan. UU IKN ini menyebar suara, DPRD-nya belum ada, rencana Induk belum dibahas,” tambahnya.

Dia mengatakan, yang bisa bikin pidana adalah peraturan daerah dan UU. Kalau peraturan otorita tidak bisa pidana.

Muhaimin