blank
Lestari Moerdijat (kedua dari kanan), hadir bersama pembicara lainnya, P Kumoro Kartopati, Hilmar Faridz Phd, Idham B Setiadi Phd, dan S Dian Andriyanto. Foto: lmc

SEMARANG (SUARABARU.ID)- Transformasi digital dalam pengelolaan museum, harus diawali dengan mengubah mindset para pemangku kebijakan dan masyarakat. Hal itu juga harus didukung komitmen pendanaan, kemampuan berinovasi dan keyakinan spritual yang kuat.

”Upaya transformasi di bidang budaya, khususnya pengelolaan museum, harus menjadi gerakan bersama. Pembangunan kebudayaan bukan hanya secara fisik semata, tetapi juga harus lewat dukungan berbagai riset kebudayaan dan pendanaan, yang berkelanjutan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat.

Hal itu seperti yang disampaikannya, dalam diskusi bertema ‘Kerja Budaya Transformasi Digital, Reka Budaya, dan Museum Kita’, yang digelar di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (9/9/2022).

BACA JUGA: Ganjar Dorong Tiap Daerah Kembangkan ‘Sport Tourism’

Hadir dalam diskusi itu, P Kumoro Kartopati (Senior Advisor IoT Lab PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Hilmar Faridz Phd (Direktur Jenderal Kebudayan/Kemendikbudristek), Idham B Setiadi Phd (KPB CakraDaya), S Dian Andriyanto (Redaktur Utama tempo.co) sebagai narasumber.

Menurut Lestari, transformasi pengelolaan museum dengan memanfaatkan teknologi digital, bisa menjadi kunci transformasi fungsi museum, yang semula hanya menjadi tempat menyimpan benda budaya, menjadi ruang-ruang yang mampu memberi pengalaman budaya kepada para pengunjungnya.

Rerie, sapaan akrab Lestari menilai, transformasi digital mampu mempersatukan kelompok yang mengedepankan aspek konservasi dan kelompok, yang mengedepankan pemanfaatan secara ekonomi dalam pengelolaan museum.

BACA JUGA: Iwan, Pegawai Bapenda Kota Semarang yang Dikabarkan Hilang Ditemukan Terbakar

Saat ini transformasi digital di bidang kebudayaan sudah banyak mendapat perhatian dari masyarakat, dan dikaji para akademisi lewat berbagai tulisan ilmiah. Sebuah situasi yang mendukung transformasi digital di bidang kebudayaan, seperti pengelolaan museum,” ujar dia.

Menurut Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah ini, kunci untuk mengawali proses transformasi adalah, mengubah mindset atau cara berpikir para pemangku kepentingan dan masyarakat.

”Sehingga para pengelola museum dan objek-objek cagar budaya, mampu memahami langkah-langkah pengembangan kebudayaan,” sebutnya.

BACA JUGA: Kodim 0715/ Kendal Serahkan Bantuan Pupuk dan Benih Jagung kepada Anggota Kelompok Tani

Rerie berpendapat, di masa kini museum yang berhasil bukan hanya sebagai tempat memajang atau memamerkan benda-benda budaya, tetapi juga harus memberikan pengalaman bagi pengunjung, sehingga menciptakan pendapatan bagi pengelolanya.

Apalagi, ujar anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, saat ini populasi Indonesia 60 persennya adalah Generasi Z, yang sejak lahir sudah mengenal budaya digital dan mengeksplor setiap pengalaman.

Kondisi itu, menjadi tantangan sekaligus peluang bagi para pemangku kepentingan, dalam pengelolaan museum dan pengembangan sektor kebudayaan secara umum.

”Harus segera dibuka ruang untuk proses belajar, dalam menghadapi transformasi digital dalam pengelolaan museum. Hal ini agar masyarakat dan para pemangku kepentingan, mampu beradaptasi dan bertahan dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi,” pungkasnya.

Riyan