blank
Webinar menyambut Hari Keluarga Nasional yang diselenggarakan Danone Indonesia. Foto: Dok/Danone Indonesia

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Menyambut Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada tanggal 29 Juni, Danone Indonesia menyelenggarakan kegiatan webinar yang bertema ‘Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi’, Selasa (28/6/2022).

Dalam kegiatan ini menghadirkan pembicara dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak, Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH, dan Ibu Inspiratif Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri.

Corporate Communications Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin mengatakan, momen transisi menjadi kesempatan baik untuk mengasah dan mengoptimalkan tumbuh kembang anak, utamanya dalam perkembangan sosial emosionalnya.

“Anak usia dini pada dasarnya rentan karena mereka bergantung pada orang dewasa untuk memenuhi kebutuhan paling dasarnya. Kami memahami bahwa anak membutuhkan lingkungan terdekatnya untuk merangsang dan memberikan kesempatan tumbuh kembang yang optimal,” ungkap Arif dalam webinar menyambut Hari Keluarga Nasional itu.

“Sebagai perusahaan yang ramah keluarga, kami juga memberikan dukungan kepada para orangtua agar si kecil dapat tumbuh optimal melalui pemberian cuti melahirkan, bagi karyawan kami, yakni cuti 6 bulan bagi ibu dan 10 hari bagi ayah,” ujarnya.

“Kami juga secara aktif memberikan edukasi seputar kesehatan dan nutrisi untuk publik seperti halnya dalam bicara gizi hari ini. Kami berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kolaborasi orangtua untuk dapat memberikan stimulus yang tepat agar mencapai keberhasilan dalam mengembangkan aspek sosial emosional anak,” jelasnya.

Mengenai pola asuh, survei BKKBN mengungkapkan bahwa selama pandemi COVID-19, 71,5% pasangan suami istri telah melakukan pola asuh kolaboratif, 21,7% mengatakan istri dominan, dan 5,8% hanya istri saja.

Di sisi lain, data UNICEF menyebutkan bahwa selama pandemi orang tua mengalami tingkat stress dan depresi yang lebih tinggi, serta menilai pengasuhan anak di rumah saja memiliki risiko tersendiri. Kondisi ini sangat mungkin menghambat kemampuan orang tua untuk mengatasi emosi dan kebutuhan psikologis anak.

Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Irma Ardiana, MAPS menerangkan bahwa gaya pengasuhan memengaruhi perkembangan kognitif, emosional, dan sosial anak. Pengasuhan bersama menekankan komunikasi, negosiasi, kompromi, dan pendekatan inklusif untuk pengambilan keputusan dan pembagian peran keluarga.

“Pengasuhan bersama antara ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan kepada anak-anak mereka. Peran orang tua yang tepat dalam memberikan dorongan, dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi milestone aspek perkembangan merupakan hal yang penting,” tuturnya.

Dalam konteks percepatan penurunan stunting, pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi sangat penting untuk memastikan kebutuhan nutrisi dan psiko-sosial sejak janin sampai dengan anak usia 23 bulan.

Dikstskan bahwa peran tim pendamping keluarga menjadi krusial untuk mendampingi keluarga berisiko stunting dalam pemberian informasi pengasuhan di Bina Keluarga Balita. Pola asuh yang tepat dari orangtua dinilai mampu membentuk anak yang hebat dan berkualitas di masa depan.

Dalam webinar tersebut, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH menjelaskan bahwa aspek sosial dan emosional sangat penting bagi anak untuk mencapai semua aspek kehidupannya dan bersaing di fase kehidupan selanjutnya dimulai dari remaja hingga lanjut usia.

Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memiliki pemahaman yang baik mengenai perkembangan sosial emosional anak khususnya di masa transisi pasca pandemi saat ini.

“Bagi anak-anak, kebingungan menghadapi perubahan ruang dan rutinitas baru saat kembali menjalani kehidupan dan interaksi sosial dapat meningkatkan masalah sosial-emosional yang dampaknya bisa berbeda, tergantung dengan usia anak dan dukungan dari lingkungannya,” imbuhnya.

Gangguan perkembangan emosi dan sosial dapat mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan di masa dewasa, seperti gangguan kognitif, depresi, dan potensi penyakit tidak menular.

Sementara itu Ibu Inspiratif Founder Joyful Parenting 101, Cici Desri menceritakan pengalamannya saat mempersiapkan si kecil menghadapi transisi untuk kembali berinteraksi dengan lingkungan sosial.

“Setelah menjalani pembatasan sosial selama hampir dua tahun, saya melihat ada banyak tantangan yang dihadapi si kecil untuk kembali bersosialisasi dengan dunia luar. Proses adaptasi pun tidak selalu berjalan dengan mudah, mulai dari kekagetan si kecil yang bertemu dengan banyak orang baru, beraktivitas dan berinteraksi dengan banyak orang membuat si kecil kadang juga menjadi frustasi,” terang Cici.

“Menghadapi hal tersebut, saya dan suami mengambil bagian dalam pengasuhan dan memperkuat keterlibatan dengan si kecil terlebih pada fase transisi saat ini,” kata Cici.

Ning Suparningsih