blank
Lestari Moerdijat. Foto: lmc

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Perempuan harus mampu keluar dari stereotype yang ada saat ini, sehingga mampu lebih banyak berperan dalam mewujudkan kebijakan publik.

Dorongan agar perempuan mampu meningkatkan kontribusinya di ruang-ruang publik, harus konsisten dilakukan.

”Selama ini perempuan selalu dicitrakan harus menjadi manusia yang sempurna. Untuk meningkatkan perannya dalam setiap kebijakan publik, perempuan harus berani untuk menjadi tidak sempurna dengan memecahkan tembok kaca stereotype yang mengungkungnya,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat.

BACA JUGA: Sukamsi Jadi Ketua Persatuan Donor Darah Indonesia Kebumen

Dia menyampaikan hal itu, saat menjadi pembicara kunci dalam webinar bertema Diaspora Global Aceh Revisiting Pahlawan Perempuan Aceh Dalam Kepemimpinan Perempuan, Sabtu (18/6/2022).

Menurut Lestari, berkorban untuk menjadi manusia yang tidak sempurna dan keluar dari stereotype yang selama ini mengungkung kaum perempuan itulah, yang saat ini menjadi tantangan besar, agar keterlibatan perempuan di ruang publik bisa ditingkatkan.

Perjuangan perempuan Aceh untuk berkiprah di ruang publik, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, seharusnya bisa lebih baik, mengingat peran perempuan Aceh yang mengemuka di masa lalu.

BACA JUGA: Polres Selenggarakan Sepeda Santai Diikuti Ratusan Orang

Sejarah Nusantara mencatat, tambah Rerie, perempuan telah menjadi bagian dari perjuangan bangsa Indonesia. Apalagi secara khusus perempuan Aceh memiliki kedaulatan dalam kerajaan Islam, antara tahun 1641-1699.

”Aceh juga memiliki banyak pahlawan perempuan, antara lain Laksamana Malahayati (1550-1615), Tjut Nyak Dien (1848-1908) dan Cut Nyak Meutia (1870-1910),” papar Rerie.

Namun, tegas anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, saat ini perempuan di Indonesia masih berjuang untuk mewujudkan peningkatan keterwakilannya di parlemen menjadi 30 persen.

BACA JUGA: Ombudsman Jateng: Seleksi Calon Taruna Kemenkumham Berjalan Transparan

Berdasarkan data World Bank (2019), ujarnya, Indonesia menduduki peringkat ketujuh se-Asia Tenggara, untuk keterwakilan perempuan di parlemen. Diakui Rerie, data itu memperlihatkan partisipasi perempuan Indonesia dalam parlemen masih terbilang rendah.

Karena itu, tegasnya, berbagai upaya untuk mendorong agar perempuan mampu keluar dari stereotype yang mengungkungnya selama ini, harus terus diupayakan.

”Pemberdayaan dari sisi pendidikan dan pengetahuan harus terus ditingkatkan. Ini agar membuka cakrawala berpikir para perempuan, dan tercipta kemandirian yang sangat berguna untuk meningkatkan perannya di ruang-ruang publik,” saran dia.

Riyan