Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM
KEMAJUAN sainstek pada era ini bagaikan banjir yang tak terbendung. Banyak topik artikel yang menghentak naluri religi yang telah mapan sejak lahir. Sebagai contoh, ada artikel yang berjudul ‘Proyek Cina yang Menantang Takdir Tuhan’.
Antara lain: 1. Teknologi cryogenic yang dipersiapkan untuk menghidupkan orang dari kematian. 2. Bunker anti kiamat. 3. Matahari buatan yang energinya bisa menggerakkan seluruh mesin pabrik di Cina. Di tempat lain ada 4. Teknologi metaverse/metamesta/metaversum, dsb.
Lalu apakah jawaban Alquran? Alquran menyatakan: Tidak ada satu noktah pun yang perlu diragukan (QS. 2:92), menjelaskan segala sesuatu (QS. 16:89), tidak melupakan satu hal-pun (QS. 6:38), kalam yang pasti (QS. 86:13), bukan mainan (QS. 86:14), holistik (QS. 2:208), tidak ada pertentangan di antara ayat-ayatnya (QS. 4:82), dan sempurna lagi tidak akan ada perubahan (QS. 6:115).
Kesempurnaan Alquran disamping sebagaimana tersebut pada alinea pertama di atas, adalah sifatnya yang ijmali (globalisis). Sifat inilah pula yang menjadikan Alquran selalu sesuai dengan waktu dan tempat (shaalihun likulli zaamanin wa makaanin).
Sunnatullah
Dalam hal terjadinya ledakan sainstek di sepanjang abadnya, Alquran memasang dada. Dia berkali-kali menyatakan statemennya yang sangat berani dan meyakinkan. لكل نباء مستقر. اى لكل خبر يخبره الله وقت ومكان يقع فيه من غير خلف. Artinya: Tiap berita -dari Alquran- pasti ada faktanya, baik waktu mapun tempatnya, akan terjadi tanpa berbeda (QS. 6:67).
Firman yang lain: سنريهم اياتنا في الافاق وفي انفسهم حتى يتبين انه الحق. Artinya: Akan Kami tunjukkan kepada mereka ayat-ayat Kami di ufuk-ufuk dan dalam diri mereka sendiri, sehingga terjelaskan bahwa Alquran adalah benar (QS. 41:53).
Hukum-hukum di alam semesta adalah sunnatullah, yang melekat pada alam itu sendiri (The Law of Nature=The Work of Allah). Sedangkan Alquran adalah Kalamullah (The Word of Allah). Antara Kalamullah dengan Sunatullah adalah satu sumber. Jadi pasti linier, kecuali yang Allah SWT kehendaki dalam bentuk mukjizat misalnya.
Pada faktanya, justru sainteks itu sendiri yang tidak tak terbatas. Sebagai bukti, sejak Lovelock 1954 memulai proyek menghidupkan orang mati, sampai kini ternyata belum atau tidak bisa.
Andaikata nantinya bisa, itu pun tidak mengejutkan orang beriman. Karena Nabi Ibrahim AS pernah diperlihatkan kuasa Allah SWT, dengan burung yang mati dan hidup kembali (QS. 2:260).
Demikian juga Nabi Isa AS, yang menghidupkan orang mati yang kedua-duanya via mukjizat dari Allah SWT, (QS. 3:49). Bedanya pada musabab, proses dan ujungnya.
Keterbatasan sainstek itu tak lain tak bukan, karena sainstek adalah produk manusia. Dan tidak ada manusia yang sempurna. Yang ada hanyalah “Keizen” (Jepang) = istikmaal (Arab) = yaitu hasrat menyempurna.
Mustahil
Ya, manusia kepengin sempurna, tetapi selalu berakhir dalam ketidaksempurnaan. Betapa banyak penemu sains dan teknologi di dunia ini. Tetapi tiap kali ditemukan, selalu ada sisi-sisi yang perlu disempurnakan.
Bos ‘MURI’, Jaya Suprana (Kompas.com 22 April 2022), pemilik pabrik jamu cap Jago, yang menjadi dosen di Jerman, pernah berbagi dalam tulisannya.
”Sejak 1970-an, ilmuwan Jerman telah menyadari bahwa, pembuktian ilmiah itu tidak tak terbatas. Bahkan dunia keilmuwan Jerman menyediakan ruang yang menurut orang Indonesia bersifat klenik seperti parapsikologi, antropofisika yang dianggap mustahil, dibuktikan secara ilmiah”.
Para saintis Jerman sadar, bahwa sains adalah ciptaan manusia yang mustahil sempurna. Bukti ilmiah memang perlu, tetapi tidak harus sampai ke tingkat dikultuskan”.
Sejarah sains membuktikan: teori Galileo disempurnakan oleh Newton. Lalu disempurnakan Einstein. Kemudian disempurnakan oleh Hawking dan Penrose.
Teori Freud juga diesempurnakan oleh Adler dan Jung, Lalu Watson, lalu Skinner sebelum Csikszemgmihalyi.
”Wallaahu A’lam!”
— Dr KH Muchotob Hamzah MM, Ketua Umum MUI Wonosobo —